Monday, July 30, 2007

Pimpin Jakarta Dengan Syariah

Read More..

Jakarta Putih, Indonesia Putih. Jakarta Hitam, Indonesia Hitam.
Oleh : Wisnu Sudibjo*

Jakarta dengan sedemikian kompleks permasalahannya tetaplah merupakan kota yang menduduki peran paling penting di Indonesia. Jakarta yang terletak di sebelah utara pulau jawa bagian barat ini merupakan ibu kota negara yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat aktivitas Indonesia. Dengan jumlah penduduk kurang lebih 8.792.000 orang yang menempati 661.52 km persegi, membuat kota ini menjadi kota terbesar ke dua belas di dunia. Sedangkan berdasarkan kepadatan penduduknya kota ini menempati urutan ke sembilan di dunia. Sampai saat ini hampir 80% uang negara Indonesia beredar di Jakarta. Jakarta merupakan pusat pemerintahan, pusat aktivitas politik, pusat aktivitas ekonomi, pusat perdagangan, serta jantung kehidupan negara ini. Maka tidaklah mengherankan apabila kita katakan Jakarta putih Indonesia putih, dan Jakarta hitam Indonesia hitam.

Saat ini kota tersebut sedang mencari orang yang akan memegang tampuk kekuasaan dan pemegang otoritas tertinggi pemerintahan Jakarta. Calon Gubernur DKI Jakarta yang saat ini sedang bertarung dalam perebutan kursi tersebut adalah Adang Dorojatun yang didukung oleh PKS, dan Fauzi Bowo yang didukung oleh PDIP, Partai Golkar, PAN dan partai – partai lain sebanyak 19 buah partai. Masing – masing calon menggembar – gemborkan janji seputar pembenahan Jakarta yang akan dilakukannya saat terpilih nanti. Di antara isu penting yang diusung oleh para calon gubernur tersebut adalah penanganan banjir dengan membangun kanal banjir, sekolah gratis sampai setingkat SMU, transportasi massal yang layak dan murah dsb.

Akan tetapi pertanyaannya sekarang bisakah hal itu terwujud di tangan kedua cagub dan kedua wagub tersebut? Bisakah Jakarta berubah seratus delapan puluh derajat dari kondisi dan keadaannya yang sekarang? Apakah janji – janji kedua cagub tersebut akan dapat direalisasikan ataukah hanya sekedar jargon rutin yang biasa dikumandangkan pada masa – masa kampanye seperti sekarang? Itulah setumpuk pertanyaan yang coba akan dibedah dalam artikel ini.

Apabila kita perhatikan secara umum kondisi bangsa Indonesia saat ini, maka permasalahan yang mencuat tidak akan jauh dari kemiskinan, pendidikan mahal, biaya rumah sakit mahal, politik kepentingan, korupsi, bencana alam dsb. Sebagai contoh kemiskinan di negeri ini yang tembus mencapai angka kisaran 30-40 juta menurut pemerintah dan kisaran 110 juta dengan standar ukuran bank dunia. Ataupun juga pendidikan yang semakin lama hanya akan dinikmati oleh sebagian kalangan saja. Dalam bidang politik permasalahan yang tampak sekarang adalah politik kepentingan yang menonjolkan perolehan pribadi atau golongan dari jabatan yang diperoleh. Ataupun juga kehidupan sosial yang semakin lama semakin liberal dan semakin jauh dari apa yang dinamakan kehidupan yang beragama. Juga masih banyak lagi permasalahan – permasalahan negeri ini yang menumpuk untuk diselesaikan. Pergantian orang pun juga telah dilakukan berkali – kali akan tetapi tanda – tanda menuju keadaan yang lebih baik pun tidak kunjung tampak juga.

Meskipun pemilihan presiden dan wakilnya telah dilakukan secara langsung, akan tetapi hal itu tidak menjamin apa – apa kecuali terpilihnya presiden secara langsung saja. Sama sekali tidak ada jaminan bahwa pilihan rakyat itu dapat menjadi solusi bagi seluruh permasalahan negeri ini sekarang. Sebagai ilustrasi, hanya terkait beberapa hari saja dari pelantikan presiden yang dipilih langsung sekarang ini, kenaikan BBM telah diumumkan ke khalayak ramai. Bukankah kebijakan itu adalah kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Jadi tidak ada kaitannya sama sekali antara pemilihan langsung dengan terselesaikannya permasalahan negeri ini. Justru yang sekarang terjadi malah sebaliknya. Berbagai kebijakan seperti kenaikan BBM, penyerahan SDA ke swasta asing, pengubahan status PTN menjadi BHMN dsb telah menjadi bukti nyata akan hal ini.

Begitu pula apa yang akan terjadi di pilkada DKI Jakarta Agustus nanti. Secara umum, apa yang terjadi di Jakarta tidaklah jauh berbeda dengan apa yang terjadi di negeri ini. Mengingat jantung negara ini ada di sana dan hampir 80% uang yang ada di Indonesia beredar di sana. Kebijakan – kebijakan yang akan diambil oleh Gubernur yang akan terpilih nantinya tidak akan jauh berbeda dengan kebijakan – kebijakan yang diambil oleh presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung itu. Profil karakter dan profil wajah dari pemimpin Jakarta nantinya tidak akan jauh berbeda pula dengan profil karakter dan profil wajah presiden dan wakilnya saat ini.

Hal ini dapat kita pahami dengan jelas bahwa DKI Jakarta adalah bagian dari NKRI. Apa yang mengguncang NKRI pastilah mengguncang Jakarta begitu pun sebaliknya. Mengingat sistem penjajahan Belanda dulu masih dipertahankan dengan menjadikan Jakarta sebagai pusat dari penjajahan itu. Dan ketimpangan ekonomi, sosial dll akan tetap terjadi sebagaimana dulu Jakarta dijadikan sebagai pusat pengepul jarahan rempah – rempah dari wilayah – wilayah nusantara. Dengan demikian tentulah dapat dimengerti kenapa hitam putihnya Indonesia ditentukan oleh hitam putihnya Jakarta.

Begitupun juga Gubernur sebagai pelaksana visi dan misi dari presiden yang berkuasa serta UU atau Perda yang dibuat oleh badan legislatif yaitu DPRD. Maka bisa diperkirakan bagaimana nantinya kebijakan – kebijakan yang akan diambil oleh gubernur terpilih. Hal itu dapat diperkirakan dari profil Presiden sekarang dan partai yang berkuasa secara nasional dan partai yang berkuasa setempat. Sebab segala kebijakan dan putusan yang diambil tidak akan jauh – jauh dari pengaruh kedua element tersebut yaitu presiden dan DPRD.

Apabila kita lihat profil presiden yang saat ini berkuasa, maka dapat kita prediksi bahwa keputusan dan kebijakan yang akan diambil tidak akan jauh dari apa yang menjadi visi politik bapak Yudoyono. Sampai saat ini satu hal yang sangat menonjol dari profil presiden Yudoyono adalah ketertundukannya kepada kapitalisme global yang dimotori oleh Amerika dan sekutunya. Sebagai contoh adalah dibiarkannya PT. Freeport yang beroperasi menjarah emas dan tembaga di Papua. Ataupun juga kebijakan menaikkan BBM yang sama sekali tidak pro rakyat tetapi tunduk kepada kepentingan perusahaan multinasional. Juga kebijakan menjadikan PTN sebagai semacam PTS dengan melepaskan tanggung jawab pemerintah untuk membiayai pendidikan secara murah bahkan gratis. Meskipun proses itu telah berlangsung sejak kepala negara – kepala negara sebelumnya. Dan SBY sekarang hanyalah tinggal meneruskan program asing yang telah dipaksakan ke Indonesia tersebut.

Maka dapat dipastikan bahwa Gubernur yang terpilih nantinya tidak akan jauh dari profil SBY saat ini. Mengingat bagaimanapun juga Gubernur tetap ada di bawah kepemimpinan Presiden RI. Jadi jangan heran apabila nanti Gubernur terpilih akan mengambil kebijakan – kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Dan juga jangan heran apabila DKI 1 itu nantinya akan menginduk kepada kepentingan – kepentingan asing meskipun hal itu bertentangan dengan Islam dan sama sekali tidak memihak rakyat ataupun memihak syariat Islam.

Di samping profil presiden yang harus kita perhatikan yang nantinya akan menjadi atasan langsung dari Gubernur DKI, kita juga harus memperhatikan profil partai yang berkuasa secara nasional dan lokal Jakarta saat ini. Untuk skala nasional, secara umum Partai Golkar dan PDIP masih mendominasi tatanan peta politik secara umum. Partai – partai tersebut adalah partai – partai yang berbasiskan nasionalisme. Secara global, kebijakan – kebijakan yang diambil oleh pemerintahan saat ini tidak lepas juga dari persetujuan kedua partai besar tersebut. Dan hal ini kemungkinan besar juga tidak akan berbeda jauh dengan yang akan terjadi di DKI Jakarta nantinya, meskipun partai pemenang pemilu di Jakarta adalah PKS.

PKS berhasil meraih suara terbanyak dalam pemilu 2004 lalu untuk tingkat DKI Jakarta. Sehingga bisa dipastikan juga bahwa siapapun yang terpilih nantinya akan sedikit banyak dipengaruhi oleh PKS. Meskipun yang terpilih nantinya adalah Fauzi Bowo yang tidak diusung PKS, tetap saja kekuatan DPRD I DKI Jakarta ada di tangan PKS. Dan itulah yang menjadi entri point bagi PKS. Melihat sepak terjang PKS selama ini baik itu di tingkat nasional dan di tingkat lokal, maka tampaknya situasi dan kondisi permasalahan rakyat ini tidak akan banyak berubah. Mengingat apa yang mereka tawarkan dalam mengatasi berbagai problem rakyat ini tidak memiliki arahan yang jelas. Mereka hanya menawarkan atau menggembar – gemborkan pemerintahan yang bersih, menyeru masyarakat untuk menjadi solusi, dan dengan jargonnya yang terkenal yaitu bersih dan peduli. Tetapi kita sama sekali tidak melihat adanya kejelasan arah dari solusi yang mereka tawarkan. Bahkan pada kenaikan BBM yang lalu, mereka hanya diam seribu bahasa saja.

Walhasil, arahan DKI Jakarta bila cagub yang diajukan PKS menang, tidak akan jauh dengan apa yang mereka lakukan selama ini di Jakarta dan di tingkat nasional. Meskipun mereka saat ini masih mengaku sebagai partai berbasis Islam, tetapi berbagai kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan syariat Islam tidak mereka kritik, sebab mereka adalah bagian dari pemerintahan itu sendiri.

Pilih Pemimpin Yang Mau Menerapkan Islam Secara Sempurna

Sebagai umat Islam yang beriman kepada Allah swt. maka sudah seharusnyalah kita senantiasa menjadikan Syariah Allah ini sebagai tolok ukur dalam setiap problem yang kita hadapi. Termasuk di antaranya pada permasalahan Cagub ini. Agar berkah dan rahmat Allah swt. turun kepada kita di Indonesia umumnya dan kepada daerah Jakarta Khususnya maka penerapan Syariah itu merupakan hal yang tidak bisa ditawar – tawar lagi.

Dalam Islam, seorang kepala daerah, baik itu tingkat propinsi maupun kabupaten, adalah orang yang mewakili Khalifah dalam mengurusi umat di wilayah yang dipimpinnya. Sebutan untuk seorang kepala daerah setingkat propinsi adalah wali, sedangkan sebutan kepala daerah setingkat kabupaten adalah amil. Kedua – duanya adalah wakil khalifah dalam masalah pemerintahan dan harta, pemerintahan saja, atau harta saja. Oleh karena itu syarat – syarat untuk menjadi seorang wali sama dengan syarat – syarat untuk menjadi seorang wakil khalifah atau muawwin. Syarat – syarat tersebut adalah :

1. Laki – laki, berdasarkan sabda Rasulullah saw :
“Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan kekuasaan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita.” (HR. Bukhari dari Abi Bakrah).
2. Merdeka (bukan budak), karena seorang budak tidak memiliki wewenang terhadap dirinya sendiri.
3. Muslim, berdasarkan firman Allah swt. :
“dan Allah sekali – kali tidak akan memberi jalan bagi orang – orang kafir untuk memusnahkan orang – orang beriman.” (QS. An Nisa’ : 141)
4. Baligh & berakal, berdasarkan hadist :
“Telah diangkat pena (tidak dibebankan hukum) dari tiga orang...” diantaranya adalah:
“dari anak kecil hingga baligh, dan orang gila hingga sembuh.” (HR. Abu Dawud)
5. Adil, berdasarkan firman Allah swt :
“Hai orang – orang yang beriman, jika datang kepadamu orang – orang yang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti.” (QS. Al-Hujurat : 6)
Dari ayat tersebut kalau yang menjadi pejabat adalah termasuk orang yang informasinya atau keputusannya harus diperiksa terlebih dahulu, maka tentu hal itu tidak diperbolehkan.
6. Mampu melaksanakan tugas – tugas pemerintahan yang diberikan kepadanya. Berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada Abu Dzar al-Ghifari ketika dia minta agar diberi jabatan pemerintahan, maka Rasullah bersabda kepadanya :
“sesungguhnya aku melihatmu, lemah.”
Dalam riwayat lain dikatakan :
“Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu itu lemah, sedangkan (jabatan tersebut) merupakan amanat.” (HR. Muslim dari Abu Dzar).

Berdasarkan kriteria – kriteria inilah insya Allah barakah dari langit akan diturunkan ke negeri ini dan yang dari dalam bumi akan dipancarkannya sebagaimana firman Allah swt. :

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf : 96).

