Monday, July 30, 2007

Bagaimana Khilafah Akan Mengindustrialisasi Dunia Muslim

Bagaimana Khilafah Akan Mengindustrialisasi Dunia Muslim
Dunia muslim saat ini tertinggal jauh di belakang negara industri dunia. Ketika dunia barat memulai industrialisasinya 150 tahun lalu, saat itu dunia Muslim masih tetap belum melakukan apa – apa di bidang industrialisasi. Dan di beberapa kasus justru menyandarkan diri pada dunia yang terus berkembang.

Industrialisasi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menyandarkan gerak roda perekonomian pada industri manufaktur dan kemudian proses tersebut akan menstimulasi sektor – sektor ekonomi lainnya. Sebagai contoh adalah Kerajaan Inggris yang menjadikan sentral produksi sebagai kehidupan ekonominya, pabrikasi kapal, amunisi, dan pertambangan telah mendorong Inggris ke dalam sebuah kekuatan superpower dengan kemampuan untuk bergerak secara cepat dalam rangka perang dan kolonialisasi. Pada keadaan – keadaan tidak perang, industri – industri tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan masyarakat sipil.

Hal ini adalah alasan fundamental bagi setiap bangsa untuk menginginkan proses industrialisasi tersebut terjadi di negaranya. Memiliki sebuah pusat pabrikasi membuat sebuah bangsa dapat mencukupi kebutuhan dalam negerinya sendiri dan independen dari negara lain. Dengan tidak melakukan proses industrialisasi, sebuah bangsa akan memiliki ketergantungan secara politik dan ekonomi kepada negara lain dalam bidang – bidang vital seperti pertahanan, industri, dan produktivitas ekonomi. Skenario yang terakhir inilah yang menggambarkan secara tepat realitas dunia Islam saat ini.

Mengapa Dunia Muslim Gagal Melakukan Industrialisasi?

Secara objektif sungguh sangat mengejutkan bahwa keadaan dunia Muslim, yang memiliki bermacam – macam mineral dan sumber daya alam yang melimpah, sangat miskin dan telah gagal terindustrialisasi. Sebagai contoh, Irak secara luar biasa memiliki 10% dari cadangan minyak dunia. Ataupun juga fakta yang jarang kita dengar adalah Kuwait yang juga memiliki 10% dari cadangan minyak dunia. Dengan mempelajari realitas dari semua negara yang terdiri dari dunia Muslim, seperti Afrika bagian Utara, Timur Tengah, Asia Selatan, Indonesia dan Malaysia jelas menunjukkan adanya suatu kesalahan dan contoh dari kesalahan manajemen ekonomi yang telah tersebar secara luas.

Kelemahan visi politik dan arah yang jelas di tanah – tanah kaum Muslimin dan juga desakan dari penguasa Muslim yang lebih mengejar kebijakan prakmatis jangka pendek, adalah problem historikal semenjak penghancuran Khilafah di tahun 1924 M.
Sebagai contoh adalah Turki yang tidak mampu mencapai potensinya karena kebijakan – kebijakan yang patut dipertanyakan serta kebijakan – kebijakan yang dimotivasi secara politik oleh IMF dan Bank Dunia. Ataupun juga Pakistan di bawah supervisi dari Bank Dunia yang berkonsentrasi untuk mengekspor tekstil sehingga memastikan tidak berkembangnya pusat manufaktur di Pakistan.

Negara – negara Arab tidak pernah mengembangkan industri pabrikasi, bahkan di sektor minyak bumi sekalipun. Hal ini disebabkan oleh keinginan dari perusahaan minyak barat yang ingin mengontrol pemurnian minyak mentah dan melalui ini mereka akan memegang kendali atas produksi minyak dan negara penghasil minyaknya. Pada tahun 2006 di Timur Tengah telah terproduksi minyak sebesar 31.2% dari total minyak mentah dunia. Dari sejumlah itu hanya sebesar 3.2% saja yang secara aktual dimurnikan di dalam negeri penghasil minyak tersebut. Indonesia selama 1980an dan 1990an telah meliberalisasi perekonomiannya dan membukanya lebar – lebar bagi investor asing, hal inilah yang pada akhirnya menghasilkan Krisis Asia di tahun 1997, yang sampai saat ini belum tersembuhkan secara total. Hari ini hal itu tetap menyisakan utang lebih dari 140 juta dolar AS (sekitar 1300 triliun rupiah lebih).

