MEMAHAMI KRISIS EKONOMI
(MELALUI PENDEKATAN MONETER)
Bagian Kedua
Pada bagian pertama, sebagaimana diketahui, telah dipaparkan bahwa sistem keuangan dan interaksi ekonomi yang berbasiskan emas terbukti mampu menciptakan perekonomian dunia yang relatif stabil dan mapan. Sebaliknya, manakala sistem pertukaran yang berbasiskan emas lenyap, kekacauan sistem keuangan mulai terjadi yang secara langsung ataupun tidak turut memberikan sumbangsih bagi krisis demi krisis ekonomi yang terjadi. Dalam konteks moneter, pasca lenyapnya sistem emas, krisis secara langsung dapat dirasakan pada: (1) sistem pertukaran emas; (2) sistem uang kertas (fiat money). Poin pertama telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, sementara poin kedua akan dipaparkan pada bagian ini. Berikut ini adalah penjelasnnya.
2. Krisis pada sistem uang kertas (fiat money).
Krisis yang terjadi pada sistem keuangan dunia ini semakin bertambah cepat karena masing-masing negara berlomba secara politik dan ekonomi serta saling mengguncangkan pasar khusus. Masing-masing negara merasa perlu untuk melepas atau mengekspor barang ke negara lain; juga karena adanya keperluan atas utang atau yang lainnya. Semua itu berpengaruh besar terhadap naik-turunnya nilai mata uang. Hal itu menjadikan kestabilan harga dan kesepakatan interaksi ekonomi menjadi sangat sulit, kalau tidak dikatakan nihil, sebagaimana yang terjadi sekarang dalam interaksi ekonomi regional maupun internasional.
Dalam sistem uang kertas (fiat money) ini, negara-negara di dunia harus menyandarkan cadangan devisanya pada mata uang negara yang berpengaruh secara ekonomi dan politik karena keperluannya atas negara besar tersebut. Perubahan politik dan ekonomi negara berpengaruh akan memperngaruhi bentuk krisis mata uang negara-negara lain dan ekonomi negara lain. Negara yang mengikatkan mata uangnya pada dolar AS, misalnya, akhirnya merasa penting untuk menjaga kestabilan dolar demi menjaga cadangan devisanya. Jika permintaan terhadap mata uang regional bertambah sehingga mengakibatkan naiknya nilai kurs mata uang tersebut terhadap dolar, negara tersebut akan melepaskan sejumlah mata uangnya ke pasar dan mempertukarkannya (menjualnya) dengan dolar. Jika terjadi sebaliknya, yaitu masyarakat tidak membutuhkan mata uang negara itu (kelebihan penawaran/over supply), negara tersebut akan menarik kelebihan penawaran mata uangnya dengan cara membeli mata uangnya itu dari pasar dengan dolar (melepas dolar dari cadangan devisanya ke pasar) atau membanjiri pasar dengan dolar yang berasal dari cadangannya sehingga cadangannya kembali diisi dengan mata uangnya sendiri. Dengan demikian, setiap negara yang mata uangnya terikat dengan dolar terbebani untuk menjaga mata uangnya dan menjaga nilai dolar. Negara melakukan kebodohan ini sampai pada tingkat yang lebih besar dan memberatkan dirinya. Sebaliknya, dengan itu, negara tersebut malah memberikan keuntungan pada negara pemilik mata uang dolar itu.
Negara mengerahkan kesungguhannya dan melakukan kebodohan ini demi menjaga cadangan devisanya yang berbentuk mata uang asing—biasanya dalam dolar AS—karena penurunannya dipengaruhi jumlah persediaannya di pasar. Contohnya adalah sebagai berikut:
1. Kerugian pernah dialami Bank Sentral Kuwait sekitar 79,6 juta dinar dalam dua tahun, yaitu th. 71/72 dan th. 72/73 akibat terjadinya penurunan dolar yang pertama dan kedua yang mencapai batas 18 persen.