Dari kriteria tersebut sudah sepatutnyalah kita selaku umat Islam menghendaki orang – orang yang memenuhi kriteria tersebut. Karena hanya dengan terpenuhinya kriteria tersebutlah suatu negeri akan mendapatkan berkah dari langit dan bumi. Tentu kita juga harus menerapkan sistem Islam secara sempurna sebagai satu sistem yang akan dijalankan oleh sang pemimpin tadi. Sebab, apalah artinya kepemimpinan seorang pemimpin yang baik tetapi dia menerapkan atau menjalankan sistem yang rusak. Tentulah berbagai kebijakannya akan rusak pula, sebab dia dipilih tidak lain adalah untuk menjalankan sistem tersebut.

Berikut adalah beberapa ayat dan hadist yang berkaitan dengan permasalahan imarah (kepemimpinan) ini :

“Siapa saja yang mengangkat seseorang untuk mengurusi perkara kaum Muslimin, lalu mengangkat orang tersebut, sementara dia mendapatkan orang yang lebih layak dan sesuai daripada orang yang diangkatnya, maka dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Dalam riwayat lain dengan redaksi :
“Siapapun yang membebankan suatu tugas kepada seseorang (dalam sebuah amal) untuk sekelompok manusia sementara dia mendapatkan dalam kelompok tadi yang lebih baik dari orang yang dipilihnya itu, maka dia telah berkhianat kepada Allah, kepada Rasul-Nya dan kepada kaum Muslimin.” (HR. Hakim dalam kitab sahihnya)

“Sesungguhnya kami tidak akan mengangkat seorang yang meminta jabatan untuk suatu urusan yang ada pada kami.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. bersabda kepada Abdur – Rahman bin Sumrah, “Wahai Abdur Rahman, janganlah sekali – kali engkau meminta jabatan. Maka jika engkau memegang jabatan itu tanpa engkau minta, engkau akan diberi pertolongan untuk melaksanakannya. Namun jika jabatan itu diberikan kepadamu karena engkau minta, maka engkau akan terbebani karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Siapa saja yang meminta menjadi hakim dan berusaha untuk itu, maka dia akan terbebani olehnya. Dan siapa saja yang tidak meminta untuk menjadi hakim dan tidak berusaha untuk memintanya, (kemudian dia ditunjuk untuk menempati posisi itu), maka Allah akan menurunkan malaikat agar membimbingnya di jalan yang lurus.” (HR. Ahlus Sunan)

Sabda Nabi saw. kepada Abu Dzar al-Ghifari r.a. berkenaan dengan masalah kepemimpinan (imarah) :
“Sesungguhnya ia adalah amanat. Dan pada hari kiamat ia merupakan kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi yang melaksanakannya sesuai dengan haknya dan melaksanakan yang semestinya.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Nabi Muhammad saw. bersabda :
“Apabila amanat itu disia – siakan, maka tunggulah datangnya Kiamat. Dikatakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, apakah maksud menyia – nyiakan amanat itu?’ Rasullah saw. bersabda, ‘Apabila perkara itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya Kiamat’!” (HR. Bukhari)

“Setiap orang di antara kalian adalah penggembala dan setiap orang di antara kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang digembalakannya. Seorang pemimpin adalah penggembala bagi rakyatnya, maka dia akan ditanya tentang apa yang digembalakannya. Seorang istri adalah penggembala di rumah suaminya, dan dia akan ditanya tentang apa yang digembalakannya. Seorang anak adalah penggembala harta ayahnya, maka dia akan ditanya tentang apa yang digembalakannya. Seorang budak adalah penggembala dari harta majikannya, maka dia akan ditanya tentang apa yang digembalakannya. Ingatlah bahwa kalian semua adalah penggembala dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang digembalakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Tidak seorang pun penggembala yang diserahi Allah untuk menggembalakan sesuatu itu meninggal, sementara dia menyeleweng dari (mengurus) yang digembalakannya, kecuali Allah akan mengharamkan baginya harumnya aroma surga.” (HR. Muslim)

“Apabila aku perintahkan kepadamu tentang suatu urusan, maka laksanakanlah semampumu!” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Sebaik – baik orang yang dapat engkau pekerjakan (untuk suatu tugas) adalah yang kuat dan terpercaya (amin).” (QS. Al – Qashash : 26)

“Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)

“Makhluk yang paling dicintai Allah, adalah imam yang adil, dan yang paling dibenci oleh Allah adalah pemimpin yang zalim.” (Musnad Ahmad)

“Ada tujuh golongan yang dinaungi oleh Allah pada hari dimana tiada naungan pada hari itu kecuali naunganNya : (1) Pemimpin yang adil; (2) Seorang pemuda yang tumbuh dalam suasana ibadah (ketaatan) kepada Allah; (3) Orang yang kalbunya selalu terkait dengan masjid mulai dia keluar sampai kembali lagi; (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karenaNya; (5) Orang yang mengingat Allah dalam suasana sunyi lalu menitikkan air matanya; (6) Orang yang diajak perempuan (untuk berzina) yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, namun dia mengatakan, ‘Aku takut kepada Allah Rabbul ‘Alamiin’; dan (7) Orang yang bersedekah, yang dia sembunyikan sedekah itu hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan tangan kanannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafal kitab Allah. Jika dalam hal hafalan sama, maka hendaklah dipilih yang paling mengerti tentang sunnah. Apabila dalam hal sunnah sama mengertinya, yang lebih berhijrah hendaknya lebih didahulukan, jika di antara dua orang sama – sama memiliki senioritas dalam bidang hijrah, yang lebih tua dari segi usia didahulukan sebagai imam. Dan janganlah seseorang menjadi imam di wilayah kekuasaan orang lain, dan janganlah dia duduk di atas permadani (tuan rumah) kecuali dengan izin darinya.” (HR. Muslim)

Demikianlah beberapa hadist dan ayat yang menunjukkan bahwa kepemimpinan itu adalah suatu amanah. Dan sesungguhnya amanah tersebut bukanlah amanah yang ringan. Sebab Allah swt. mengancam orang – orang yang tidak menunaikan amanah tersebut dengan baik, bahwa mereka tidak akan dinaungi di hari kiamat nanti. Terlebih lagi adanya larangan dari Rasulullah saw. untuk meminta jabatan. Dan sampai saat ini, para calon yang berkampanye itu saya kategorikan termasuk kepada orang – orang yang meminta jabatan sebagai gubernur. Dan sebagaimana keyakinan kita sebagai umat Islam yang berpegang teguh kepada sunnah terlebih lagi kepada hadist sahih, maka saya yakin bahwa mereka nanti akan terbebani oleh jabatan mereka itu dan sama sekali tidak mendapatkan pertolongan dari Allah swt dalam menjalankannya. Oleh karena itu sungguh hal ini merupakan satu peringatan kepada para calon gubernur akan amanah yang berat itu. Apabila merasa tidak mampu menjalankan syariah Allah swt selama memimpin, baik itu karena faktor pribadi ataupun karena faktor sistem yang tidak Islami, sebaiknya anda sekalian mengundurkan diri dari pencalonan itu. Sebab pertanggungjawaban amanah tersebut di akhirat nanti tidaklah ringan.

Berbagai Problem Jakarta dan Solusinya Menurut Islam

Berbagai problem yang terdapat di Ibu Kota Jakarta sebenarnya tidaklah banyak berbeda dengan yang menjadi problem Indonesia. Mulai dari problem pendidikan, politik, ekonomi, sosial, SARA, budaya, sampai dengan problem yang mungkin hanya merupakan problem khusus daerah sebesar Jakarta yaitu problem transportasi dan banjir.

Pendidikan

Secara umum kebijakan – kebijakan pendidikan yang diterapkan di Jakarta juga tidak terlalu jauh berbeda dengan yang diterapkan oleh pemerintah RI. Meskipun ada beberapa sekolah yang telah gratis dari SPP dan biaya lain – lain dengan adanya dana BOS, tetap saja permasalahan pendidikan di Jakarta belum pernah tuntas. Bukankah dalam UUD 1945 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas pendidikan yang layak. Tampaknya hal itu sama sekali tidak berlaku bagi para anak jalanan dan anak – anak yang terpinggirkan di Jakarta.

Tentulah hal itu bukanlah satu hal yang mengherankan, sebab sampai saat ini pemerintah tampak belum memiliki kesungguhan dalam memberikan pendidikan yang layak dan gratis bagi rakyatnya. Sesungguhnya pendidikan gratis itu hanyalah masalah political will dari para penguasa. Presiden SBY dan Cagub Jakarta terpilih nantinya bisa saja berdalih bahwa dana APBN yang ada tidak mencukupi dsb. Akan tetapi pada dasarnya jelas nampak sekali bahwa mereka sama sekali tidak memiliki keinginan yang kuat untuk menggratiskan pendidikan bagi rakyatnya. Buktinya mereka sama sekali tidak memiliki cara yang dicanangkan supaya pendidikan itu gratis. Padahal, kekayaan alam kita baik itu minyak bumi, gas alam, dan emas dijarah dari bumi Indonesia dan masuk ke kantong para pengusaha asing secara cuma - cuma .

Pendidikan gratis di Jakarta tentu saja dapat diwujudkan bila terdapat political will dari Gubernur terpilih nantinya. Sebab yang diperlukan hanyalah political will semata. Jakarta sebagai Ibu Kota negara dan pusat perdagangan Indonesia tentunya memiliki pendapatan yang jauh lebih besar bila dibandingkan daerah – daerah lain. Baik itu berasal dari cukai eksport – import barang – barang dari luar negeri, maupun dari pemasukan – pemasukan lainnya seperti sektor ekonomi komersil.

Namun hal itu tentu akan sangat sulit diwujudkan bila tidak terdapat sinkronisasi antara pemerintah daerah Jakarta dengan pemerintah pusat RI. Sebab yang memegang kendali atas seluruh pengelolaan keuangan negara adalah pemerintah RI. Baik itu sumber – sumber pemasukan yang berasal dari SDA maupun dari sektor – sektor pendapatan yang lain. Pendidikan gratis tentu akan dengan mudah diwujudkan bila terjadi sinkronisasi gerak antara penguasa daerah dengan pemerintah pusat. Political will dari penguasa pusat mengenai SDA yang tidak boleh dijarah akan disokong dengan political will dari pemerintah Jakarta yang berkeinginan mewujudkan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Hal ini tidak hanya berlaku bagi Jakarta saja, tetapi berlaku secara umum bagi seluruh daerah – daerah yang lain.

Saat ini, untuk masuk biaya kedokteran UI saja memerlukan biaya yang tidak sedikit. Bukan lagi puluhan ribu, ratusan ribu, ataupun puluhan juta, tetapi telah mencapai angka ratusan juta. Hal ini tentu ironis sebab semakin lama, pendidikan yang baik hanyalah milik para borjuis yang berduit saja. Tentu ini akan berefek pada profil masyarakat Jakarta yang memiliki kesenjangan cukup tinggi antara si kaya dan si miskin.

Politik pendidikan Islam

Pendidikan dalam Islam dibangun berdasarkan pemikiran tentang wajibnya menuntut ilmu bagi setiap Muslim. Rasulullah saw. bersabda:

Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim. (HR Ibnu Adi dan Baihqi).

Rasul saw. juga bersabda:
Di antara tanda-tanda Kiamat adalah menghilangnya ilmu dan menyebarnya kebodohan…. (HR al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Dalam satu riwayat tentang sahabat Umar disebutkan :
Wadhiyah bin Atha menuturkan riwayat: Di Madinah terdapat tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar memberikan nafkah kepada tiap-tiap mereka lima belas (dinar) setiap bulan.

Satu dinar adalah 4,25 gram emas. Apabila khalifah Umar memberikan nafkah sebanyak 15 dinar setiap bulan, itu artinya para guru digaji sebesar 63.75 gram emas. Apabila kita konversikan ke dalam rupiah dengan anggapan satu gram emas itu sebesar 100 ribu rupiah maka gaji mereka setara dengan Rp. 6.375.000,-. Ini tentulah bertolak belakang dengan apa yang terjadi sekarang. Sebab para khalifah dahulu memandang bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bukan sunnah ataupun mubah.

Maka tidaklah selayaknya dan sepatutnya para calon gubernur tersebut mengobral janji pendidikan gratis dan sebagainya. Sebab pendidikan itu wajib dan sudah menjadi kewajiban bagi siapapun yang duduk sebagai pemerintah atau penguasa untuk mengusahakannya bagi rakyat secara gratis. Jadi pendidikan gratis itu bukanlah satu janji yang dapat diobral – obralkan ketika kampanye. Bahkan sudah tidak perlu digembar – gemborkan lagi sebagai satu janji bila terpilih nanti.

Ekonomi

Saat ini, kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin merupakan tema utama yang tidak pernah habis untuk didiskusikan. Begitu banyak perumahan mewah yang ada di Jakarta, tetapi tidak sedikit pula perumahan kumuh dan tidak layak di sana. Hal ini merupakan satu hal yang harus menjadi konsern utama pemerintah DKI Jakarta nantinya.

Hal ini tentulah tidak berdiri sendiri, sebab apa yang terjadi di bidang perekonomian merupakan satu mata rantai dengan yang terjadi di bidang – bidang lainnya. Sebagai contoh adalah lingkaran kemiskinan yang berasal dari rendahnya daya jangkau pendidikan. Karena miskin, maka seseorang biasanya akan putus sekolah di tengah jalan. Karena putus sekolah maka daya jual yang dimilikinya akan menjadi kecil dan terpaksa harus melakukan pekerjaan – pekerjaan yang bergaji kecil. Dengan demikian jatuh miskinlah dia dan begitu juga dengan anak keturunannya.