Dunia Muslim mengimplementasikan sebuah kebijakan yang saling kontradiksi satu dengan yang lainnya. Hal ini telah membuat perekonomian mereka secara pasti tidak dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pada akhirnya masyarakat tersebut akan dengan ikhlas memberikan seluruh waktunya dan seluruh usahanya dalam bekerja hanya untuk bertahan hidup saja daripada berkontribusi pada pekerjaan layak yang dibutuhkan oleh negara agar menjadi negara superpower utama. Oleh karena itu supaya dapat terindustrialisasi, kaum muslimin perlu memiliki satu keyakinan akan pertanyaan kenapa ini diperlukan dan kenapa kita harus berkorban untuk sebuah misi tertentu.

Sebagai contoh dari ini adalah apa yang dicapai oleh Amerika Serikat ketika mereka meninggalkan perekonomian konsumsi dan menuju ke industrialisasi di masa sebelum perang dunia ke dua. Pemerintah AS memulainya dengan mengembangkan sistem pertahanan nasional, menghabiskan uang dalam jumlah yang banyak untuk memproduksi kapal, pesawat terbang, senjata, dan perlengkapan – perlengkapan perang lainnya. Hal ini menstimulasi pertumbuhan industri dan pengangguran menurun secara cepat. Setelah AS memasuki perang di bulan Desember 1941, semua sektor perekonomian telah dimobilisasi untuk mensuport perang ini. Industri telah berkembang dengan sangat cepat, dan pengangguran menjadi berkurang bahkan menghilang dengan ditandai munculnya para pekerja yang masih sangat muda – muda atau bisa dikatakan masih anak – anak.

AS saat itu telah mendorong secara cepat mobilisasi masyarakat dan seluruh kapasitas industrinya. Selama akhir 1930an industri perang telah mencapai sasaran produksi yang mengejutkan yaitu 300.000 pesawat terbang, 5.000 kapal kargo, 60.000 landing craft, serta 86.000 tank. Pekerja wanita juga telah memainkan peranan yang besar dalam produksi industri daripada masa – masa sebelumnya. Para pebisnis juga mengabaikan efek dari depresi yang hebat dan mulai mengambil keuntungan dari kontrak – kontrak pemerintah yang sangat banyak. Lapangan pekerjaan mulai bermunculan di mana – mana dan orang – orang mulai bekerja untuk kesuksesan perang. Publik telah menerima kontrol pendistribusian dan kontrol harga untuk pertama kalinya sebagai bentuk suport mereka dalam menyukseskan perang. Permintaan barang yang digunakan untuk suplai perang dalam jumlah besar terjadi dalam waktu yang singkat serta tidak begitu menghiraukan biaya yang diperlukan. Bisnis telah mempekerjakan setiap orang yang nampak dalam pandangannya, bahkan truk – truk di jalan – jalan kota meminta orang – orang untuk melamar pekerjaan baginya. Pekerja baru sangat dibutuhkan untuk menggantikan 11 juta orang usia produktif yang bekerja di militer. Semua aktivitas negara seperti pertanian, pabrikasi, pertambangan, perdagangan, perburuhan, investasi, komunikasi, bahkan pendidikan dan kebudayaan didorong untuk terindustrialisasi dalam rangka mempersiapkan diri untuk masa – masa perang.

Bersamaan dengan ini, AS membawa serta para saintis dan insinyur terbaik mereka. Pemerintah AS berasumsi bahwa terdapat kemungkinan untuk membangun sebuah senjata gabungan yang merupakan senjata yang sangat berguna dan memiliki kemampuan destruktif yang besar. Lahirlah proyek Manhattan. Proyek ini adalah hasil dari dorongan internal yang kuat untuk menjadi negara pertama yang memiliki bom atom, karena bom atom ini memiliki kekuatan yang sangat strategis.