2. Terjadinya penurunan nilai investasi kekayaan pada negara-negara Aubik sebanyak 61 persen dari nilai nominalnya pada awal 70-an, yaitu dari sekitar 78 biliun dolar menjadi 47 biliun dolar pada kurun 1974-1978.
3. Pajak minyak negara-negara Arab selama dua tahun 79-80 setara 176 miliar dolar pertahun. Hal itu merupakan kerugian akibat perubahan harga dolar.
4. Nilai cadangan uang negara-negara Arab adalah 35,44 biliun dolar sepanjang tahun 1976. Sekitar 87,8 persennya menggunakan mata uang asing yang sering berubah-ubah.
Berkaitan dengan pengaruh langsung mata uang asing terhadap uang negara yang di-back up dengan mata uang asing di kas cadangan negara, maka mata uang kertas (fiat money) mempunyai pengaruh yang cepat terhadap kondisi ekonomi regional maupun internasional. Dengan demikian, fiat money memicu inflasi lebih banyak dibandingkan dengan sistem-sistem sebelumnya.
Dalam sistem pertukaran uang berbasis emas, uang disandarkan pada emas dan uang kertas yang dijamin dengan emas terdapat kestabilan parsial nilai uang, kecuali jika cadangan emas lebih kecil daripada total uang yang beredar. Akibatnya, tidak semua uang yang dikeluarkan dapat dipertukarkan dengan emas, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya. Dalam kondisi demikian, tatkala nilai mata uang tersebut menurun, maka nilai mata uang asing juga menurun.
Ini berbeda jauh dengan sistem uang fiat money yang akan mendorong inflasi di antara sejumlah kondisi. Hal ini karena politik ekonomi negara, baik secara regional maupun internasional, yang menjamin (menentukan) nilainya. Politik ekonomi negara ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga kestabilan harga tukar (kurs) uang sulit dijaga. Atas dasar itu, penurunan nilai mata uang sangat mungkin terjadi pada tingkatan yang lebih besar dibandingkan pada dua sistem terdahulu.
Tidak perlu kupasan yang mendalam, bahwa nilai mata uang seluruh negara—tanpa kecuali, sekalipun negara yang perekonomiannya maju—sering berubah-ubah dan tidak stabil. Baik dolar (AS), mark (Jerman), yen (Jepang), (frank) maupun poundsterling (Inggris) sering menurun nilainya.
Sudah menjadi pengetahuan bersama, bahwa kelebihan jumlah penerbitan uang akan mengakibatkan harga menjadi mahal karena menurunnya dayabeli uang. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi. Pengaruh ini akan besar dampaknya jika berlanjut dalam jangka waktu yang saling berdekatan.
Karena uang yang ada tidak disandarkan pada satuan yang tetap, sistem uang fiat money dapat dijadikan jalan persekongkolan ataupun pertentangan antar negara. Nilai uang mereka dapat menurun karena pertambahan penawaran uangnya. Hal itu dapat terjadi dengan cara meningkatkan suku bunga deposito mata uang. Peningkatan suku bunga deposito itu bertujuan untuk meningkatkan jumlah tabungan dan menarik pemodal (investor) asing.
Berubah-ubahnya nilai uang jelas akan mempengaruhi aktivitas perdagangan. Jika suku bunga mata uang tertentu meningkat atau kondisi ekonomi negara tersebut membaik, masyarakat tidak akan berpaling dari investasi perdagangan ke investai berupa tabungan dalam mata uang yang memiliki suku bunga yang kuat di bank sebagaimana terjadi tatkala lantai bursa Wall Street melemah pada tanggal 19 Oktober 1978 akibat melemahnya harga saham lebih dari 20 persen. Para pengamat ekonomi berbeda pendapat mengenai kejadian itu. Namun demikian, yang pasti, kejadian itu didorong oleh keinginan Amerika untuk menaikkan suku bunga dolar secara signifikan. Media-media Amerika menyiarkan berbagai berita mengenai perselisihan pandangan antara menteri keuangan Amerika dan menteri keuangan Jerman. Itu terjadi tatkala Amerika menaikkan suku bunga dolar AS karena menteri Jerman menaikkan suku bunga atas mark Jerman yang mendorong para pemilik saham bersegera menjual sahamnya sebagai upaya memperoleh laba yang lebih mudah dan lebih banyak dibandingkan dengan hasil investasi tabungan. Hal itu merupakan upaya memanfaatkan kesempatan yang ada sebelum kondisinya berubah. Inilah yang dijelaskan oleh menteri keuangan Prancis tentang sebab krisis.