Sebagai pusat kota, Jakarta saat ini adalah tempat di mana 80% uang Indonesia berputar di sana setiap harinya. Baik itu dalam bentuk surat – surat saham di bursa efek, maupun uang tunai di bank – bank besar, ataupun juga aktivitas ekonomi sektor riil.

Politik Ekonomi Islam

Politik ekonomi dalam Islam berorientasi pada terjaminnya kebutuhan primer warga negaranya. Sistem ekonomi Islam akan berupaya untuk memenuhi setiap kebutuhan primer rakyatnya baik itu muslim maupun non muslim. Termasuk di dalam kebutuhan primer tersebut adalah kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Strategi Pemenuhan Kebutuhan Pokok Berupa Barang

(1) Negara memerintahkan kepada setiap kepala keluarga bekerja mencari nafkah. (Lihat: QS al-Mulk: [67] 15; QS al-Jumu‘ah [62]: 10; QS al-Jatsyiah [45]: 12).
(2) Negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.
(3) Negara memerintahkan setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika ternyata kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya.
(4) Negara mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan.
(5) Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.

Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Pokok Berupa Jasa

Mekanisme untuk menjamin keamanan setiap anggota masyarakat adalah dengan jalan menerapkan hudûd (qishâsh, potong tangan bagi pencuri, diyat [denda], dsb) yang tegas kepada siapa saja yang mengganggu keamanan jiwa, darah, dan harta orang lain. Dan hal ini tentulah tidak cukup dan bahkan tidak mungkin bila merupakan satu aturan yang ditetapkan di daerah tertentu saja seperti di Jakarta saja atau di Jawa Barat saja. Tetapi merupakan satu ketetapan yang harus ditetapkan oleh pemerintah pusat selaku pelaksana hukum.

Hal inilah yang saat ini mahal di Jakarta. Perampokan baik itu bersenjata ataupun perampasan dengan kekerasan, kerap terjadi. Rasa aman menjadi satu hal yang terasa mewah di Jakarta saat ini. Maka untuk itulah Islam hadir dengan sistem sanksinya yang adil dan mendatangkan ketentraman. Tentu hal ini tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Sebab faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya tindak kriminal tesebut juga harus dihilangkan, misalnya terpenuhinya lapangan pekerjaan yang cukup, pendidikan yang memadai dsb.

Dalam hubungannya dengan jaminan kesehatan, diriwayatkan bahwa Mauquqis, Raja Mesir, pernah menghadiahkan dokternya untuk Rasulullah saw. Oleh Rasulullah saw., dokter tersebut dijadikan sebagai dokter kaum Muslim dan seluruh rakyat, yang bertugas mengobati setiap anggota masyarakat yang sakit. Tindakan Rasulullah saw. ini menunjukkan bahwa hadiah semacam itu bukanlah untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kaum Muslim atau untuk negara.

Bidang kesehatan ini menempati urutan penting dalam daftar kebutuhan primer rakyat yang harus disediakan secara langsung oleh negara atau pemerintah. Pernah suatu ketika seorang anak jalanan sakit keras dan orang tuanya bingung tujuh keliling akan dibawa berobat kemanakah si anak ini. Akhirnya si anak pun meninggal karena tidak mendapatkan perawatan yang semestinya. Tetapi hal itu belum berakhir sampai di sana. Sang orang tua yang telah bingung, membawa mayatnya keliling Jakarta karena tidak tahu harus dikuburkan di mana jenazah anaknya tersebut. Ini tentu hal yang sangat menyedihkan sebab kesehatan merupakan hak dasar rakyat yang harus digratiskan oleh pemerintah. Kesehatan gratis tentunya dapat di wujudkan di Jakarta. Bukan lagi rumah sakit “Harapan Mereka” yang diperbanyak, tetapi rumah sakit “Harapan Rakyat”. Dan untuk kota ekonomi tinggi seperti Jakarta, hal ini bukanlah hal yang mustahil terjadi.

Sosial Budaya

Dalam bidang kehidupan sosial dan budaya, Jakarta menempati posisi pertama sebagai kiblat budaya. Hal ini dikarenakan oleh media tv yang senantiasa mengacu kehidupan Jakarta sebagai latar belakang setiap sinetron ataupun televisi yang diproduksi. Di samping itu, kehidupan sosial yang semakin liberal telah menambah sejumlah PR pemerintah yang harus segera diselesaikan. Tentu bila hal ini dianggap sebagai satu masalah oleh para cagub tersebut.

Buku Jakarta undercover telah membuat hal – hal yang selama ini tidak terungkap secara umum, menjadi satu hal yang saat ini telah diketahui secara umum. Di sana dapat kita ketahui seberapa liberalnya kehidupan sosial di Jakarta. Mulai dari seks bebas yang terjadi di hotel – hotel sampai dengan kehidupan diskotek yang juga tidak kalah liberalnya. Dan berbicara tentang diskotek serta kehidupan malam, Jakarta adalah pusatnya.

Berkaitan dengan ini cukuplah firman Allah swt. berikut sebagai peringatan bagi kaum muslimin Jakarta umumnya dan terutama para Cagub terpilih nantinya :

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” QS. Al Isra’ : 32

Dalam ayat tersebut terdapat larangan untuk mendekati zina. Hal ini berarti zina itu haram hukumnya dan segala hal yang dapat mengantarkan seseorang ke sana juga harus dihilangkan keberadaannya. Dalam hal ini keberadaan diskotek – diskotek, pub karaoke, serta tempat – tempat hiburan lain yang tidak sesuai dengan syariah haruslah dilarang keberadaannya. Inilah tantangan terbesar bagi para calon gubernur nantinya. Meskipun telah ada tanggapan dari kubu Adang yang diusung PKS bahwa mereka tidak akan menghilangkan hiburan – hiburan tersebut selama sesuai dengan hukum. Sedangkan kita tahu bahwa hukum yang diterapkan saat ini adalah hukum sekuler yang pro dengan hal – hal seperti itu. Walhasil permasalahan ini tidak akan pernah selesai kecuali bila terdapat syariah di sana.

Transportasi dan Banjir

Sesungguhnya permasalahan transportasi dan banjir yang terjadi di Ibu Kota Jakarta adalah bukti bahwa pemerintah, baik itu pusat ataupun daerah, tidak serius dalam mengatur dan menata negeri ini. Permasalahan itu timbul di sebabkan oleh beberapa hal berikut :

1. Tidak dipergunakannya ilmu tata kota (planologi) secara maksimal. Selama ini aplikasi dari ilmu tersebut belum dirasa maksimal sebab keberadaan para pakar tata kota tersebut bersifat antara ada dan tiada. Justru yang terjadi malah sebaliknya, banyak lulusan – lulusan program studi tersebut yang bekerja sebagai bankir dsb. Hal ini tentu menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengaplikasikan dan memberdayakan segenap potensi ilmu tersebut.
2. Gagalnya pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebaik apapun ilmu tata kota yang dimiliki oleh suatu negara, tanpa didukung oleh rakyat yang mau mengerti dan mau diatur tentulah ilmu tersebut akan sangat sulit dilakukan. Kegagalan tata kota saat ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mendidik dan memberikan contoh nyata kepada rakyatnya.
3. Gagalnya pemerataan kesejahteraan di negeri ini. Salah satu ciri khas daerah jajahan adalah adanya satu daerah yang biasa disebut dengan ibu kota negara yang lebih maju bila dibandingkan dengan daerah yang lain sebagai pusat dari pengumpulan hasil jajahan. Kepadatan penduduk akibat tidak meratanya gula ekonomi di wilayah – wilayah Indonesia turut andil dalam persoalan transportasi dan banjir ini. Akibat dari tidak meratanya gula ekonomi yang tentunya lebih banyak tersedia di Jakarta itulah yang membuat rakyat berduyun – duyun pergi ke sana dan menambah kepadatan penduduk. Dan kita tahu bahwa Jakarta adalah kota nomor sembilan terpadat di dunia.
4. Tidak adanya pemimpin yang amanah baik itu dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah DKI Jakarta. Coba bandingkan pemerintah yang sekarang dan yang akan datang dengan sikap Khalifah Umar bin Khattab mengenai masalah transportasi berikut ini :

Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab pernah berkata, “Andaikan ada seekor hewan melata di wilayah Irak yang kakinya terperosok ke jalan, aku takut Allah akan meminta pertanggungjawabanku karena tidak memperbaiki jalan tersebut.”

Begitulah sikap seorang pemimpin Islam yang sesungguhnya. Mereka sangat takut akan pertanggungjawabannya kepada Allah swt. kelak. Dan tentu pemimpin – pemimpin seperti itu hanyalah lahir dan ada di dalam atmosfer Khilafah Islam.

Khatimah

Cukuplah bagi kita untuk menutup artikel ini dengan satu renungan akan para pemimpin kita kaum muslimin. Sesungguhnya setiap pilihan kita akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Apakah orang yang kita pilih itu akan menjalankan syariatnya ataukah justru malah menghalang – halangi tegaknya Syariat Allah swt. di muka bumi? Berbagai hal yang disebutkan di atas adalah satu urun rembuk dalam menyelesaikan berbagai problem umat yang ada di negeri ini. Terselesaikannya problem Jakarta bisa juga berarti terselesaikannya problem umat di negeri ini. Bersyariahnya Jakarta bisa juga berarti bersyariahnya negeri ini dan Insya Allah itu berarti bahwa khilafah akan tegak di muka bumi ini bila Jakarta telah bersyariah. Karena bagaimanapun juga frasa “Jakarta hitam, Indonesia hitam, dan Jakarta putih, Indonesia putih” tetap berlaku sampai saat ini. Oleh karena itu, mari kita pimpin Jakarta dengan Syariah menuju kehidupan yang lebih baik dan menuju tegaknya Khilafah Islam. Insya Allah. Amin!

* Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pembebasan Wilayah Jawa Barat

Read More..

Bagaimana Khilafah Akan Mengindustrialisasi Dunia Muslim

Read More..

Bagaimana Khilafah Akan Mengindustrialisasi Dunia Muslim
Dunia muslim saat ini tertinggal jauh di belakang negara industri dunia. Ketika dunia barat memulai industrialisasinya 150 tahun lalu, saat itu dunia Muslim masih tetap belum melakukan apa – apa di bidang industrialisasi. Dan di beberapa kasus justru menyandarkan diri pada dunia yang terus berkembang.

Industrialisasi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menyandarkan gerak roda perekonomian pada industri manufaktur dan kemudian proses tersebut akan menstimulasi sektor – sektor ekonomi lainnya. Sebagai contoh adalah Kerajaan Inggris yang menjadikan sentral produksi sebagai kehidupan ekonominya, pabrikasi kapal, amunisi, dan pertambangan telah mendorong Inggris ke dalam sebuah kekuatan superpower dengan kemampuan untuk bergerak secara cepat dalam rangka perang dan kolonialisasi. Pada keadaan – keadaan tidak perang, industri – industri tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan masyarakat sipil.

Hal ini adalah alasan fundamental bagi setiap bangsa untuk menginginkan proses industrialisasi tersebut terjadi di negaranya. Memiliki sebuah pusat pabrikasi membuat sebuah bangsa dapat mencukupi kebutuhan dalam negerinya sendiri dan independen dari negara lain. Dengan tidak melakukan proses industrialisasi, sebuah bangsa akan memiliki ketergantungan secara politik dan ekonomi kepada negara lain dalam bidang – bidang vital seperti pertahanan, industri, dan produktivitas ekonomi. Skenario yang terakhir inilah yang menggambarkan secara tepat realitas dunia Islam saat ini.

Mengapa Dunia Muslim Gagal Melakukan Industrialisasi?

Secara objektif sungguh sangat mengejutkan bahwa keadaan dunia Muslim, yang memiliki bermacam – macam mineral dan sumber daya alam yang melimpah, sangat miskin dan telah gagal terindustrialisasi. Sebagai contoh, Irak secara luar biasa memiliki 10% dari cadangan minyak dunia. Ataupun juga fakta yang jarang kita dengar adalah Kuwait yang juga memiliki 10% dari cadangan minyak dunia. Dengan mempelajari realitas dari semua negara yang terdiri dari dunia Muslim, seperti Afrika bagian Utara, Timur Tengah, Asia Selatan, Indonesia dan Malaysia jelas menunjukkan adanya suatu kesalahan dan contoh dari kesalahan manajemen ekonomi yang telah tersebar secara luas.

Kelemahan visi politik dan arah yang jelas di tanah – tanah kaum Muslimin dan juga desakan dari penguasa Muslim yang lebih mengejar kebijakan prakmatis jangka pendek, adalah problem historikal semenjak penghancuran Khilafah di tahun 1924 M.
Sebagai contoh adalah Turki yang tidak mampu mencapai potensinya karena kebijakan – kebijakan yang patut dipertanyakan serta kebijakan – kebijakan yang dimotivasi secara politik oleh IMF dan Bank Dunia. Ataupun juga Pakistan di bawah supervisi dari Bank Dunia yang berkonsentrasi untuk mengekspor tekstil sehingga memastikan tidak berkembangnya pusat manufaktur di Pakistan.