Dari sini dapat kita lihat bahwa kegagalan dunia Muslim saat ini menunjukkan level kesalahan manajemen dari sumber daya alam yang ada saat ini. Penyebab utama dari kegagalan ini adalah : tidak adanya pandangan ideologis dari para penguasa dan sebagai konsekuensinya adalah kelemahan visi politik untuk tanah kaum muslimin ini. Dua faktor ini bermakna bahwa meskipun kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, negeri – negeri kaum muslimin ini akan tetap tunduk baik secara ekonomi maupun secara politik kepada barat selama mereka tidak memiliki dasar yang konsisten dalam membangun perekonomian mereka. Hal inilah yang membuat perekonomian kita terpecah belah atau terputus – putus dan oleh karena itu gagal untuk bergerak dalam satu arah.

Kebijakan – Kebijakan Khilafah untuk mengindustrialisasi terdapat dalam point – point berikut ini :

Membangun sebuah perekonomian berorientasi pertahanan militer

Sebagian besar perekonomian negara maju dikarakterisasi dengan suatu tekanan pada sektor tertentu dari ekonomi – biasanya dengan menggunakan sektor ini sebagai sebuah stimulus untuk bagian ekonomi lainnya. Sebagai contoh adalah pergeseran perekonomian Inggris dari ekonomi manufaktur ke perekonomian berbasis jasa di akhir 1980an. Sekarang ini mayoritas aktifitas ekonomi Inggris didorong untuk menyediakan berbagai jasa dan inilah yang akan menggerakkan aktifitas ekonomi dari sektor – sektor yang lainnya. Akan tetapi hal ini bertolak belakang dengan apa yang akan dilakukan oleh Khilafah Islam. Khilafah Islam akan menitikberatkan tekanan pada industri pertahanan sebagai stimulus dan kekuatan di belakang perekonomian Khilafah. Tidak hanya karena hal ini akan meningkatkan jumlah lapangan kerja dan memberikan berbagai kesejahteraan ekonomi tetapi juga karena industri ini adalah industri yang penting sebagai pencegah negara lain yang memiliki niat buruk untuk menguasai wilayah kaum muslimin.

Membangun sebuah ekonomi di sekitar pertahanan militer melibatkan pengembangan industri berat seperti baja dan besi, batubara dll sebagaimana juga pabrikasi senjata dan yang lainnya. Kebijakan – kebijakan utama yang akan dijalankan adalah sebagai berikut :

→dalam rangka untuk mengindustrialisasi, dibentuk sebuah forum yang secara spesifik mendorong perolehan support dan kerjasama dari para industrialis. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk menyediakan insentif, baik ekonomi dan juga politik, untuk para industrialis agar mengembangkan tipe pabrik tertentu dan tipe bisnis tertentu disekitar industri berat dan kebutuhan ekonomi berorientasi pertahanan militer. Insentif dapat berupa gratis pinjaman tanah dengan kompensasi produksi baja, besi atau bahan kimia untuk memunculkan para pebisnis dan wiraswasta. Insentif yang lain dapat berupa pinjaman yang disediakan oleh pemerintah kepada orang yang berkeinginan memulai bisnis tertentu di area tersebut yang pengembangannya dibutuhkan oleh negara atau suplai bahan – bahan kimia atau juga ekstraksi logam.

