Diskusi Sabtuan INSISTS, pada tanggal 24 Maret 2007, membedah entri sekularisasi dalam Ensiklopedi Nurcholish Madjid. Tampil sebagai pembicara adalah Adnin Armas, Direktur Eksekutif INSISTS. Dalam pemaparannya, Adnin menyatakan para pendukung sekularisasi Nurcholish sering menuduh para pengkritik Nurcholish salam-paham terhadap gagasan sekularisasi Nurcholish. Padahal, menurut Adnin, sumber utama kesalah-pahaman gagasan sekularisasi disebabkan oleh pemikiran Nurcholish Madjid yang ambigu.
Nurcholish memaparkan perlunya sekularisasi dan perbedaan antara sekularisasi dan sekularisme. Menurut Adnin, sebenarnya gagasan Nurcholish tentang sekular, kata Adnin, merupakan adopsi pemikiran Harvey Cox dalam The Secular City. Sayangnya, Nurcholish tidak menyebutkan sumber dari pemikirannya dalam artikel itu.
Disebabkan ideologi sekular bertentangan dengan agama Islam, maka para tokoh-tokoh Islam pada saat itu menentang keras pemikiran Nurcholish, yang pada saat itu baru berusia 31 tahun. Membela pendapatnya, Nurcholish menulis 2 artikel pada tahun 1972 yaitu Beberapa Catatan Sekitar Masalah Pembaruan Pemikiran Dalam Islam dan Sekali Lagi Tentang Sekularisasi.
Dalam artikel ringkas Beberapa Catatan Sekitar Masalah Pembaruan Pemikiran Dalam Islam, Nurcholish menjustifikasi gagasan sekularisasi dari sisi etimologis. Menurut Nurcholish, dari sisi bahasa, sekular artinya zaman sekarang ini. Oleh sebab itu, manusia adalah makhluk sekular. Nurcholish menegaskan, hal ini bukan saja benar secara istilah, melainkan juga secara kenyataan.
Dengan menjadikan makna literal sekular sebagai argumentasinya, Nurcholish menjadikan gagasan sekularisasinya ambigu. Sebabnya, Nurcholish telah mencampur-adukkan persoalan konsep (terminologis) dengan etimologis (bahasa). Padahal, persoalan utama dalam sekularisasi adalah konsep yang inheren dalam ideologi sekular.
Menurut Adnin, Ahmad Wahib menyadari kekeliruan gagasan sekularisasi Nurcholish yang simplistik itu. Adnin menunjukkan catatan Harian Ahmad Wahib yang menulis “Adalah kurang terus terang bila Nurcholsih mengartikan secular semata-mata dengan dunia atau masa kini dan sekedar mengatakan bahwa semua yang ada kini dan di sini adalah hal-hal secular: nilai sekular, masyarakat sekular, orang sekular dan lain-lain.” (Ahmad Wahib, 1981: 83).
Dalam artikel Sekali Lagi Tentang Sekularisasi, yang terbit pada tahun 1972, Nurcholish menjustifikasi sekularisasi dengan konsep Tauhid, manusia sebagai khalifah Tuhan, perbedaan Hari Dunia dan Hari Agama dan makna yang terkandung dalam ar-Rahman dan ar-Rahim. Adnin menilai penafsiran Nurcholish terhadap Tauhid sebagai konsekwensi dari Tauhid terlalu simplistik. Adnin menyatakan memang terdapat persamaan antara ajaran Islam dengan ideologi sekular dalam penolakan terhadap takhyul dan khurafat. Namun, kesamaan tersebut sama sekali tidak menjadikan sekularisasi itu adalah konsekwensi dari Tauhid. Adnin mengibaratkan gagasan Nurcholish bagaikan seseorang yang menyatakan manusia adalah monyet karena antara manusia dan monyet memiliki persamaan-persamaan.
Menurut Adnin, pendapat Nurcholish semakin ambigu ketika menjustifikasi gagasannya dengan membedakan sekularisasi secara filsofis dan sosiologis. Nurcholish menyatakan perbedaan tersebut pada tahun 1985 dalam artikelnya Sekularisasi Ditinjau Kembali. Dalam artikel tersebut, yang ditulis setelah15 tahun dari tulisan pertama pada tahun 1970, Nurcholish mengutip pendapat Talcoot Parsons dan Robert N. Bellah. Adnin menilai Nurcholish telah memperbarui gagasannya. Pada awalnya, Nurcholish mengadopsi pendapat Harvey Cox yang gagasan sekularisasinya penuh dengan makna teologis. Selanjutnya, ia mengembangkan sekularisasi dengan makna sosiologis. Padahal, menurut Adnin, terdapat keterkaitan yang kuat antara makna sosiologis dan teologis. Teologi sekular tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial masyarakat modern. Evolusi gagasan sekular dalam pemikiran Nurcholish sayangnya masih diabaikan oleh para pengikutnya. Padahal, kesimpulan Adnin, genealogi gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid menunjukkan gagasan sekular Nurcholish adalah ambigu, dan inilah yang menjadi sumber kesalah-pahaman.
Humas INSISTS
No comments:
Post a Comment