Negara – negara Arab tidak pernah mengembangkan industri pabrikasi, bahkan di sektor minyak bumi sekalipun. Hal ini disebabkan oleh keinginan dari perusahaan minyak barat yang ingin mengontrol pemurnian minyak mentah dan melalui ini mereka akan memegang kendali atas produksi minyak dan negara penghasil minyaknya. Pada tahun 2006 di Timur Tengah telah terproduksi minyak sebesar 31.2% dari total minyak mentah dunia. Dari sejumlah itu hanya sebesar 3.2% saja yang secara aktual dimurnikan di dalam negeri penghasil minyak tersebut. Indonesia selama 1980an dan 1990an telah meliberalisasi perekonomiannya dan membukanya lebar – lebar bagi investor asing, hal inilah yang pada akhirnya menghasilkan Krisis Asia di tahun 1997, yang sampai saat ini belum tersembuhkan secara total. Hari ini hal itu tetap menyisakan utang lebih dari 140 juta dolar AS (sekitar 1300 triliun rupiah lebih).

Dunia Muslim mengimplementasikan sebuah kebijakan yang saling kontradiksi satu dengan yang lainnya. Hal ini telah membuat perekonomian mereka secara pasti tidak dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pada akhirnya masyarakat tersebut akan dengan ikhlas memberikan seluruh waktunya dan seluruh usahanya dalam bekerja hanya untuk bertahan hidup saja daripada berkontribusi pada pekerjaan layak yang dibutuhkan oleh negara agar menjadi negara superpower utama. Oleh karena itu supaya dapat terindustrialisasi, kaum muslimin perlu memiliki satu keyakinan akan pertanyaan kenapa ini diperlukan dan kenapa kita harus berkorban untuk sebuah misi tertentu.

Sebagai contoh dari ini adalah apa yang dicapai oleh Amerika Serikat ketika mereka meninggalkan perekonomian konsumsi dan menuju ke industrialisasi di masa sebelum perang dunia ke dua. Pemerintah AS memulainya dengan mengembangkan sistem pertahanan nasional, menghabiskan uang dalam jumlah yang banyak untuk memproduksi kapal, pesawat terbang, senjata, dan perlengkapan – perlengkapan perang lainnya. Hal ini menstimulasi pertumbuhan industri dan pengangguran menurun secara cepat. Setelah AS memasuki perang di bulan Desember 1941, semua sektor perekonomian telah dimobilisasi untuk mensuport perang ini. Industri telah berkembang dengan sangat cepat, dan pengangguran menjadi berkurang bahkan menghilang dengan ditandai munculnya para pekerja yang masih sangat muda – muda atau bisa dikatakan masih anak – anak.

AS saat itu telah mendorong secara cepat mobilisasi masyarakat dan seluruh kapasitas industrinya. Selama akhir 1930an industri perang telah mencapai sasaran produksi yang mengejutkan yaitu 300.000 pesawat terbang, 5.000 kapal kargo, 60.000 landing craft, serta 86.000 tank. Pekerja wanita juga telah memainkan peranan yang besar dalam produksi industri daripada masa – masa sebelumnya. Para pebisnis juga mengabaikan efek dari depresi yang hebat dan mulai mengambil keuntungan dari kontrak – kontrak pemerintah yang sangat banyak. Lapangan pekerjaan mulai bermunculan di mana – mana dan orang – orang mulai bekerja untuk kesuksesan perang. Publik telah menerima kontrol pendistribusian dan kontrol harga untuk pertama kalinya sebagai bentuk suport mereka dalam menyukseskan perang. Permintaan barang yang digunakan untuk suplai perang dalam jumlah besar terjadi dalam waktu yang singkat serta tidak begitu menghiraukan biaya yang diperlukan. Bisnis telah mempekerjakan setiap orang yang nampak dalam pandangannya, bahkan truk – truk di jalan – jalan kota meminta orang – orang untuk melamar pekerjaan baginya. Pekerja baru sangat dibutuhkan untuk menggantikan 11 juta orang usia produktif yang bekerja di militer. Semua aktivitas negara seperti pertanian, pabrikasi, pertambangan, perdagangan, perburuhan, investasi, komunikasi, bahkan pendidikan dan kebudayaan didorong untuk terindustrialisasi dalam rangka mempersiapkan diri untuk masa – masa perang.

Bersamaan dengan ini, AS membawa serta para saintis dan insinyur terbaik mereka. Pemerintah AS berasumsi bahwa terdapat kemungkinan untuk membangun sebuah senjata gabungan yang merupakan senjata yang sangat berguna dan memiliki kemampuan destruktif yang besar. Lahirlah proyek Manhattan. Proyek ini adalah hasil dari dorongan internal yang kuat untuk menjadi negara pertama yang memiliki bom atom, karena bom atom ini memiliki kekuatan yang sangat strategis.

Dari sini dapat kita lihat bahwa kegagalan dunia Muslim saat ini menunjukkan level kesalahan manajemen dari sumber daya alam yang ada saat ini. Penyebab utama dari kegagalan ini adalah : tidak adanya pandangan ideologis dari para penguasa dan sebagai konsekuensinya adalah kelemahan visi politik untuk tanah kaum muslimin ini. Dua faktor ini bermakna bahwa meskipun kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, negeri – negeri kaum muslimin ini akan tetap tunduk baik secara ekonomi maupun secara politik kepada barat selama mereka tidak memiliki dasar yang konsisten dalam membangun perekonomian mereka. Hal inilah yang membuat perekonomian kita terpecah belah atau terputus – putus dan oleh karena itu gagal untuk bergerak dalam satu arah.

Kebijakan – Kebijakan Khilafah untuk mengindustrialisasi terdapat dalam point – point berikut ini :

Membangun sebuah perekonomian berorientasi pertahanan militer

Sebagian besar perekonomian negara maju dikarakterisasi dengan suatu tekanan pada sektor tertentu dari ekonomi – biasanya dengan menggunakan sektor ini sebagai sebuah stimulus untuk bagian ekonomi lainnya. Sebagai contoh adalah pergeseran perekonomian Inggris dari ekonomi manufaktur ke perekonomian berbasis jasa di akhir 1980an. Sekarang ini mayoritas aktifitas ekonomi Inggris didorong untuk menyediakan berbagai jasa dan inilah yang akan menggerakkan aktifitas ekonomi dari sektor – sektor yang lainnya. Akan tetapi hal ini bertolak belakang dengan apa yang akan dilakukan oleh Khilafah Islam. Khilafah Islam akan menitikberatkan tekanan pada industri pertahanan sebagai stimulus dan kekuatan di belakang perekonomian Khilafah. Tidak hanya karena hal ini akan meningkatkan jumlah lapangan kerja dan memberikan berbagai kesejahteraan ekonomi tetapi juga karena industri ini adalah industri yang penting sebagai pencegah negara lain yang memiliki niat buruk untuk menguasai wilayah kaum muslimin.

Membangun sebuah ekonomi di sekitar pertahanan militer melibatkan pengembangan industri berat seperti baja dan besi, batubara dll sebagaimana juga pabrikasi senjata dan yang lainnya. Kebijakan – kebijakan utama yang akan dijalankan adalah sebagai berikut :

→dalam rangka untuk mengindustrialisasi, dibentuk sebuah forum yang secara spesifik mendorong perolehan support dan kerjasama dari para industrialis. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk menyediakan insentif, baik ekonomi dan juga politik, untuk para industrialis agar mengembangkan tipe pabrik tertentu dan tipe bisnis tertentu disekitar industri berat dan kebutuhan ekonomi berorientasi pertahanan militer. Insentif dapat berupa gratis pinjaman tanah dengan kompensasi produksi baja, besi atau bahan kimia untuk memunculkan para pebisnis dan wiraswasta. Insentif yang lain dapat berupa pinjaman yang disediakan oleh pemerintah kepada orang yang berkeinginan memulai bisnis tertentu di area tersebut yang pengembangannya dibutuhkan oleh negara atau suplai bahan – bahan kimia atau juga ekstraksi logam.

Langkah ini sama dengan kebijakan yang diterapkan oleh Jepang setelah pendudukan AS berakhir di tahun 1952 dengan bantuan dan persetujuan dari AS. Jepang juga membawa serta para pebisnis terbaiknya dan wirausaha – wirausaha terbaiknya dalam rangka menyerang balik ancaman komunisme, yang saat itu telah mencapai Korea Utara. Sebagai hasilnya pemimpin Jepang mencabut larangan pemilikan bersama yang memberikan formasi baru konglomerat besar yang telah mendominasi perekonomian jepang sampai saat ini. Group ini, dikenal sebagai keiretsu, yang merupakan keturunan langsung dari masa sebelum perang zaibatsu, sebagai pemilik hubungan dengan the Big Six – Mitsui, Mitsubishi, dan Sumitomo. Para Industrialis bekerja untuk tujuan dari negaranya sebagaimana layaknya mereka dapat melihat kekayaan dalam jumlah masif yang dapat diperoleh dari proses tersebut. Militer Amerika Serikat mulai membeli suplai dari Jepang, membuat permintaan yang sangat besar untuk barang – barang Jepang. Proses dari industrialisasi itu sendiri mempercepat pertumbuhan ekonomi, banyak pekerja yang berpindah dari pertanian produktivitas rendah dan produksi tekstile menuju industri modern. Oleh karena itu sebagai hubungan dengan wiraswasta atau entrepreneur, produksi dari permintaan barang yang lebih tinggi, ataupun juga barang yang lebih bernilai, seperti mesin – mesin industri, akan secara gradual menggantikan permintaan rendah dari barang – barang industri, seperti tekstil dll. Memasuki 1970 banyak output industri Jepang yang mengandung produk yang bahkan tidak pernah eksis di pasaran Jepang 20 tahun sebelumnya, seperti televisi berwarna, petrochemical, dan Air Conditioner (AC).

Ini adalah tipe kebijakan yang harus dilakukan oleh Dunia Islam dengan melihat pada perolehan keuangan secara pribadi dan juga menyatukan kunci kepemimpinan industri di belakang daulah Khilafah. Dunia Islam saat ini tidak memiliki para industrialis yang kaya dan juga para pebisnis. Namun ketika realisasi dari berbagai kebijakan menunjukkan tanda – tanda menuju kemakmuran, maka mereka akan pindah menjadi bagian dari kebangkitan ekonomi ini selama mereka dapat menghasilkan kekayaan yang belum pernah dikenal sebelumnya di dunia Muslim selama waktu yang lama. Kebijakan ini konsern untuk kesadaran masyarakat dan membantu menghasilkan investasi pribadi.

Visi Politik

Alasan utama mengapa dunia Muslim saat ini tetap tidak terindustrialisasi adalah karena kelemahan dari visi politiknya. Penguasa Muslim telah meletakkan dirinya sendiri sebagai agen resmi perusahaan multinasional barat. Konsep – konsep pasar bebas dan perdagangan bebas selalu menjadi jargon yang didengung – dengungkan di negara – negara berkembang. Hal itu dilakukan semata – mata hanya untuk kepentingan – kepentingan perusahaan barat semata. Yang diperlukan untuk terindustrialisasi sebenarnya hanyalah political will dari para penguasanya. Mesir misalnya yang telah sukses mengembangkan program nuklir pada 1950an walaupun pada akhirnya mengakhiri program tersebut setelah kalah dari Israel pada tahun 1967. Ataupun juga Pakistan yang juga melaksanakan dan mengembangkan program nuklirnya secara gemilang.

Untuk kemunculan awal daulah khilafah, kebijakan penting yang harus diambil adalah menyatukan orang – orang dalam satu visi politik. Sekali hal ini dapat dicapai, maka orang – orang akan bekerja untuk mencapai tujuan dari rencana yang disusun, lalu hal ini akan disebarluaskan kepada wilayah Muslim yang tersisa dan sekali mereka dapat merasakan arahnya maka mereka akan berpindah untuk mendukungnya. Salah satu dari problem terbesar yang ada di wilayah kaum muslimin saat ini adalah kelemahan setiap kebijakan – kebijakannya. Khilafah akan mencari orang – orang yang paling baik kemampuannya dan membuat mereka memainkan peran dalam visi ini, sehingga hal ini akan memberikan kepercayaan diri kepada masyarakat.

Hal ini membutuhkan pengembangan kapabilitas militer untuk mempertahankan negaranya sendiri dan memukul mundur setiap penyerbu dan lawan – lawan yang potensial untuk menyerang. Pemikiran ini akan memandu perkembangan teknologi yang tidak ada di dunia Islam, sebagai upaya untuk membawa militer khilafah berada dalam tingkat yang sama dengan standard modern global. Untuk mencapai hal ini maka khilafah harus diindustrialisasi. Untuk mengindustrialisasi kita butuh keahlian teknik dan bahan mentah, dan hal ini membutuhkan strategi khusus untuk mengembangkannya.

Sebagai contoh dari ini adalah apa yang terjadi pada USSR (Uni Soviet); Kaum komunis menerapkan sebuah rencana 5 tahun yang dimulai pada 1928, sebagai upaya untuk membangun pusat industri berat tanpa menunggu akumulasi kapital melalui ekspansi industri konsumer dan tanpa bergantung pada keuangan dari luar. Rencana lima tahun ini adalah sebuah list economic goal yang didesain untuk memperkuat ekonomi USSR antara tahun 1928 dan 1932. Hal ini telah membuat negara itu memiliki kekuatan militer dan industri sekaligus yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Rencana lima tahun itu memanfaatkan semua aktivitas ekonomi menuju pengembangan sistematik dari industri berat, oleh karena itu hal ini telah mentransformasi Uni Soviet dari negera pertanian primitive menjadi pemimpin industri dan kekuatan militer. Dalam upaya mengimplementasikan rencana tersebut, rezim Stalin menjadikan sumber daya alam menjadi penghasil batubara, besi, baja, rel kereta api, serta mesin – mesin industri. Seluruh kota baru, seperti Magnitogorsk di Urals, dibangun dengan penuh antusias oleh para pekerja muda dan intelektual. Ambisi yang dimiliki rencana itu telah membantu mengembangkan sense misi dan membantu mobilisasi untuk mendukung rezim.