Langkah ini sama dengan kebijakan yang diterapkan oleh Jepang setelah pendudukan AS berakhir di tahun 1952 dengan bantuan dan persetujuan dari AS. Jepang juga membawa serta para pebisnis terbaiknya dan wirausaha – wirausaha terbaiknya dalam rangka menyerang balik ancaman komunisme, yang saat itu telah mencapai Korea Utara. Sebagai hasilnya pemimpin Jepang mencabut larangan pemilikan bersama yang memberikan formasi baru konglomerat besar yang telah mendominasi perekonomian jepang sampai saat ini. Group ini, dikenal sebagai keiretsu, yang merupakan keturunan langsung dari masa sebelum perang zaibatsu, sebagai pemilik hubungan dengan the Big Six – Mitsui, Mitsubishi, dan Sumitomo. Para Industrialis bekerja untuk tujuan dari negaranya sebagaimana layaknya mereka dapat melihat kekayaan dalam jumlah masif yang dapat diperoleh dari proses tersebut. Militer Amerika Serikat mulai membeli suplai dari Jepang, membuat permintaan yang sangat besar untuk barang – barang Jepang. Proses dari industrialisasi itu sendiri mempercepat pertumbuhan ekonomi, banyak pekerja yang berpindah dari pertanian produktivitas rendah dan produksi tekstile menuju industri modern. Oleh karena itu sebagai hubungan dengan wiraswasta atau entrepreneur, produksi dari permintaan barang yang lebih tinggi, ataupun juga barang yang lebih bernilai, seperti mesin – mesin industri, akan secara gradual menggantikan permintaan rendah dari barang – barang industri, seperti tekstil dll. Memasuki 1970 banyak output industri Jepang yang mengandung produk yang bahkan tidak pernah eksis di pasaran Jepang 20 tahun sebelumnya, seperti televisi berwarna, petrochemical, dan Air Conditioner (AC).

Ini adalah tipe kebijakan yang harus dilakukan oleh Dunia Islam dengan melihat pada perolehan keuangan secara pribadi dan juga menyatukan kunci kepemimpinan industri di belakang daulah Khilafah. Dunia Islam saat ini tidak memiliki para industrialis yang kaya dan juga para pebisnis. Namun ketika realisasi dari berbagai kebijakan menunjukkan tanda – tanda menuju kemakmuran, maka mereka akan pindah menjadi bagian dari kebangkitan ekonomi ini selama mereka dapat menghasilkan kekayaan yang belum pernah dikenal sebelumnya di dunia Muslim selama waktu yang lama. Kebijakan ini konsern untuk kesadaran masyarakat dan membantu menghasilkan investasi pribadi.

Visi Politik

Alasan utama mengapa dunia Muslim saat ini tetap tidak terindustrialisasi adalah karena kelemahan dari visi politiknya. Penguasa Muslim telah meletakkan dirinya sendiri sebagai agen resmi perusahaan multinasional barat. Konsep – konsep pasar bebas dan perdagangan bebas selalu menjadi jargon yang didengung – dengungkan di negara – negara berkembang. Hal itu dilakukan semata – mata hanya untuk kepentingan – kepentingan perusahaan barat semata. Yang diperlukan untuk terindustrialisasi sebenarnya hanyalah political will dari para penguasanya. Mesir misalnya yang telah sukses mengembangkan program nuklir pada 1950an walaupun pada akhirnya mengakhiri program tersebut setelah kalah dari Israel pada tahun 1967. Ataupun juga Pakistan yang juga melaksanakan dan mengembangkan program nuklirnya secara gemilang.

Untuk kemunculan awal daulah khilafah, kebijakan penting yang harus diambil adalah menyatukan orang – orang dalam satu visi politik. Sekali hal ini dapat dicapai, maka orang – orang akan bekerja untuk mencapai tujuan dari rencana yang disusun, lalu hal ini akan disebarluaskan kepada wilayah Muslim yang tersisa dan sekali mereka dapat merasakan arahnya maka mereka akan berpindah untuk mendukungnya. Salah satu dari problem terbesar yang ada di wilayah kaum muslimin saat ini adalah kelemahan setiap kebijakan – kebijakannya. Khilafah akan mencari orang – orang yang paling baik kemampuannya dan membuat mereka memainkan peran dalam visi ini, sehingga hal ini akan memberikan kepercayaan diri kepada masyarakat.