Setelah krisis tersebut, muncul usulan di kalangan sebagian menteri keuangan negara-negara Barat untuk mengaitkan kurs pertukaran mata uang utama mereka dengan harga barang lepas di antara mereka dengan emas; sesuatu yang memungkinkan dilaksanakannya kembali sistem Breeton Wood.
Namun demikian, terjadinya semua itu tidak membuat dunia melepaskan interaksi menggunakan uang kertas (fiat money). Hal itu disebabkan oleh sikap beberapa negara besar yang diuntungkan dibandingkan dengan nasib sebagian besar negara yang dirugikan dengan sistem tersebut. Dengan sistem tersebut, mereka dapat melanggengkan pengaruh ekonomi dan politiknya terhadap negara-negara lain, karena mata uang mereka menjadi cadangan di bank-bank sentral negara-negara tersebut. Konsekuenasinya, kebijakan politik dan ekonomi mereka dapat mempengaruhi jalannya negara-negara tersebut.
Negara-negara terseebut pada akhirnya menghentikan pandangannya di seputar perlunya perubahan atas sistem fiat money karena mereka tidak memiliki cadangan (back up) emas yang mencukupi terhadap jumlah uang mereka yang beredar. Akibat terus berlangsungnya sistem fiat money ini, dunia akan tetap sengsara karena krisis tersebut akan berulang selama tidak diselesaikan dengan penyelesaian yang benar.
Solusi Jitu atas Krisis Ekonomi yang Terjadi
Setelah kami menjelaskan realitas terjadinya krisis ekonomi di atas, kami akan menjelaskan solusi jitu bagi krisis tersebut.
1. Solusi atas krisis akibat sistem mata uang.
Kami telah memaparkan di muka, sistem keuangan dan pertukaran uang kertas (fiat money) sangat rentan terhadap krisis. Sebagai solusinya, mau tidak mau, setiap negara harus merujuk kembali pada sistem keuangan dan pertukaran uang berbasis emas; baik dengan menggunakan mata uang logam emas itu sendiri maupun menggunakan mata uang kertas substitusi yang di-back up (dapat dipertukarkan) dengan emas di bank sentral tanpa persyaratan dan batasan. Sebetulnya sudah banyak ekonom yang memperhatikan hal itu. Akan tetapi, sejumlah negara besar di dunia yang saling berhubungan, khususnya Amerika, menentang upaya kembali pada sistem keuangan dan pertukaran berbasis emas. Pasalnya, mereka takut kehilangan hegemoni dan pengaruhnya, baik secara politik maupun ekonomi, atas negera-negara lain. Ketakutan mereka muncul karena sistem berbasis emas akan menjamin kestabilan, mengantarkan pada bersinarnya pertumbuhan ekonomi, serta menghilangkan hegemoni satu negara atas negara lain. Dalam sistem berbasis emas uang distandarkan pada satuan yang kestabilan dan ketetapan harganya dikenal luas. Dalam sistem ini, suatu negara tidak dapat memperbesar (menambah) jumlah uang dengan seenaknya. Sebab, untuk mengeluarkan atau mencetak uang dengan jumlah tertentu yang dikehendaki akan dibatasi oleh cadangan emas yang dimiliki. Hal itu berkebalikan dengan sistem uang kertas (fiat money) yang memungkinkan suatu negara dapat dengan mudah mengeluarkan (mencetak) sejumlah uang sesuai yang dikehendaki ketika dibutuhkan untuk memenuhi keuntungannya sendiri; sesuatu yang secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan jumlah uang dan melemahnya kepercayaan terhadap satuan mata uang tertentu.