Ini semua menunjukkan bahwa sumber daya alam tersebut akan diubah menjadi bahan – bahan yang bermanfaat dengan political will yang akan memberikan arahannya.

Pengolahan Mineral

Khilafah akan mengontrol setiap mineral dan industri yang mengekstrak dan memurnikannya. Sehingga untuk mengeliminasi kebergantungan kepada pihak asing, hal ini haruslah dilakukan. Ini akan menjadi objektiv utama industri bahan mentah sebagai bagian esensial bagi banyak industri agar dapat berjalan dengan baik. Misalnya saja Pakistan yang memiliki sumber – sumber alam yang patut dipertimbangkan, termasuk diantaranya minyak, gas, emas, kromit, bijih besi, batu bara, bauksit, tembaga, antimoni, sulfur, batu gamping, marble, pasir, garam, dan tanah liat untuk keramik. Bersamaan dengan tumbuhnya khilafah Islam, dengan mengintegrasikan wilayah kaum muslimin yang lain maka akan didapatkan sumber – sumber alam yang serupa dengan ini. Hal ini akan memberikan sense untuk mengembangkan industri internal yang dapat mengekstrak dan memproses sumber – sumber tersebut sehingga tidak bergantung kepada ahli – ahli dari luar.

Sebagian besar dari sumber – sumber itu saat ini diproses oleh perusahaan – perusahaan asing, terutama yang berasal dari AS. Perusahaan – perusahaan ini diberi bagian dari sumber – sumber alam yang mereka ekstrak, pada bidang minyak dan gas misalnya, dan tidak ada usaha sama sekali untuk mentransfer skill dan teknologi tersebut sehingga Pakistan menjadi mandiri dalam aktivitas mengelola sumber – sumber tersebut. Sedangkan perusahaan minyak nasionalnya dijual begitu saja atas kedok privatisasi.

Agar kemandirian dalam memproses mineral tersebut dapat terwujud ada beberapa langkah yang harus diambil. Misalnya semua sumber alam yang tidak terdapat di wilayah Khilafah, harus diimpor dari negara yang tidak memiliki maksud atau niatan buruk atas khilafah Islam. Ini adalah kebijakan yang saat ini diambil oleh Cina. Karena saat ini Cina haus akan minyak, maka mereka memberikan berbagai macam bantuan, pinjaman (banyak diantaranya yang telah dihapuskan) dan dana segar kepada negara – negara Afrika dalam rangka memperoleh minyak. Itu dilakukan dengan membangun pabrik pemurnian termasuk infrastruktur pendukungnya seperti jalan, sekolah, rumah sakit, dan kantor tanpa mencampuri urusan dalam negeri negara tersebut, hal ini sangat kontras dengan keterlibatan barat di dunia Islam saat ini. Kebijakan yang serupa dapat dilakukan oleh Khilafah jika diperlukan, meski begitu kita wajib bersyukur atas sebagian besar wilayah kaum Muslimin yang diberkahi dengan memiliki berbagai sumber alam dan hanya beberapa mineral penting saja yang perlu diimpor.

Negara juga harus mengembangkan kebijakan untuk perusahaan barat yang eksis di dunia Islam. Yang harus dimengerti dalam menghadapi mereka adalah letak permasalahan yang sesungguhnya dengan dunia Islam. Keberadaan mereka saat ini telah menjadi permasalahan dengan fakta bahwa mereka diberi hak penuh secara gratis untuk menambang sumber – sumber alam dan pada banyak kesempatan diberi bagi hasil dari sumber alam tersebut sebagai pembayaran. Juga banyak penguasa muslim dan elite mereka yang memastikan perusahaan asing tersebut mendapatkan keuntungan secara personal dengan bertindak sebagai penghalang bagi negara secara aktual untuk mengambil keuntungan dari sumber – sumber alam tersebut.

Di samping itu, problem terbesar yang dihadapi saat ini adalah fakta bahwa perusahaan – perusahaan tersebut tidak mentransfer skill atau teknologi ke negera tempat mereka bekerja di dalamnya. Perusahaan – perusahaan ini harus dipaksa untuk menandatangani perjanjian dalam rangka transfer teknologi ke Khilafah Islam. Perdagangan adalah alat yang kuat dalam mengamankan hubungan yang terjadi tersebut. Tidak ada dua negara dengan hubungan perdagangan yang sehat akan berperang satu sama lainnya. Hubungan antara AS dengan Cina membuktikan hal ini, meskipun kedua negara memandang satu sama lainnya sebagai musuh, akan tetapi mereka tidak dapat berperang, selama mereka saling membutuhkan satu sama lain untuk sekarang ini. Contoh bagus yang menunjukkan transfer teknologi adalah kasus pembelian kapal selam yang baru oleh Pakistan. Pakistan dan Perancis telah menandatangani sebuah deal untuk mengembangkan tiga buah kapal selam. Satu diantaranya akan dirakit di Perancis, dan sisanya akan di rakit di Pakistan. Dua kapal selam yang dirakit di Pakistan akan dirakit dengan bantuan dari Insinyur Perancis, oleh karena itu transfer teknologi akan terjadi. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa dengan political will industrialisasi dapat terwujud.

Khilafah juga harus mengidentifikasi mesin – mesin dan perlengkapan – perlengkapan yang dibutuhkan dan mendapatkannya dari negara – negara sahabat. Pakistan saat ini telah memiliki infrastruktur pabrik berat maupun ringan. Sebagai contoh misalnya mesin – mesin untuk gula dan pabrik semen, pemanas (boiler), slender jalan, mesin panen, mesin tekstil dll. Kompleks Mekanik Berat juga telah memiliki fasilitas untuk memproduksi besi dan baja pelapis baik dalam skala ringan, medium, maupun berat. Industri ini diantara industri yang lainnya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan industri suplai mesin – mesin dan perlengkapan – perlengkapan yang dibutuhkan industri bahan mentah, sebagaimana layaknya industri – industri yang lain.

Khilafah dapat membiayai Industrialisasi dalam tiga Cara

-Investasi Langsung- hal ini akan dilakukan bila memperoleh profit merupakan suatu hal yang sulit jika usaha tersebut dipasrahkan ke industri, seperti misalnya pembuatan kapal, riset luar angkasa atau aerospace atau mengoperasikan sistem rel kereta api. Oleh karena itu, Khilafah harus mengoperasikan ini semua atau mensubsidi operasinya.

-Kerja sama dengan Industri- ini terjadi pada proyek yang terdapat nilai komersil didalamnya atau keterlibatan pemerintah diharuskan untuk dapat membuat proyek tersebut dapat dijalankan seperti proyek eksplorasi minyak.

-memberi insentive kepada Industri untuk turut serta dalam proyek- ini dilakukan dengan memberikan kontrak ke industri untuk memproduksi tank, senjata, kapal dsb atau dengan menyediakan pinjaman/dana bantuan/subsidi ke industri yang memproses bahan mentah, atau juga menyediakan lahan untuk proyek konstruksi seperti pabrik senjata dll.

Khilafah juga dapat mencari orang – orang yang memiliki kemampuan untuk membantu dalam pengembangan industri pertahanan ini. Dunia Muslim telah memiliki saintis nuklir yang handal dan juga insinyur – insinyur nuklir sebagaimana layaknya insinyur perminyakan. Di sebabkan oleh sedikitnya kesempatanlah banyak para personel yang terlatih itu terpaksa pergi ke luar negeri yang secara sederhana akan membuat komposisi para ahli dan teknologi yang ada menjadi defisit. Sebagai contoh, ketika Mesir menyerahkan kebijakan pengembangan senjata nuklirnya pada 1967 banyak saintisnya yang pergi ke Irak dan bergabung dengan Program pembuatan senjata Saddam Husein. Abdul Qadir Khan sebagai bapak program nuklir Pakistan saat ini sedang tidak memiliki pekerjaan apapun alias pengangguran.

Melakukan sebuah kebijakan industrialisasi akan memberikan stimulus yang besar pada bidang ekonomi. Apa yang saat ini tidak ada di dunia Muslim adalah arah ataupun rencana apapun dalam suasana ekonomi. Mayoritas dari perekonomian kita adalah kondisi kekurangan stimulus dan investasi dan juga terlalu bergantung pada ekspor minyak dan gas.

Kreasi dari industri pertahanan yang maju akan membawa sebuah injeksi investasi yang masif. Investasi ini akan berlipat ganda dengan investasi pribadi dari para entreprenuer yang tekun untuk memperbanyak keuntungan yang akan dihasilkan. Satu efek nyata yang harus dapat dipahami adalah bahwa sebuah kebijakan akan membuat lapangan pekerjaan untuk orang – orang yang sebelumnya menganggur. Negara mungkin akan membiayai training – training, meskipun dunia Muslim saat ini bukanlah negeri – negeri yang kekurangan orang – orang yang terampil.

Pembukaan lapangan – lapangan kerja ini akan secara natural meningkatkan konsumsi, sebagai akibat dari orang yang memiliki jumlah pendapatan yang besar. Hal ini akan meningkatkan permintaan barang dari masyarakat umum. Peningkatan permintaan ini akan mendorong pengembangan sektor ekonomi yang lain seperti sektor pabrikasi barang, sektor barang konsumsi, dan juga permintaan untuk beberapa barang mewah. Permintaan ini akan mendorong orang untuk mensuplay barang – barang tersebut sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan lagi dan lagi, sehingga kekayaan ekonomi pun akan semakin meningkat.

Agrikultur

Dalam rangka untuk melaksanakan kebijakan industrialisasi, merupakan hal yang sangat penting bagi setiap negara untuk dapat menyediakan kecukupan pangan bagi dirinya sendiri. Merupakan hal yang sangat penting bagi negara untuk tidak tergantung pada kekuatan luar negeri dalam bidang kebijakan agrikulturalnya. Setiap kebijakan pengembangan akan menjadi tidak berarti tanpa kemampuan dari suatu negara untuk menyediakan bahan makanan dasar bagi rakyatnya. Khilafah juga harus mengembangkan sebuah kebijakan agrikultur yang independen, dengan memanfaatkan lahan subur yang tersedia, yang diberkahkan kepada dunia Muslim.

Sebagai contoh Turki yang mendirikan pusat industri dan juga mengembangkan kebijakan agraria melalui intervensi negara pada masa pasca perang dunia, meskipun selama akhir 1980an reformasi IMF telah menghambat pengembangan ini dengan sangat berat. Sebagai konsekuensinya, Turki saat ini hanyalah negara eksportir bahan makanan, sapi dan hewan ternak.

Dengan keberadaan hal ini dalam benak, di masa depan, Khilafah harus menginvestasikan mesin – mesin dan teknik – teknik agrikultur terbaru. Sebagai contohnya adalah Korea Utara yang memiliki kebijakan agrikultur yang baik, dikembangkan setelah perang dunia dua yang disebut dengan filosofi Juch dalam tiga tahap melalui arahan komunis. Korea Utara adalah sebuah negara yang dapat secara potensial berdagang dengan Khilafah. Sebab selama ini mereka berkeinginan untuk mengekspor barang industri pertanian mereka, akan tetapi mereka mendapati bahwa pasar di AS dan Eropa telah tertutup karena ekonomi proteksionis yang diterapkan oleh AS dan Eropa yang notebenenya adalah negara Kapitalis. Khilafah dapat membuat perjanjian perdagangan yang saling menguntungkan kedua pihak. Sebagai contoh kita dapat membeli mesin – mesin agrikultur Korea Utara sembari mempelajari teknik agrikultur mereka.

Kesimpulan

Meskipun artikel ini adalah sebuah outline umum akan tetapi kebijakan – kebijakan yang ada dalam artikel ini perlu untuk diterapkan secara riil dalam realitas Khilafah yang memiliki otoritas untuk menerapkannya. Wilayah kaum Muslimin sangat berlimpah dengan sumber – sumber alam serta para ahli dan orang – orang yang akan bekerja untuk tercapainya tujuan Islam. Penguasa kaum muslimin saat ini selama mereka tetap menjamin bahwa negara mereka tidak akan terindustrialisasi untuk mencapai potensi yang sesungguhnya dan mengukuhkan kedudukan mereka sebagai agen dari negara adidaya saat ini, maka kebangkitan itu tidak akan pernah diraih. Jerman menantang Kerajaan Inggris di awal abad 20 dengan mengindustrialisasi negaranya yang pada akhirnya membawanya ke perang dunia pertama. Dan ini akan dilakukannya lagi untuk menggeser keseimbangan kekuatan global dunia melalui industrialisasinya, dan lagi – lagi dalam waktu enam tahun saja mereka telah mendapatkan kekuatan dunia untuk menyaingi Inggris. Uni Soviet dalam waktu 20 tahun mengindustrialisasi negaranya secara cepat dan selama 50 tahun berkompetisi dengan AS untu memainkan peran sebagai superpower global. Contoh – contoh ini menunjukkan bahwa di mana ada kemauan untuk mengindustrialisasi dan mempertahankannya sendiri, maka di sana akan tercapai kemajuan itu. Tetapi tanpa industrialisasi ini mereka akan tetap selalu jatuh di bawah pengaruh dari kekuatan asing. Bagaimanapun juga, kunci perbedaannya harus diperhatikan. Seluruh contoh – contoh negara yang mengindustrialisasi negaranya, melakukannya dengan tujuan untuk mengendalikan atau mengkolonisasi wilayah lain dengan mendapatkan kekuatan dunia.Sedangkan dorongan utama kita Umat Islam untuk melakukan industrialisasi dan kemajuan teknologi haruslah dibangun atas dasar aqidah Islam, sebagai pendorong utama dan motivasinya. Yang ditunjukkan di setiap waktu dengan beriman kepada Allah dan RasulNya.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. QS. Al – Anfaal [8] : 24

[WS]Sumber : KCom

Read More..