Hal ini membutuhkan pengembangan kapabilitas militer untuk mempertahankan negaranya sendiri dan memukul mundur setiap penyerbu dan lawan – lawan yang potensial untuk menyerang. Pemikiran ini akan memandu perkembangan teknologi yang tidak ada di dunia Islam, sebagai upaya untuk membawa militer khilafah berada dalam tingkat yang sama dengan standard modern global. Untuk mencapai hal ini maka khilafah harus diindustrialisasi. Untuk mengindustrialisasi kita butuh keahlian teknik dan bahan mentah, dan hal ini membutuhkan strategi khusus untuk mengembangkannya.

Sebagai contoh dari ini adalah apa yang terjadi pada USSR (Uni Soviet); Kaum komunis menerapkan sebuah rencana 5 tahun yang dimulai pada 1928, sebagai upaya untuk membangun pusat industri berat tanpa menunggu akumulasi kapital melalui ekspansi industri konsumer dan tanpa bergantung pada keuangan dari luar. Rencana lima tahun ini adalah sebuah list economic goal yang didesain untuk memperkuat ekonomi USSR antara tahun 1928 dan 1932. Hal ini telah membuat negara itu memiliki kekuatan militer dan industri sekaligus yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Rencana lima tahun itu memanfaatkan semua aktivitas ekonomi menuju pengembangan sistematik dari industri berat, oleh karena itu hal ini telah mentransformasi Uni Soviet dari negera pertanian primitive menjadi pemimpin industri dan kekuatan militer. Dalam upaya mengimplementasikan rencana tersebut, rezim Stalin menjadikan sumber daya alam menjadi penghasil batubara, besi, baja, rel kereta api, serta mesin – mesin industri. Seluruh kota baru, seperti Magnitogorsk di Urals, dibangun dengan penuh antusias oleh para pekerja muda dan intelektual. Ambisi yang dimiliki rencana itu telah membantu mengembangkan sense misi dan membantu mobilisasi untuk mendukung rezim.

Ini semua menunjukkan bahwa sumber daya alam tersebut akan diubah menjadi bahan – bahan yang bermanfaat dengan political will yang akan memberikan arahannya.

Pengolahan Mineral

Khilafah akan mengontrol setiap mineral dan industri yang mengekstrak dan memurnikannya. Sehingga untuk mengeliminasi kebergantungan kepada pihak asing, hal ini haruslah dilakukan. Ini akan menjadi objektiv utama industri bahan mentah sebagai bagian esensial bagi banyak industri agar dapat berjalan dengan baik. Misalnya saja Pakistan yang memiliki sumber – sumber alam yang patut dipertimbangkan, termasuk diantaranya minyak, gas, emas, kromit, bijih besi, batu bara, bauksit, tembaga, antimoni, sulfur, batu gamping, marble, pasir, garam, dan tanah liat untuk keramik. Bersamaan dengan tumbuhnya khilafah Islam, dengan mengintegrasikan wilayah kaum muslimin yang lain maka akan didapatkan sumber – sumber alam yang serupa dengan ini. Hal ini akan memberikan sense untuk mengembangkan industri internal yang dapat mengekstrak dan memproses sumber – sumber tersebut sehingga tidak bergantung kepada ahli – ahli dari luar.

Sebagian besar dari sumber – sumber itu saat ini diproses oleh perusahaan – perusahaan asing, terutama yang berasal dari AS. Perusahaan – perusahaan ini diberi bagian dari sumber – sumber alam yang mereka ekstrak, pada bidang minyak dan gas misalnya, dan tidak ada usaha sama sekali untuk mentransfer skill dan teknologi tersebut sehingga Pakistan menjadi mandiri dalam aktivitas mengelola sumber – sumber tersebut. Sedangkan perusahaan minyak nasionalnya dijual begitu saja atas kedok privatisasi.