Penerapan sistem mata uang dan sistem pertukaran berbasis emas tersebut haruslah memenuhi beberapa syarat berikut:
1. Adanya kebebasan mengekspor dan mengimpor emas bagi semua orang tanpa ada pembatasan atau syarat tertentu. Kebebasan atas keluar dan masuknya emas ini akan menjamin kestabilan harga tukar (kurs).
2. Adanya kebebasan mempertukarkan uang kertas substitusi dengan emas secara sempurna (tanpa pengurangan/dengan nilai yang sama) dengan nilai yang tertulis atau tercetak.
3. Adanya kebebasan untuk menempa dan melebur emas. Setiap orang yang memiliki mata uang emas dapat melebur dan membentuknya menjadi emas batangan tanpa ada pembatasan. Demikian juga jika ia memiliki emas batangan; ia dapat membawanya ke tempat peleburan dan pencetakan uang untuk dicetak menjadi mata uang emas (dengan memberikan kompensasi/ongkos pencetakan). Hal itu untuk menyetarakan harga emas tertulis (resmi) dengan harga pertukaran.
Hal ini jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi semata. Sementara itu, dari sudut pandang Islam, mata unag tidak boleh dibuat kecuali dari emas dan perak sesuai dengan dalil-dalil berikut:
Pertama, persetujuan Rasulullah saw. untuk menggunakan emas dan perak sebagai mata uang Daulah Islamiyah. Rasulullah saw. menyetujui timbangan Quraisy sebagai standar timbangan dinar dan dirham. Dalam riwayat Thawus yang bersumber dari Ibn ‘Umar disebutkan bahwa:
Rasulullah saw. bersabda, 典imbangan itu adalah timbangan penduduk Makkah, yaitu berat sepuluh dirham sama dengan tujuh mitsqal, dan sesuai dengan timbangan kita sekarang, yaitu satu dinar sama dengan 4,25 gram emas dan satu dirham sama dengan 2,975 gram perak._ (HR).
Kedua, Islam menghubungkan beberapa hukum syariat dengan emas dan perak, di antaranya :
a. Islam mengharamkan menimbun keduanya, yaitu menimbun emas dan perak. Allah Swt. berfirman:
)وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ(
Orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah Swt. maka beritahukanlah kepada mereka azab yang pedih. (QS at-Taubah [9]: 34).
b. Islam mewajibkan dari emas dan perak agar dikeluarkan zakatnya karena keduanya dianggap sebagai mata uang dan sebagai standar harga barang dalam jual-beli dan upah-mengupah tenaga kerja. Aisyah r.a. bertutur:
»كَانَ يَأْخُذُ مِنْ كُلِّ عِشْرِينَ دِينَارًا فَصَاعِدًا نِصْفَ دِينَارٍ«
Rasulullah saw. memungut zakat untuk setiap 20 dinar atau lebih sebesar setengah dinar. (HR Ibn Majah).
c. Islam mewajibkan diy穰 (denda) dengan kedua mata uang tersebut (dinar dan dirham). Rasulullah saw. bersabda:
»وَعَلَى أَهْلِ الذَّهَبِ أَلْفُ دِينَارٍ«
Bagi penimbun emas (batas kena dendanya) adalah sebesar seribu dinar. (HR an-Nasa’i).
d. Nishab (batas minimal) pencurian yang mengharuskan pelakunya dipotong tangannya adalah seperempat dinar atau lebih. Sesungguhnya Rasulullah saw. tidak memotong tangan pencuri dalam kasus pencurian yang nilainya tiga dirham. Rasulullah saw. bersabda:
»تُقْطَعُ الْيَدُ فِي رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا«
Tangan (yang mencuri) dipotong pada (kasus pencurian) seperempat dinar atau lebih. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ketiga, ketika Islam menetapkan hukum-hukum pertukaran dalam muamalah, emas dan perak dijadikan sebagai tolok-ukurnya. Rasulullah saw. melarang pertukaran perak dengan perak atau emas dengan emas kecuali sama nilainya. Beliau memerintahkan untuk memperjualbelikan emas dengan perak sesuai yang diinginkan.