Khilafah (Imamah) Di Mata Para Ulama Terkemuka

Read More..

BULETIN AL-ISLAM EDISI 365
Pengantar
Sebagai entitas sosial, sejarah umat Islam yang tersebar ke seluruh dunia, dan kini mencapai 1,4 miliar orang itu tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Khilafah Islam. Karena itu, keberadaan dan sumbangannya kepada umat ini tidak pernah diingkari oleh siapapun, Maka, wajar jika para ulama’ menyatakan, bahwa imamah atau Khilafah merupakan perkara yang telah diyakini urgensinya di dalam konstruk ajaran Islam (ma’lum[un] min ad-din bi ad-dharurah).
Pro-kontra seputar wajib dan tidaknya kaum Muslim menegakkan Khilafah Islam justru baru muncul setelah Khilafah Islam itu sendiri—yakni Kekhilafahan Islam yang terakhir di Turki—dihancurkan oleh rezim Kemal Attaturk dengan dukungan dan rekayasa Inggris pada bulan tanggal 27 Rajab 1342 H, bertepatan dengan 3 Maret 1924 M. Setelah itu, berbagai upaya untuk mengembalikannya pun diaborsi di tengah jalan. Konferensi Kaero dan Konferensi Hijaz adalah bukti nyata keberhasilan upaya mereka. Bukan hanya itu, mereka juga mulai menghapus jejak Khilafah, dan membuat berbagai buku yang menafikan keberadaan dan kewajibannya. Sebut saja, buku al-Islam wa Ushul al-Hukm yang ditulis atas nama Syaikh ‘Ali Abdurraziq, agen intelektual Inggeris, yang kemudian seluruh gelarnya dicabut oleh Universitas.
Akibatnya, banyak dari generasi umat Islam saat ini yang seolah-olah tidak mengenal apa itu Khilafah. Tentu, ini sangat menyakitkan. Pasalnya, dalam sejarah, hanya Khilafahlah—selama lebih dari 13 abad lamanya—yang menjadi satu-satunya institusi yang menerapkan syariah Islam, pelayan dan pelindung umat Islam sekaligus penyebar risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad.
Namun demikian, Allah SWT telah berfirman:
وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. (QS an-Nur [24]: 55).
Rasulullah saw. juga pernah bersabda:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ »
Selanjutnya akan muncul kembali Kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian. (HR Ahmad).
Sebagai umat Muhammad, kita wajib mengimani janji Allah SWT dan membenarkan kabar gembira yang disampaikan oleh Rasul-Nya saw. di atas. Hanya saja, janji itu tidak bisa datang dengan sendirinya. Di sinilah, umat Muhammad ini dituntut untuk memperjuangkannya, hingga bisyarah nubuwwah tersebut benar-benar terwujud, dengan izin dan pertolongan Allah. Semoga Allah SWT memuliakan umat ini dengan kembalinya Khilafah, agar kehidupan mereka dipenuhi dengan ibadah, berkah dan ridha dari Allah SWT. Di sana, mereka bisa menjadi tentaranya, menjunjung tinggi râyah (bendera)-nya, dengan baik dan di atas kebaikan, dan agar dengannya, umat ini bisa meraih kemenangan demi kemenangan. Sungguh, Allah Mahakuasa atas semuanya itu.
Khilafah di Mata Para Ulama Terkemuka
1. Hakikat Khilafah (Imamah).
Menurut Imam al-Juwaini, “Imamah (Khilafah) adalah kepemimpinan menyeluruh serta kepemimpinan yang berhubungan dengan urusan khusus dan umum dalam kaitannya dengan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia.” (Al-Juwaini, Ghiyâts al-Umam, hlm. 5).
Dalam pandangan Imam al-Mawardi, “Imamah (Khilafah) itu ditetapkan sebagai penggganti kenabian, yang digunakan untuk memelihara agama dan mengatur dunia.” (Al-Mawardi, Al-Ahkâm ash-Shulthâniyah, hlm. 5).
Karena itu, menurut Ibn Khaldun, “Khilafah membawa semua urusan kepada apa yang dikehendaki oleh pandangan dan pendapat syar‘i tentang berbagai kemaslahatan akhirat dan dunia yang râjih bagi kaum Muslim. Sebab, seluruh keadaan dunia, penilaiannya harus merujuk kepada Asy-Syâri‘ (Allah SWT) agar dapat dipandang sebagai kemaslahatan akhirat. Jadi, Khilafah, pada hakikatnya adalah Khilafah dari Shâhib asy-Syar’i (Allah), yang digunakan untuk memelihara agama dan mengatur urusan dunia.” (Ibn Khaldun, Muqaddimah, hlm. 190).
2. Kewajiban menegakkan Khilafah.
Kewajiban menegakkan Khilafah atau mengangkat dan membaiat seorang khalifah adalah kewajiban berdasarkan al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat. Ini telah dimaklumi oleh para ulama sejak dulu. Menurut Syaikh Abu Zahrah, “Jumhur ulama telah bersepakat bahwa wajib ada seorang imam (khalifah) yang menegakkan shalat Jumat, mengatur para jamaah, melaksanakan hudûd, mengumpulkan harta dari orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin, menjaga perbatasan, menyelesaikan perselisihan di antara manusia dengan hakim-hakim yang diangkatnya, menyatukan kalimat (pendapat) umat, menerapkan hukum-hukum syariah, mempersatukan golongan-golongan yang bercerai-berai, menyelesaikan berbagai problem, dan mewujudkan masyarakat yang utama. (Abu Zahrah, Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyah, hlm. 88).
Karena itu, menurut Dr. Dhiya’uddin ar-Rais, “Khilafah merupakan kedudukan agama terpenting dan selalu diperhatikan oleh kaum Muslim. Syariah Islam telah menetapkan bahwa mendirikan Khilafah adalah satu kewajiban mendasar di antara kewajiban-kewajiban agama. Bahkan dia adalah kewajiban terbesar (al-fardh al-a‘’zham). Sebab, padanyalah bertumpu/bergantung pelaksanaan seluruh kewajiban lainnya.” (Ar-Rais, Al-Islâm wa al-Khilâfah, hlm. 99).
Senada dengan Ar-Rais, Syaikh Abdul Qadir Audah menyatakan, “Khilafah dapat dianggap sebagai satu kewajiban di antara fardhu-fardhu kifayah yang ada, seperti halnya jihad dan peradilan (al-qadhâ’). Jika kewajiban ini telah dilaksanakan oleh orang yang memenuhi syarat maka gugurlah kewajiban ini dari seluruh kaum Muslim. Namun, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, seluruh kaum Muslim berdosa hingga orang yang memenuhi syarat dapat melaksanakan kewajiban Khilafah ini. (Audah, Al-Islâm wa Awdha’unâ as-Siyâsiyah, hlm. 124).
Karena itulah, menurut Imam Ibn Hazm, “Para ulama telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu dan adanya Imam merupakan satu keniscayaan; kecuali sekte an-Najadat (sekte Khawarij)—pendapat mereka sesungguhnya telah menyalahi ijmak” (Imam al-Hafizh Abu Muhammad Ali bin Hazm al-Andalusi azh-Zhahiri, Marâtib al-Ijmâ’ , 1/124).
Pernyataan Ibn Hzam di atas juga dikuatkan oleh Imam asy-Syaukani (Imam al-Hafidz Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Nayl al-Awthâr Syarh Muntaqa al-Akhbâr, XIII/290).
Ada juga ulama yang mengaitkan kewajiban mewujudkan Imamah (Khilafah) ini dengan kewajiban membentuk peradilan Islam. Imam Al-Hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa an-Nawawi, misalnya, menyatakan, “Adanya imam (khalifah) yang menegakkan agama, menolong sunnah, memberikan hak bagi orang yang dizalimi serta menunaikan hak dan menempatkan hal tersebut pada tempatnya merupakan suatu keharusan bagi umat Islam.” (Imam Al-Hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa an-Nawawi, Rawdhah ath-Thâlibîn wa Umdah al-Muftin, 1/386).
Imam al-Hafidz Abu Yahya Zakaria al-Anshari juga menyatakan, “Mewujudkan Imamah (Khilafah) adalah fardhu kifayah, sebagaimana peradilan (Imam al-Hafidz Abu Yahya Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahâb bi Syarhi Minhâj ath-Thullâb, II/ 268).
Pendapat senada juga terdapat dalam beberapa kitab lain, di antaranya: Mughni al-Muhtâj ilâ Ma’rifah Alfâdz al-Minhâj (XVI/287); Tuhfah al-Muhtâj fî Syarh al-Minhâj (XXXIV/ 159); Nihâyah al-Muhtâj ilâ Syarh al-Minhâj (XXV/419); Hasyiyah Qalyubi wa ‘Umayrah, XV/102).
3. Akibat tidak adanya Khilafah.
Tidak adanya Khilafah, menurut Imam Ahmad bin Hanbal, “akan ada fitnah yang sangat besar jika tidak ada Imam (Khalifah) yang mengurusi urusan masyarakat.” (An-Nabhani, Ibid, II/19).
Bahkan menurut Ibn Taimiyah, “Amar makruf dan nahi munkar hanya bisa berjalan dengan sempurna dengan adanya sanksi syariah (‘uqubat syar’iyyah). Sebab, melalui kekuasaan (imamah/khilafah) Allah akan menghilangkan apa yang tidak bisa dilenyapkan dengan al-Qur’an. Menegakkan hudud adalah wajib bagi para penguasa.” Beliau juga menegaskan, “Harus diketahui, bahwa adanya kepemimpinan untuk mengurusi urusan orang merupakan kewajiban agama (Islam) yang paling besar. Bahkan, tanpanya, agama dan dunia ini tidak akan tegak.” (Ibn Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, juz XXVIII, hal. 107 dan 390)
Imam al-Ghazali juga menyatakan, “Kita tidak mungkin bisa menetapkan suatu perkara ketika negara tidak lagi memiliki Imam (Khilafah) dan peradilan telah rusak.” (Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn. Lihat juga syarahnya oleh az-Zabidi, II/233).
Pendapat yang senada dengan pendapat para ulama di atas juga diketengahkan oleh para ulama muktabar lainnya, semisal al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, at-Thabrani, dan Ashhab as-Sunan lainnya; Imam al-Zujaj, Abu Ya‘la al-Fira’, al-Baghawi, Zamakhsyari, Ibn Katsir, Imam al-Baidhawi, Imam an-Nawawi, at-Thabari, al-Qurthubi, Imam al-Qalqasyandiy, dan lain-lain (Lihat: Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, hlm. 26; al-Qalqasyandi, Maâtsir al-Inâfah fî Ma‘âlim al-Khilâfah, I/16; Zamakhsyari, Tafsîr al-Kasysyâf, 1/209; Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 1/70; al-Baidhawi, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta‘wîl, hlm. 602; ath-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, III/277; Ibnu ‘Abd al-Barr, Al-Isti‘âb fî Ma‘rifah al-Ashhâb, III/1150 dan Târîkh al-Khulafâ’, hlm. 137-138, dan lain-lain).
Khatimah
Demikianlah, hampir tidak ada seorang ulama pun yang mukhlish, jujur dan amanah, baik salaf maupun khalaf, yang mengingkari adanya Khilafah dan kewajiban untuk mengembalikannya—meskipun mereka berbeda pendapat tentang siapa yang berhak mendudukinya, dan bagaimana metode perjuangan untuk menegakkannya. Wallâhu a‘lam bi ash-shawwâb. []
Komentar al-Islam
Disetujuinya Calon Independen, Langkah Maju Demokrasi Indonesia (MI Online, 24/7/07).
Calon independen atau calon dari partai sama saja. Toh, dalam demokrasi, yang berkuasa tetap yang punya uang.

Read More..

Pengaruh Serangan Misionaris

Read More..