Agar kemandirian dalam memproses mineral tersebut dapat terwujud ada beberapa langkah yang harus diambil. Misalnya semua sumber alam yang tidak terdapat di wilayah Khilafah, harus diimpor dari negara yang tidak memiliki maksud atau niatan buruk atas khilafah Islam. Ini adalah kebijakan yang saat ini diambil oleh Cina. Karena saat ini Cina haus akan minyak, maka mereka memberikan berbagai macam bantuan, pinjaman (banyak diantaranya yang telah dihapuskan) dan dana segar kepada negara – negara Afrika dalam rangka memperoleh minyak. Itu dilakukan dengan membangun pabrik pemurnian termasuk infrastruktur pendukungnya seperti jalan, sekolah, rumah sakit, dan kantor tanpa mencampuri urusan dalam negeri negara tersebut, hal ini sangat kontras dengan keterlibatan barat di dunia Islam saat ini. Kebijakan yang serupa dapat dilakukan oleh Khilafah jika diperlukan, meski begitu kita wajib bersyukur atas sebagian besar wilayah kaum Muslimin yang diberkahi dengan memiliki berbagai sumber alam dan hanya beberapa mineral penting saja yang perlu diimpor.

Negara juga harus mengembangkan kebijakan untuk perusahaan barat yang eksis di dunia Islam. Yang harus dimengerti dalam menghadapi mereka adalah letak permasalahan yang sesungguhnya dengan dunia Islam. Keberadaan mereka saat ini telah menjadi permasalahan dengan fakta bahwa mereka diberi hak penuh secara gratis untuk menambang sumber – sumber alam dan pada banyak kesempatan diberi bagi hasil dari sumber alam tersebut sebagai pembayaran. Juga banyak penguasa muslim dan elite mereka yang memastikan perusahaan asing tersebut mendapatkan keuntungan secara personal dengan bertindak sebagai penghalang bagi negara secara aktual untuk mengambil keuntungan dari sumber – sumber alam tersebut.

Di samping itu, problem terbesar yang dihadapi saat ini adalah fakta bahwa perusahaan – perusahaan tersebut tidak mentransfer skill atau teknologi ke negera tempat mereka bekerja di dalamnya. Perusahaan – perusahaan ini harus dipaksa untuk menandatangani perjanjian dalam rangka transfer teknologi ke Khilafah Islam. Perdagangan adalah alat yang kuat dalam mengamankan hubungan yang terjadi tersebut. Tidak ada dua negara dengan hubungan perdagangan yang sehat akan berperang satu sama lainnya. Hubungan antara AS dengan Cina membuktikan hal ini, meskipun kedua negara memandang satu sama lainnya sebagai musuh, akan tetapi mereka tidak dapat berperang, selama mereka saling membutuhkan satu sama lain untuk sekarang ini. Contoh bagus yang menunjukkan transfer teknologi adalah kasus pembelian kapal selam yang baru oleh Pakistan. Pakistan dan Perancis telah menandatangani sebuah deal untuk mengembangkan tiga buah kapal selam. Satu diantaranya akan dirakit di Perancis, dan sisanya akan di rakit di Pakistan. Dua kapal selam yang dirakit di Pakistan akan dirakit dengan bantuan dari Insinyur Perancis, oleh karena itu transfer teknologi akan terjadi. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa dengan political will industrialisasi dapat terwujud.

Khilafah juga harus mengidentifikasi mesin – mesin dan perlengkapan – perlengkapan yang dibutuhkan dan mendapatkannya dari negara – negara sahabat. Pakistan saat ini telah memiliki infrastruktur pabrik berat maupun ringan. Sebagai contoh misalnya mesin – mesin untuk gula dan pabrik semen, pemanas (boiler), slender jalan, mesin panen, mesin tekstil dll. Kompleks Mekanik Berat juga telah memiliki fasilitas untuk memproduksi besi dan baja pelapis baik dalam skala ringan, medium, maupun berat. Industri ini diantara industri yang lainnya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan industri suplai mesin – mesin dan perlengkapan – perlengkapan yang dibutuhkan industri bahan mentah, sebagaimana layaknya industri – industri yang lain.