Atas dasar semua itu, jelas bahwa sesungguhnya mata uang Daulah Islamiyah adalah emas dan perak.
Dengan demikian, untuk menyelesaikan krisis keuangan (mata uang) setiap negara harus merujuk kembali atau kembali pada sistem mata uang berbasis emas, baik emas saja atau emas dan perak. Hanya saja, hal itu tidak akan terlepas dari sejumlah problem akibat penimbunan internasional, adanya hambatan perbatasan (cukai), serta terkonsentrasinya emas dan perak dalam jumlah besar di kas-kas simpanan beberapa negara besar. Negara-negara tersebut rata-rata mempunyai kemampuan produksi yang besar, memiliki kemampuan yang baik dalam kompetisi perdagangan internasional, dan mempunyai keunggulan lainnya. Di samping itu, tentu saja adalah pengadopsian sistem mata uang kertas (fiat money) oleh sebagian negara-negara di dunia yang menggantikan sistem mata uang emas dan perak.
Untuk menyelesaikan hambatan itu, negara yang kembali ke sistem emas dan perak harus: melaksanakan politik swasembada; mengurangi (meminimkan) impor; menerapkan strategi substitusi terhadap barang-barang impor dengan barang-barang yang tersedia di dalam negeri; serta menggenjot ekspor atas komoditas yang diproduksi di dalam negeri dengan komoditas yang diperlukan di dalam negeri ataupun menjualnya dengan pembayaran dalam bentuk emas dan perak atau dengan mata uang asing yang diperlukan untuk mengimpor barang-barang dan jasa yang dibutuhkan.
Strategi tersebut dapat diterapkan oleh suatu negara. Sementara itu, berkaitan dengan Daulah Khilafah Islam—yang tidak lama lagi dengan izin Allah Swt. akan tegak kembali—maka perkara itu adalah perkara yang gampang, karena emas dan perak yang ada di negeri-negeri Islam dan yang ditimbun di bank-bank dan kas-kas yang ada jumlahnya mencukupi bagi kemungkinan Daulah untuk kembali pada sistem emas. Jumlah emas yang ada di negeri-negri Islam—yang akan menjadi satuan mata uang Daulah Khilafah Islamiyah bersama satuan emas, karena Daulah Khilafah Islamiyah akan menggunakan sistem emas dan perak dan menggunakan sistem dua logam (bimetal) dalam mata uangnya—juga tersedia dalam jumlah yang besar. Semua itu memudahkan Daulah Khilafah Islamiyah untuk kembali pada sistem emas dan perak.
Di negeri-negeri Islam melimpah berbagai komoditas pokok yang membuat umat tidak membutuhkan komoditas lain sebagai kebutuhan dasar atau kebutuhan pokoknya. Dengan begitu, Daulah Khilafah Islamiyah tidak perlu mengimpor barang dari luar negeri yang bisa mengakibatkan mengalirnya emas ke luar Daulah.
Lebih dari itu, negeri-negeri Islam memiliki barang-barang penting (strategis) seperti minyak yang dibutuhkan oleh seluruh negara di dunia sehingga Daulah Khilafah Islamiyah dapat menjualnya dengan pembayaran emas, atau dengan pembayaran berupa barang yang dibutuhkan di dalam negeri, atau dengan mata uang yang diperlukan untuk mengimpor barang dan jasa yang penting; sebagaimana negara juga dapat melarang mengekspornya kecuali jika dibayar dengan emas sehingga membuat cadangan emas yang dimiliki Daulah melimpah.
Dengan kembali pada sistem emas, niscaya akan terwujud kestabilan ekonomi, hilangnya krisis yang terjadi, dan lenyapnya hegemoni uang suatu negara atas negara lain. Semua hal di atas adalah solusi yang jitu, jernih, dan mencukupi atas krisis keuangan yang terjadi selama ini. Wall禀u a‘lam bi ash-shaw稈. (Habis) []
No comments:
Post a Comment