Serangan misionaris adalah serangan pembuka yang meratakan jalan bagi imperialisme Eropa. Tujuannya untuk menaklukkan Dunia Islam melalui penjajahan politik setelah penjajahan pemikiran. Setelah kaum Muslim mengemban ideologi Islam dan berhasil menguasai Barat, dengan keberhasilan-nya membebaskan Istanbul dan negara-negara Balkan, hingga mengantarkan Islam ke daratan Eropa, maka Daulah Islam berbalik menjadi sasaran serangan Barat. Barat mulai mengemban ideologinya ke Daulah Islam dan menjadikannya panggung kebudayaan. Mereka menebarkan ideologinya di Dunia Islam dengan berbagai macam sarana mengatasnamakan ilmu, kemanusiaan, dan misionaris keagamaan. Barat tidak cukup dengan membawa peradaban dan pemahaman-pemahamannya, tetapi juga menikam peradaban dan pemahaman Islam. Serangan Barat ini membawa pengaruh, bahkan menguasai kelompok intelektual, para politisi, dan masyarakat Islam. Pengaruh serangan misionaris itu di antaranya:
Pertama, Tsaqâfah Barat membentuk kepribadian umat Islam. Penjajah Barat menciptakan metode-metode pengajaran dan tsaqâfah berlandaskan falsafah, peradaban, dan pemahaman Barat. Proses ini terus berlangsung hingga kepribadian Barat dijadikan sebagai asas kehidupan Islam. Barat juga menjadikan sejarah, ruh kebangkitan, dan lingkungannya sebagai sumber pokok nilai-nilai yang menjejali akal kita. Tidak cukup dengan itu, Barat juga memasukkan ruh ini ke dalam berbagai metode secara rinci hingga tidak satu pun tsaqâfah Islam mampu keluar dari landasan pemikiran umum yang menjadi falfasah dan peradabannya. Proses ini merata ke seluruh aspek tsaqâfah Islam hingga merasuk ke dalam pelajaran agama dan sejarah Islam. Agama Islam dipelajari di sekolah-sekolah Islam sebatas pada materi spiritual-etika, seperti Barat memahami agamanya. Kehidupan Rasul diajarkan kepada anak-anak kita yang mata rantainya terputus dari kenabian dengan risalahnya. Bahkan sirah Nabi saw. diposisikan seperti mempelajari kehidupan Napoleon atau Otto von Bismark. Akibatnya, Islam tidak berpengaruh terhadap pemikiran dan perasaan umat.
Materi-materi ibadah dan akhlak yang sebenarnya sudah tercakup dalam kurikulum agama diberikan hanya dari sisi manfaat saja. Dengan demikian, pengajaran agama Islam berjalan sesuai dengan pemahaman-pemahaman Barat. Sejarah Islam diajarkan hanya dengan menonjolkan sisi-sisi aibnya yang sengaja direkayasa. Akibatnya, mayoritas umat mengingkari tsaqâfah Islam jika bertentangan dengan tsaqâfah Barat. Mereka menjadi sekelompok orang yang ber-tsaqâfah Barat dan menerapkan segala kebijaksanaan searah dengan pandangan Barat. Mereka menerima tsaqâfah Barat dengan ikhlas dan mengemban peradabannya. Sebaliknya, mereka menjadi orang yang membenci Islam dan tsaqâfah Islam sebagaimana kebencian Barat. Mereka mengusung permusuhan keji terhadap Islam dan tsaqâfahnya, sebagaimana yang dibawa Barat.
Kedua, pembelaan Islam yang keliru. Penjajah Barat yang menyerang Islam telah menggentarkan sebagian kalangan intelektual Muslim. Mereka mencoba menangkis tikaman ini dengan membela diri; tanpa memperhatikan lagi apakah pembelaannya benar ataukah salah, baik yang ditikam oleh pihak asing itu adalah Islam—yang dibanggakan—atau yang didusta-kan. Mereka turut andil menafsirkan Islam dalam keadaan yang membingungkan, atau menakwil-kan nash-nashnya sesuai dengan pemahaman-pemahaman Barat. Demikianlah penolakan intelektual Muslim. Mereka menolak serangan-serangan Barat, yang justru lebih banyak membantu serangan misionaris daripada menolaknya. Bahkan mereka mengadopsi peradaban Barat yang jelas-jelas bertentangan dengan peradaban Islam dan menjadikannya sebagai bagian dari pemahaman-pemahaman mereka.
Ketiga, kehidupan umat Islam yang liberal. Adanya para intelektual yang ber-tsaqâfah asing dan buruknya pemahaman mereka terhadap tsaqâfah Islam menyebabkan munculnya pemahaman-pemahaman Barat tentang kehidupan dalam diri kaum Muslim. Hal ini tampak dalam kehidupan mereka berupa praktik-praktik peradaban Barat yang materialistik. Akibatnya, kehidupan masyarakat tunduk pada peradaban dan pemahaman Barat.
Semua itu disebabkan oleh peradaban Barat yang dibangun di atas dasar pemisahan agama dari negara (sekularisme). Kaum Muslim merasa sudah melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dengan meyakini Allah dan menjaga shalat semata-mata. Pada saat yang sama, pengaturan urusan dunia disuaikan dengan pandangan dan keinginan mereka semata.
Keempat, mencetak politisi oportunis. Serangan Barat telah menjadikan para politisi Muslim senantiasa meminta bantuan kafir penjajah. Pemikiran mereka diracuni dengan ide-ide politik dan filsafat yang dapat merusak pandangan mereka tentang kehidupan dan jihad. Hal ini mampu merusak iklim Islam dan mengacaukan pemikiran-pemikiran yang gejalanya merata dalam berbagai aspek kehidupan.
Jihad yang merupakan ruh politik luar negeri Daulah Islam diganti dengan perundingan. Kafir penjajah dijadikan kiblat pandangan mereka dan tempat meminta bantuan. Mereka pasrah dan menyerah kepada kafir penjajah tanpa menyadari bahwa setiap permintaan bantuan kepadanya ada dosa besar dan sama saja dengan bunuh diri.
Para politisi menjadikan pusat perhatiannya pada kemaslahatan individu semata. Kemaslahatan umat sendiri terabaikan. Mereka kehilangan pusat perhatian yang alami, yaitu mabda’ (ideologi) mereka yang islami.
Meski mereka telah berjuang ikhlas dan mencurahkan segenap kemampuannya namun keberhasilan seperti jauh panggan dari api. Semua gerakan politik menjadi gerakan yang mandul. Kesadaran umat pun berubah ke arah gerakan sporadis. Gerakannya tidak beraturan, lama kelamaan padam, putus asa, dan akhirnya menyerah.
Fakta ini muncul bersamaan di Negara Islam dengan tumbuhnya gerakan-gerakan yang mengatasnamakan kebangsaan, sosialisme, nasionalisme, marxisme, spiritualisme, akhlak, pendidikan, dan nasihat. Gerakan-gerakan ini berkembang kacau dan menjadi problem baru dalam masyarakat, yang bertumpuk dengan problem-problem lain. Hasilnya adalah kegagalan dan kebingungan yang berputar-putar di seputar gerakan, karena aktivitasnya berjalan sesuai dengan peradaban Barat dan terpengaruh oleh serangan misionaris. Lebih dari itu, gerakan semacam ini akan membendung gelora perasaan umat yang menyala-nyala dan menyalurkannya dalam sesuatu aktivitas yang tidak bermanfaat dan tidak mendatangkan kebaikan, di samping akan lebih mengokohkan kedudukan penjajah. [Gus Uwik]

Read More..

Menyoal Jalan Demokrasi (Pelajaran dari Krisis Politik Turki)

Read More..

Pertarungan kubu AKP yang berkuasa degan kelompok oposisi yang sekular semakin memanas menjelang Pemilu Parlemen Turki yang dipercepat menjadi 22 Juli tahun ini. Situasi tersebut berawal dari Pemilihan Presiden di Parlemen yang nyaris dimenangkan oleh Abdullah Gul, kandidat dari AKP yang berkuasa di Turki. Dalam pemilihan putaran pertama di Parlemen, Gul hanya kurang 10 suara untuk dapat terpilih sebagai presiden, sehingga perlu dilakukan pemilihan putaran kedua. Bagaimanapun, hasil itu menebar kekhawatiran pro-sekularis. Jika terpilih, Gul dikhawatirkan akan mengganti prinsip sekularisme yang dibangun oleh Mustafa Kemal Ataturk dengan syariah Islam.
Lepas dari pro kontra di atas, krisis Turki sepertinya kembali menggambarkan standar ganda demokrasi. Dalam sistem demokrasi, seharusnya suara mayoritas di parlemenlah yang menjadi penentu. Karenanya, tidak ada alasan untuk menghalangi kandidat AKP, Abdullah Gul, menjadi presiden. Namun, tuduhan memilik agenda islami tersembunyi, termasuk istrinya yang berkerudung, telah digunakan untuk menggagalkan kemenangannya.
Situasi semakin memanas karena militer Turki mengeluarkan ancaman untuk mempertahankan sekularisme di Turki. Peringatan ini bukan sekadar gertakan, mengingat sudah tiga kali militer melakukan kudeta militer. Terakhir pada tahun 1997, militer melakukan kudeta hingga jatuh putusan mahkamah konstitusi yang membubarkan Partai Refah dan melarang Erbakan terjun ke dunia politik. Padahal Partai Refah merupakan pemenang Pemilu. Lagi-lagi alasannya, Refah mengancam sekularisme. Campur tangan militer jelas sangat tidak demokratis, mengingat dalam sistem demokrasi militer seharusnya di bawah kontrol sipil, bukan sebaliknya.
Masihkah Efektif?
Dalam konteks internal perjuangan gerakan Islam, krisis Turki kembali memunculkan perdebatan apakah perjuangan via parlemen dengan ikut dalam sistem demokrasi masih efektif. Selama ini pihak yang pro dengan sistem demokrasi untuk memperjuangkan syariah Islam berargumentasi, dengan menguasai parlemen atau pemerintahan, adalah langkah mudah untuk menerapkan syariah Islam. Logikanya: ikut Pemilu, raih suara terbanyak, mayoritas di perlemen, ubah sistem menjadi syariah Islam.
Namun, realitasnya tidaklah sesederhana itu. Di Turki, meskipun menang Pemilu, lewat intervensi militer pemerintahan di bawah pimpinan Partai Reffah pun dibubarkan. Hal yang sama pernah terjadi di Aljazair, meskipun FIS menang secara demokratis, lagi-lagi digagalkan oleh militer yang pro sekular. Kondisi Turki sekarang tidak jauh beda Partai AKP harus menghadapi tekanan militer dan kelompok sekular yang curiga pada agenda islami partai ini.
Krisis Turki juga menjadi pelajaran, bahwa meskipun partai AKP ingin menampilkan diri sebagai partai sekular, tetap saja kelompok sekular mencurigai agenda islaminya. Padahal Erdogan pimpinan AKP saat berbicara dengan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan Turki (17/4), secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap sekularisme. “Demokrasi, sekularisme, dan kekuasaan negara yang diatur oleh undang-undang adalah prinsip utama dalam sebuah negara republik. Jika ada salah satunya yang hilang maka pilar bangunan negara akan runtuh. Tidak ada kelompok manapun yang meresahkan pilar-pilar itu. Dengan keinginan masyarakat, maka pilar-pilar itu akan hidup selamanya,” tegasnya. (Eramuslim, 18/04/2007)
Segera setelah AKP dideklarasikan, Erdogan pun pernah menegaskan, AKP bukan partai agama, melainkan partai yang ingin menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Turki. Erdogan juga menyatakan sangat mendukung masuknya Turki sebagai anggota Uni Eropa (UE) dan pelaksanaan program Dana Moneter Internasional (IMF) bagi reformasi ekonomi Turki yang mengalami krisis serius selama dua tahun terakhir ini. Lebih dari itu, Erdogan menegaskan, bersedia mempertahankan hubungan saling menguntungkan antara Turki dan Israel. (Kompas, 5/11/2002).
Namun, tetap saja Erdogan dicurigai dan ditolak oleh kelompok sekular. Artinya, upaya menutup-nutupi agenda perjuangan penegakan syariah Islam tidaklah menjamin kelompok sekular memberikan kesempatan kepada kelompok Islam untuk menegakkan syariah Islam.
Upaya kelompok sekular dengan berbagai cara mempertahankan sekulerisme bisa dimengerti (meskipun bukan berarti benar). Sebab, sistem apapun pastilah memiliki imunitas untuk mempertahankan sistemnya. Hal yang sama terjadi dalam sistem demokrasi; silakan bebas bicara dan menuntut apa saja, asal jangan bertentangan dan menghancurkan sistem demokrasi.
Dua Kunci Penting
Walhasil, realita politik tidaklah berhenti pada tataran doktrin. Meskipun dalam doktrin demokrasi, setiap pihak memiliki hak yang sama untuk menyuarakan apapun, bukan berarti elit pendukung demokrasi membiarkan sistemnya diganti dengan sistem Islam. Realita politik juga tidak melulu bicara hukum. Secara hukum, yang menjunjung tinggi supremasi sipil, militer seharusnya tidak boleh mengintervensi proses politik. Namun, militer yang pro sekular mempunyai kepentingan mempertahankan sistem sekular. Realita politik akhirnya kembali bersandar pada siapa yang memiliki kekuataan politik yang real, dialah yang berkuasa.
Kekuatan real politik ini pada dasarnya ada pada dua pihak: masyarakat dan elit strategis (ulama, politisi, cendekiawan, jurnalis, terutama militer). Siapa dan sistem apa yang mendapat dukungan masyarakat dan elit politik, dialah yang berkuasa. Karena itu, yang lebih penting dilakukan oleh gerakan Islam dalam upaya penegakan syariah Islam adalah upaya penyadaran masyarakat dan meraih dukungan elit strategis, termasuk militer.
Untuk bisa menyadarkan masyarakat, mau tidak mau, syariah Islam harus secara terbuka disampaikan. Tentu saja akan muncul penolakan, bisa jadi sangat keras. Namun, penolakan itu sebenarnya hal yag wajar karena kekurangpahaman tentang syariah Islam. Di sinilah pentingnya dialog dan berdiskusi secara terbuka tentang syariah Islam hingga muncul pahamanan yang komprehensif dan benar. Menutupi atau tidak mensuarakan syariah Islam secara terbuka justru akan menghalangi upaya penyadaran ini.
Hal yang sama harus dilakukan pada elit strategis. Dengan melakukan kontak dan diskusi rutin, kekhawatiran tentang syariah Islam akan bisa dikurangi. Pasalnya, selama ini yang lebih dominan adalah propaganda negatif terhadap syariah Islam, bukan pembahasan syariah Islam secara obyektif. Harus dijelaskan bahwa penerapan syariah Islam merupakan solusi bagi persoalan bangsa dan akan mendatangkan rahmat, tidak akan pernah menjadi ancaman terhadap bangsa dan negara. [Farid Wadjdi]

Read More..

Politik Ekonomi Ideal (Telaah Kitab As-Siyâsah al-Iqtishâdiyyah al-Mutsla)

Read More..