Khilafah dapat membiayai Industrialisasi dalam tiga Cara

-Investasi Langsung- hal ini akan dilakukan bila memperoleh profit merupakan suatu hal yang sulit jika usaha tersebut dipasrahkan ke industri, seperti misalnya pembuatan kapal, riset luar angkasa atau aerospace atau mengoperasikan sistem rel kereta api. Oleh karena itu, Khilafah harus mengoperasikan ini semua atau mensubsidi operasinya.

-Kerja sama dengan Industri- ini terjadi pada proyek yang terdapat nilai komersil didalamnya atau keterlibatan pemerintah diharuskan untuk dapat membuat proyek tersebut dapat dijalankan seperti proyek eksplorasi minyak.

-memberi insentive kepada Industri untuk turut serta dalam proyek- ini dilakukan dengan memberikan kontrak ke industri untuk memproduksi tank, senjata, kapal dsb atau dengan menyediakan pinjaman/dana bantuan/subsidi ke industri yang memproses bahan mentah, atau juga menyediakan lahan untuk proyek konstruksi seperti pabrik senjata dll.

Khilafah juga dapat mencari orang – orang yang memiliki kemampuan untuk membantu dalam pengembangan industri pertahanan ini. Dunia Muslim telah memiliki saintis nuklir yang handal dan juga insinyur – insinyur nuklir sebagaimana layaknya insinyur perminyakan. Di sebabkan oleh sedikitnya kesempatanlah banyak para personel yang terlatih itu terpaksa pergi ke luar negeri yang secara sederhana akan membuat komposisi para ahli dan teknologi yang ada menjadi defisit. Sebagai contoh, ketika Mesir menyerahkan kebijakan pengembangan senjata nuklirnya pada 1967 banyak saintisnya yang pergi ke Irak dan bergabung dengan Program pembuatan senjata Saddam Husein. Abdul Qadir Khan sebagai bapak program nuklir Pakistan saat ini sedang tidak memiliki pekerjaan apapun alias pengangguran.

Melakukan sebuah kebijakan industrialisasi akan memberikan stimulus yang besar pada bidang ekonomi. Apa yang saat ini tidak ada di dunia Muslim adalah arah ataupun rencana apapun dalam suasana ekonomi. Mayoritas dari perekonomian kita adalah kondisi kekurangan stimulus dan investasi dan juga terlalu bergantung pada ekspor minyak dan gas.

Kreasi dari industri pertahanan yang maju akan membawa sebuah injeksi investasi yang masif. Investasi ini akan berlipat ganda dengan investasi pribadi dari para entreprenuer yang tekun untuk memperbanyak keuntungan yang akan dihasilkan. Satu efek nyata yang harus dapat dipahami adalah bahwa sebuah kebijakan akan membuat lapangan pekerjaan untuk orang – orang yang sebelumnya menganggur. Negara mungkin akan membiayai training – training, meskipun dunia Muslim saat ini bukanlah negeri – negeri yang kekurangan orang – orang yang terampil.

Pembukaan lapangan – lapangan kerja ini akan secara natural meningkatkan konsumsi, sebagai akibat dari orang yang memiliki jumlah pendapatan yang besar. Hal ini akan meningkatkan permintaan barang dari masyarakat umum. Peningkatan permintaan ini akan mendorong pengembangan sektor ekonomi yang lain seperti sektor pabrikasi barang, sektor barang konsumsi, dan juga permintaan untuk beberapa barang mewah. Permintaan ini akan mendorong orang untuk mensuplay barang – barang tersebut sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan lagi dan lagi, sehingga kekayaan ekonomi pun akan semakin meningkat.

Agrikultur

Dalam rangka untuk melaksanakan kebijakan industrialisasi, merupakan hal yang sangat penting bagi setiap negara untuk dapat menyediakan kecukupan pangan bagi dirinya sendiri. Merupakan hal yang sangat penting bagi negara untuk tidak tergantung pada kekuatan luar negeri dalam bidang kebijakan agrikulturalnya. Setiap kebijakan pengembangan akan menjadi tidak berarti tanpa kemampuan dari suatu negara untuk menyediakan bahan makanan dasar bagi rakyatnya. Khilafah juga harus mengembangkan sebuah kebijakan agrikultur yang independen, dengan memanfaatkan lahan subur yang tersedia, yang diberkahkan kepada dunia Muslim.