Pengantar
Kasadaran terhadap malapetaka universal akibat penerapan sistem ekonomi kapitalistik telah mendorong sejumlah pemikir untuk menggagas sistem ekonomi alternatif yang bisa membawa umat manusia menuju kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kesadaran ini semakin mengkristal ketika krisis demi krisis terus menghajar dunia dan keadaan perekonomian negara-negara berkembang tidak menunjukkan tanda-tanda menuju kearah perbaikan.>
Sosialisme-marxisme yang diyakini mampu menggantikan sistem kapitalistik ternyata juga gagal. Bahkan rezim ini lebih dulu ambruk di tangan kaum kapitalis pada tahun 90-an. Dunia tetap dicengkeram oleh sistem kapitalistik dan terus ditimpa berbagai macam krisis. Walaupun para pemikir kapitalis telah menyodorkan sejumlah gagasan dan kebijakan untuk meredam dan mencegah krisis dunia, gagasan itu nyata-nyata mandul. Ini karena mereka tidak pernah menyentuh akar persoalan ekonomi dunia, yakni paradigma dan sistem kapitalistik itu sendiri. Mereka masih menyakini bahwa Kapitalisme adalah ideologi final yang tidak bisa diganggu gugat. Padahal akar masalahnya justru terletak pada Kapitalisme itu sendiri.
Berangkat dari faktor-faktor inilah, Dr. Abdurrahman al-Malikiy mengetengahkan buku As-Siyâsah al-Iqtishâdiyyah al-Mutsla (Politik Ekonomi Ideal) sebagai wujud perhatian beliau terhadap keadaan kaum Muslim di bidang ekonomi.
Dalam buku ini Dr. Abdurrahman al-Maliki menguraikan kesalahan-kesalahan paradigmatik sistem ekonomi kapitalis dan sosialis berikut pandangan-pandangan derivatifnya. Beliau juga menjelaskan isu-isu penting yang berhubungan dengan utang luar negeri, sistem moneter, program pendanaan untuk kegiatan pertanian dan industri, neraca pertumbuhan, jaminan terhadap kebutuhan-kebutuhan primer bagi rakyat, dan lain sebagainya.
Semua ini dilakukan agar perencanaan dan program pembangunan ekonomi di negeri kaum Muslim benar-benar mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan selalu sejalan dengan syariah Islam. Lebih dari itu, buku ini bisa menjadi bekal bagi Daulah Islamiyah untuk dapat menjadi negara mandiri yang kuat secara ekonomi dan politik.
Jika Anda membaca satu-persatu topik yang ada dalam buku ini, niscaya Anda akan menemukan paradigma baru dalam melihat persoalan-persoalan ekonomi dunia serta apa yang sesungguhnya terjadi di negeri-negeri kaum Muslim. Anda akan menyadari sepenuhnya bahwa program pembangunan ekonomi yang disodorkan kaum kapitalis Barat sejatinya bukan untuk mengantarkan Dunia Ketiga menjadi negara yang kuat, tetapi justru untuk melanggengkan penjajahan dan dominasi mereka atas Dunia Ketiga.
Politik Ekonomi Islam
Dr. Abdurrahman al-Maliki menyatakan bahwa politik ekonomi Islam adalah sejumlah hukum (kebijakan) yang ditujukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap individu dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pelengkap (kebutuhan sekunder dan tersier) sesuai dengan kadar kemampuannya. Untuk itu, semua kebijakan ekonomi Islam harus diarahkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi dan (jika memungkinkan) terpenuhinya kebutuhan pelengkap pada setiap orang (perindividu) yang hidup di dalam Daulah Islamiyah, sesuai dengan syariah Islam.
Dengan demikian, politik ekonomi Islam didasarkan pada empat pandangan dasar:
Setiap orang adalah individu yang membutuhkan pemenuhan atas kebutuhan-kebutuhannya.
Adanya jaminan bagi setiap individu yang hidup di dalam Daulah Islamiyah untuk memenuhi kebutuhan primernya.
Islam mendorong setiap orang untuk berusaha dan bekerja mencari rezeki agar mereka bisa mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup; alias bisa memasuki mekanisme pasar.
Negara menerapkan syariah Islam untuk mengatur seluruh interaksi di tengah-tengah masyarakat serta menjamin terwujudnya nilai-nilai keutamaan dan keluhuran dalam setiap interaksi, termasuk di dalamnya interaksi ekonomi.
Atas dasar itu, politik ekonomi Islam tidak sekadar diarahkan untuk meningkatnya pendapat nasional (GNP) atau disandarkan pada pertumbuhan ekonomi nasional, keadilan sosial, dan lain sebagainya. Politik ekonomi Islam terutama ditujukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan primer secara menyeluruh bagi setiap orang yang hidup di Daulah Islamiyah. Atas dasar itu, persoalan ekonomi bukanlah bagaimana meningkatkan kuantitas produksi barang dan jasa, tetapi sampainya barang dan jasa itu kepada setiap orang (distribusi). Hanya saja, pertumbuhan ekonomi juga menjadi obyek yang diperhatikan dan hendak diselesaikan di dalam sistem ekonomi Islam. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa obyek persoalan ekonomi dalam sistem ekonomi Islam ada macam: (1) politik ekonomi; (2) pertumbuhan kekayaan.
Politik ekonomi Islam mencakup dua pembahasan penting: (1) sumber-sumber ekonomi; (2) garis-garis besar kebijakan yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan primer (basic needs). Pertumbuhan ekonomi harus bertumpu pada empat kebijakan penting: politik pertanian; politik industri; pendanaan-pendanaan proyek; dan penciptaan pasar-pasar luar negeri untuk produk-produk Daulah Islamiyah.
Pada dasarnya, sumber-sumber ekonomi ada empat macam; pertanian, perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia (jasa). Sumber-sumber ekonomi lain, semisal dari sektor pariwisata, transportasi, gaji, dan lain sebagainya dianggap sebagai sumber pelengkap; bukan sumber ekonomi primer. Untuk itu, kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan sumber ekonomi dikonsentrasikan pada empat sektor di atas: pertanian, perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia.
Setelah terurai dengan jelas apa saja yang menjadi sumber-sumber primer ekonomi, buku ini menjabarkan secara lebih detail paradigma dan hukum Islam penting yang berhubungan dengan sumber-sumber ekonomi tersebut (yakni; persoalan pertanian, perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia). Penulis juga memaparkan sejumlah pandangan keliru yang berkaitan dengan persoalan tanah, industri, perdagangan, dan tenaga manusia. Misal: dalam hal tanah, beliau mengkritik teori persamaan kepemilikan tanah, land reform, yang disodorkan oleh kaum sosialis. Beliau juga mengetengahkan solusi untuk mengatasi feodalisme, yakni penguasaan tanah yang sangat luas oleh orang-orang tertentu.
Dalam masalah industri, beliau menekankan pentingnya perindustrian untuk menopang ekonomi negara. Beliau juga menyatakan, bahwa hukum asal dari industri adalah milik individu. Namun, industri bisa berubah menjadi milik umum ketika bahan mentah yang hendak diolah adalah milik umum.
Dalam masalah tenaga manusia, beliau juga mengurai paradigma perburuhan, permasalahan perburuhan, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan jaminan sosial, dasar penetapan gaji buruh; serta kritik terhadap pandangan kaum kapitalis maupun sosialis berkaitan dengan persoalan perburuhan, jaminan sosial untuk buruh, dan sebagainya. Dalam masalah perburuhan ini, beliau juga mengurai pandangan kaum kapitalis dan sosialis dalam masalah jaminan sosial, jaminan atas pemenuhan kebutuhan primer, dan lain sebagainya.
Dalam masalah perdagangan, beliau juga mengurai pandangan dasar serta hukum-hukum yang berkenaan dengan perdagangan, mata uang, kurs mata uang, dan lain sebagainya.
Adapun terkait dengan pertumbuhan ekonomi, meskipun peningkatan kekayaan dengan cara menciptakan proyek-proyek ekonomi tidak terkait dengan pandangan hidup tertentu (karena bersandar pada ilmu ekonomi yang bebas nilai (free of value), tidak bisa dipungkiri bahwa pandangan hidup tertentu sangat berpengaruh dalam penetapan langkah-langkah untuk membangun proyek-proyek tersebut. Karena itu, penetapan proyek-proyek yang berhubungan dengan masalah pertumbuhan ekonomi harus didasarkan pada pandangan hidup Islam. Kebijakan-kebijakan untuk peningkatan kekayaan ekonomi ini bertumpu pada kebijakan (politik) dalam bidang pertanian, industri, pendanaan proyek dan penciptaan pasar luar negeri untuk produk-produk Daulah Islamiyah.
Kebijakan dalam bidang pertanian didasarkan pada sebuah paradigma, bahwa proyek-proyek pertanian dilaksanakan sesuai dengan hukum-hukum syariah yang berhubungan dengan tanah. Dengan demikian, proyek-proyek untuk produksi pertanian mengikuti status kepemilikan atas lahan-lahan pertanian. Menurut al-Maliki, status lahan-lahan pertanian tersebut kebanyakan adalah milik individu, bukan milik negara maupun umum. Untuk itu, negara tidak memiliki peran terlalu menonjol dari proyek-proyek pertanian. Dengan kata lain, proyek-proyek pertanian adalah proyek yang bersifat individual, bukan komunal. Namun demikian, negara bertanggung jawab memberikan modal kepada petani yang tidak memiliki modal untuk menggarap lahan pertaniannya. Negara juga bertanggung jawab penuh dalam pembangunan proyek-proyek infrastruktur seperti pembuatan jalan, irigasi, bendungan, dan lain sebagainya sesuai dengan prinsip-prinsip keseimbangan.
Politik pertanian dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan produksi pertanian; biasanya ditempuh dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Semua kebijakan (politik) pertanian harus ditujukan untuk meningkatkan produksi pada tiga produk penting:
Produksi bahan makanan; agar ada ketersediaan bahan makanan pokok bagi rakyat. Pasalnya, makanan pokok merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat pakaian seperti kapas, wol, pohon rami, dan lain sebagainya. Produk-produk semacam ini sangat penting karena ia termasuk kebutuhan primer.
Komoditas ekspor yang memiliki pasaran di luar negeri seperti palawija, karet, kopra, cengkeh, sutra, kapas, dan lain sebagainya.
Ini jika ditinjau dari aspek peningkatan produksi.
Adapun ditinjau dari aspek pembangunan infrastruktur, seharusnya negara menitik-beratkan pada pembangunan infrastruktur-infrastruktur industri agar terjadi revolusi industri yang bisa mendorong terjadinya kemajuan di bidang ekonomi. Sebab, tujuan dari pembangunan ekonomi adalah menciptakan kemajuan materi. Hal ini tidak bisa diwujudkan kecuali dengan revolusi industri. Sayang, Barat telah meracuni negeri-negeri kaum Muslim dengan program pembangunan yang menitikberatkan pada bidang pertanian, baru kemudian industri. Semua ini ditujukan agar di negeri-negeri kaum Muslim tidak terjadi revolusi industri. Akibatnya, sampai sekarang, negeri-negeri kaum Muslim tidak pernah maju dan kuat secara ekonomi.
Adapun politik industri ditujukan untuk menjadikan negara sebagai negara industri. Tujuan ini hanya bisa tercapai dengan cara memproduksi alat-alat berat yang digunakan untuk menunjang proyek-proyek pembangunan negara lainnya, dan untuk memangkas ketergantungan kepada pihak asing. Untuk itu, pembangunan sektor industri harus mendapatkan porsi perhatian yang sangat serius untuk mempercepat terjadinya revolusi industri di negara tersebut.
Sementara itu, kebijakan dalam pendanaan proyek-proyek sesungguhnya bergantung pada jenis proyek itu sendiri, apakah termasuk sektor privat ataukah sektor publik. Jika proyek-proyek pembangunan itu termasuk sektor privat maka negara hanya memberikan bantuan-bantuan kepada pelaku proyek, dan menyediakan infrastrukturnya saja. Jika proyek itu termasuk sektor publik maka pendanaan untuk proyek-proyek semacam ini membutuhkan pengkajian yang mendalam. Pendanaan untuk proyek-proyek semacam ini harus bersandar pada kas negara yang tersimpan di Baitul Mal. Dalam hal ini, negara tidak boleh bersandar pada utang luar negeri. Sebab, telah tampak jelas bahaya utang luar negeri bagi negara-negara pengutang. Untuk itu, pembaca bisa membaca ulasan Dr. Abdurrahman al-Maliki mengenai bahaya utang luar negeri bagi kaum Muslim.
Khatimah
Pembangunan di negeri-negeri kaum Muslim yang mengikuti program dan arahan Barat telah terbukti tidak mengantarkan negeri-negeri kaum Muslim menjadi negara yang makmur dan kuat secara ekonomi. Bahkan negeri-negeri kaum Muslim terus terpuruk dan semakin bergantung pada kaum kafir Barat. Bahkan program pembangunan di Dunia Ketiga justru dijadikan senjata oleh kaum kafir untuk menguras kekayaan alam dan menghalangi negeri-negeri itu menjadi negara industri yang kuat dan tangguh. Untuk itu, sudah selayaknya kaum Muslim menyadari sepenuhnya rencana-rencana jahat kaum kafir di balik program pembangunan dan rekonstruksi Dunia Ketiga.
Buku ini penting dibaca, khususnya oleh para penguasa Muslim dan pembuat kebijakan ekonomi negara. Dengan itu, program pembangunan dan kebijakan ekonomi di negeri-negeri kaum Muslim benar-benar mampu mengantarkan mereka menuju kesejahteraan dan menjadikan mereka sebagai negara yang kuat dan tangguh, bukan menjadi negara lemah yang terus dijadikan sapi perahan kaum imperialis Barat dan menjadi pasar bagi produk-produk Barat.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. [Fathiy Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy]

Read More..