Sebagai contoh Turki yang mendirikan pusat industri dan juga mengembangkan kebijakan agraria melalui intervensi negara pada masa pasca perang dunia, meskipun selama akhir 1980an reformasi IMF telah menghambat pengembangan ini dengan sangat berat. Sebagai konsekuensinya, Turki saat ini hanyalah negara eksportir bahan makanan, sapi dan hewan ternak.

Dengan keberadaan hal ini dalam benak, di masa depan, Khilafah harus menginvestasikan mesin – mesin dan teknik – teknik agrikultur terbaru. Sebagai contohnya adalah Korea Utara yang memiliki kebijakan agrikultur yang baik, dikembangkan setelah perang dunia dua yang disebut dengan filosofi Juch dalam tiga tahap melalui arahan komunis. Korea Utara adalah sebuah negara yang dapat secara potensial berdagang dengan Khilafah. Sebab selama ini mereka berkeinginan untuk mengekspor barang industri pertanian mereka, akan tetapi mereka mendapati bahwa pasar di AS dan Eropa telah tertutup karena ekonomi proteksionis yang diterapkan oleh AS dan Eropa yang notebenenya adalah negara Kapitalis. Khilafah dapat membuat perjanjian perdagangan yang saling menguntungkan kedua pihak. Sebagai contoh kita dapat membeli mesin – mesin agrikultur Korea Utara sembari mempelajari teknik agrikultur mereka.

Kesimpulan

Meskipun artikel ini adalah sebuah outline umum akan tetapi kebijakan – kebijakan yang ada dalam artikel ini perlu untuk diterapkan secara riil dalam realitas Khilafah yang memiliki otoritas untuk menerapkannya. Wilayah kaum Muslimin sangat berlimpah dengan sumber – sumber alam serta para ahli dan orang – orang yang akan bekerja untuk tercapainya tujuan Islam. Penguasa kaum muslimin saat ini selama mereka tetap menjamin bahwa negara mereka tidak akan terindustrialisasi untuk mencapai potensi yang sesungguhnya dan mengukuhkan kedudukan mereka sebagai agen dari negara adidaya saat ini, maka kebangkitan itu tidak akan pernah diraih. Jerman menantang Kerajaan Inggris di awal abad 20 dengan mengindustrialisasi negaranya yang pada akhirnya membawanya ke perang dunia pertama. Dan ini akan dilakukannya lagi untuk menggeser keseimbangan kekuatan global dunia melalui industrialisasinya, dan lagi – lagi dalam waktu enam tahun saja mereka telah mendapatkan kekuatan dunia untuk menyaingi Inggris. Uni Soviet dalam waktu 20 tahun mengindustrialisasi negaranya secara cepat dan selama 50 tahun berkompetisi dengan AS untu memainkan peran sebagai superpower global. Contoh – contoh ini menunjukkan bahwa di mana ada kemauan untuk mengindustrialisasi dan mempertahankannya sendiri, maka di sana akan tercapai kemajuan itu. Tetapi tanpa industrialisasi ini mereka akan tetap selalu jatuh di bawah pengaruh dari kekuatan asing. Bagaimanapun juga, kunci perbedaannya harus diperhatikan. Seluruh contoh – contoh negara yang mengindustrialisasi negaranya, melakukannya dengan tujuan untuk mengendalikan atau mengkolonisasi wilayah lain dengan mendapatkan kekuatan dunia.Sedangkan dorongan utama kita Umat Islam untuk melakukan industrialisasi dan kemajuan teknologi haruslah dibangun atas dasar aqidah Islam, sebagai pendorong utama dan motivasinya. Yang ditunjukkan di setiap waktu dengan beriman kepada Allah dan RasulNya.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. QS. Al – Anfaal [8] : 24

[WS]Sumber : KCom

No comments: