Wednesday, June 27, 2007

POLITIK DAN POLITIK INTERNASIONAL

POLITIK DAN POLITIK INTERNASIONAL


Politik adalah pemikiran yang terkait dengan mengurusi kepentingan orang. Baik pemikiran tersebut berupa kaidah-kaidah; akidah atau hukum-hukum. Atau pemikiran tersebut berupa perbuatan-perbuatan yang sedang berlangsung, atau telah atau akan berlangsung. Maupun berupa informasi-infor­masi. Bila pemikiran-pemikiran tersebut adalah persoalan yang realistis maka ia merupakan politik. Baik terkait dengan persoalan-persoalan kekinian atau futuristik. Sekali­pun waktunya telah lewat. Yaitu berupa fakta yang telah berlalu dan lenyap. Baik baru saja berlalu atau sudah lama, yang berupa sejarah.

Karena itu, sejarah itu pun merupakan politik. Ia merupakan sejarah, baik berupa realitas-realitas yang tidak akan berubah dengan pergantian masa. Dan inilah hal yang wajib senantiasa diketahui. Atau berupa peristiwa-peristiwa dalam situasi tertentu yang berlalu dan berlalu pulalah situasi itu. Dan inilah yang tidak harus diambil. Semestinya pengamat atau pembaca senantiasa dalam keadaan sadar ketika membaca atau mengamatinya. Sehingga tidak akan mengambilnya dalam situasi yang tidak cocok dengan situasinya. Maka, ia terperangkap dalam kesalahan, dus amat berbahaya untuk mengambilnya.

Manusia, dari segi kemanusiaanya, atau pribadi dari segi bahwa ia adalah hidup di tengah kehidupan ini adalah politikus yang suka berpolitik dan memperhatikan politik. Sebab, ia selalu mengurusi kepentingan dirinya, atau orang yang menjadi tanggungannya, atau kepentingan bangsa, idiolo­gi serta pemikiran-pemikirannya. Hanya saja individu, kelom­pok, negara-negara atau organisasi-organisasi internasional yang menolak mengurusi kepentingan umat, negara, wilayah ataupun negara-negara mereka secara pasti adalah politikus, dilihat dari sisi bahwa mereka adalah keturunan manusia. Dan merupakan sesuatu yang alami dari sisi kealamiahan aktivi­tas, kehidupan dan tangungjawab-tangungjawab mereka. Karena itu, mereka adalah politikus yang jelas-jelas politikus. Merakalah yang berhak disebut dengan kata 'politikus'. Hal ini tidak hanya diperuntukkan bagi individu yang aktif-agresif. Sebab, itu merupakan pembatasan berfikir dalam hal mengurusi suatu kepentingan serta pembatasan kegiatan dalam kehidupan. Pembahasan tentang politik hanya bermakna politi­kus-politikus tersebut. Dan tidak berarti untuk semua orang.

Para ahli telah mendefinisikan politik, bahwa politik adalah bidang kemungkinan-kemungkinan, atau bidang kemungki­nan. Inilah definisi yang tepat. Hanya saja, dilihat dari segi apa yang telah dialami manusia dengan membatasi pada hal-hal kekinian, ini adalah kesalahan. Sebab itu berarti realistis-pragmatis dengan pengertian yang keliru. Ia telah mengkaji fakta dan perjalanan hidup sesuai dengan fakta terse­but. Dan kalaupun ini diterima, niscaya tidak akan ada sejarah. Juga pasti tidak ada kehidupan politik. Sebab sejarah adalah perubahan realitas. Dan kehidupan perpoliti­kan adalah perubahan realitas-realitas yang berproses menuju realitas-realitas yang lain.

Karena itu, definisi politik sebagai bidang kemungkinan adalah definisi yang keliru sesuai dengan pemahaman orang tentang definisi tersebut, atau sesuai dengan pemahaman politikus tersebut. Namun, dilihat dari segi bahwa kata mungkin yang memiliki arti hakiki yaitu apa saja yang ber­tentangan dengan kemustahilan serta bertentangan dengan kemestian, sesungguhnya adalah benar. Sebab politik bukanlah bidang kemustahilan. Tetapi, politik hanyalah bidang kemung­kinan. Maka pemikiran-pemikiran yang terkait dengan kemung­kinan-kemungkinan atau yang lebih tepat adalah apa yang tidak terkait dengan realitas-realitas kemungkinan dan fakta ini maka bukan merupakan politik. Melainkan fenomena-fenome­na yang terfikirkan, atau sekedar imajinasi-imajinasi ko­song, ataupun hanya hayalan-hayalan belaka. Maka, sebuah pemikiran hingga bisa disebut sebagai pemikiran politik atau sampai pemikiran tersebut menjadi politik harus terkait dengan kemungkinan. Karena itu politik merupakan bidang ke­mungkinan bukan bidang kemustahilan.

Seseorang hingga bisa disebut sebagai politikus harus memiliki pengalaman politik. Baik menangani politik dan mengurusinya secara langsung. Dan dia disebut politikus yang berhak menyandang sebutan politikus. Atau secara tidak langsung menanganinya, yaitu (yang disebut) pengamat poli­tik. Dan agar seseorang memiliki pengalaman politik tersebut ia harus memenuhi tiga persoalan penting. Pertama, informa­si-informasi politik. Kedua, kontinuitas mengetahui informa­si-informasi politik yang sedang berkembang. Ketiga, ketepa­tan memilih informasi-informasi politik.

Informasi-informasi politik adalah informasi-informasi historis, utamanya adalah realitas-realitas sejarah serta informasi-informasi tentang peristiwa-peristiwa, tindakan-tindakan serta pribadi-pribadi yang terkait dengan mereka, dari segi pandangan politik. Juga informasi-informasi tentang hubungan-hubungan politik, baik antar individu, negara-negara ataupun pemikiran-pemikiran tertentu. Informasi-informasi inilah yang bisa membuka makna pemikiran politik, baik berupa informasi, tindakan maupun kaidah; akidah dan hukum tertentu. Maka, tanpa informasi-informasi ini seseo­rang tidak akan mungkin memahami pemikiran politik apapun sekalipun didukung dengan kecerdasan dan kejeniusan. Sebab persoalannya adalah persoalan pemahaman, bukan persoalan logika.

Sedangkan mengetahui berita-berita yang berkembang, terutama berita-berita politik, karena ia merupakan informa­si, dan karena ia merupakan berita tentang peristiwa terten­tu yang sedang berkembang, juga karena ia merupakan pusat pemahaman dan pembahasan, karena itu harus mengetahuinya. Ketika peristiwa-peristiwa kehidupan ini secara pasti terus berubah, berkembang dan berbeda-beda serta bertolak bela­kang, maka jelas menjadi keharusan mengikutinya secara kontinue. Sehingga tetap senantiasa mengetahuinya. Yaitu tetap senantiasa berhenti menanti di stasiun kereta api yang secara riil akan dilewati kereta api tersebut. Dan agar tidak berhenti menanti di stasiun yang kini tidak dilewati kereta api tersebut. Tetapi kereta itu selalu lewat satu jam sebelumnya kemudian berubah, lalu lewat di stasiun lain. Karena itu menjadi keharusan untuk mengikuti berita-berita tersebut secara kontinue dan terus mengikutinya hingga tak satupun berita yang terlewatkanya. Baik berita tersebut penting atau biasa-biasa. Bahkan wajib senantiasa dibawa saat mencari dalam tumpukan jerami untuk mendapatkan sebutir gandum. Dan kadang-kadang tidak dia temukan. Karena dia tidak tahu kapan berita penting itu datang, dan kapan tidak.

Untuk itulah, harus senantiasa mengikuti semua berita-berita tersebut. Baik yang dianggap penting atau tidak. Sebab, berita-berita tersebut merupakan penggalan-penggalan yang terkait sebagiannya dengan sebagian yang lainya. Bila satu penggalan hilang, maka terputuslah 'rantai' tersebut. Juga sulit mengetahui persoalannya. Bahkan kadang-kadang bisa difahami dengan salah. Kadang fakta yang ada dikaitkan dengan berita atau pemikiran yang telah berakhir dan sirna, dan tidak akan pernah kembali lagi. Karena itu, mengikuti berita-berita tersebut harus secara terus-menerus hingga pemahaman politiknya menjadi jelas.

Sedangkan untuk ketepatan memilih berita semata-mata adalah untuk diambil, bukan sekedar didengarkan. Maka yang diambil hanya berita-berita penting. Adalah apabila menden­gar berita bahwa Perdana Menteri Prancis berkunjung ke London, itu akan didengarkan sekaligus diambilnya. Namun, bila mendengarkan berita bahwa parlemen Jerman berkunjung ke Berlin atau pergi ke Washington atau mengadakan pertemuan dengan general assembly PBB, itu akan didengarkan dan bukan untuk diambil. Karena wajib dibedakan antara apa yang bisa diambil dan apa yang tidak, sekalipun semua berita tadi harus tetap didengarkan. Sebab yang diambil hanya berita-berita yang ada gunanya untuk diambil. Dan bukan karena yang lain. Sekalipun berita-berita tersebut kadang-kadang memben­tuk informasi-informasi. Inilah yang disebut mengikuti, yaitu mengikuti berita untuk diambil bukan sekedar didengar­kan.

Politik dalam arti nasional, seperti mengurusi kepen­tingan bangsa dan kepentingan negara, sekalipun penting tetapi kepentingan nasional ini tidaklah sah untuk dijadikan sebagi pusat perhatian. Juga tidak diperbolehkan untuk membatasi perhatian terhadap kepentingan nasional. Sebab dengan menjadikanya sebagi pusat perhatian berarti terjebak egosentris, dus apriori serta berupaya untuk kepuasan bela­ka. Disamping itu, hal ini amat berbahaya terhadap tercipta­nya pertentangan secara internal antar politikus, kemudian antar individu-individu rakyat ataupun kelompok-kelompok mereka. Dalam hal ini terdapat bahaya bagi negara dan bang­sa. Disamping membatasi hanya kepentingan nasional tadi tidak akan menjadikan seseorang memahami politik, ini pun berarti melalaikan kepentingan bangsa. Padahal seorang politikus harus senantiasa mengurusi kepentingan bangsanya hingga bisa disebut sebagai politikus. Dan ini tidak mung­kin, melainkan dengan memperdulikan kepentingan bangsa dan negara-negara yang lain. Serta mengetahui berita-berita, manuver-menuvernya serta mengikuti apa saja yang mungkin terjadi dengan informasi-informasi dari bangsa dan negara-negara tersebut.

Karena itu, politik internasional dan politik luar negeri adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari poli­tik. Dilihat dari segi politik itu sendiri. Karena itu, politik tersebut hanya berupa pemikiran untuk mengurusi kepentingan-kepentingan bangsanya, serta pemikiran-pemikiran yang mengurusi kepentingan-kepentingan bangsa dan negara-negara lain. Hubungan politik internasional, politik luar negeri dengan politik tersebut adalah hubungan antara satu bagian dengan keseluruhan. Bahkan bagian penting yang mem­bentuknya.

Politik luar negeri dan politik internasional yang wajib diperhatikan adalah politik bangsa-bangsa yang berpen­garuh. Bukan semua bangsa. Dan politik negara-negara yang berpengaruh bukan semua negara. Terutama negara yang memi­liki hubungan dengan bangsa ataupun negaranya, atau akidah yang dijadikan sebagai landasan negaranya. Karena itu, politik luar negeri dan politik internasional hanya bisa diartikan sebagai politik bangsa-bangsa dan negara-negara yang berpengaruh. Terutama yang berpengaruh terhadap bangsa dan negaranya. Baik pengaruh tersebut dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Sebagai contoh mengetahui bahwa ada revolusi telah terjadi di Haiti, tidaklah terlalu penting untuk diketahui. Tetapi bila revolusi tersebut terjadi di Brazil, atau Kuba, atau Abesinea, ataupun Uganda adalah hal yang urgen untuk diketahui. Sebab, negara yang pertama disebutkan tidak berpengaruh terhadap posisi internasional, juga tidak ada penaruhnya terhadap bangsa dan negaranya selain Islam, merupakan musuh baginya. Dan secara terus-menerus akan meninggalkan keburukan terhadap negara Islam. Bahwa semua negara tersebut merupakan musuh negara Islam, dan selalu melingkarinya. Juga sibuk mengendalikan dan mendiktenya untuk melemahkan negara Islam, mengalahkan dan menghancurka­nya. Karena itu, semua umat ini--terutama para politikus--wajib sibuk untuk menghindari ancaman secara ekstern. Yaitu selalu sibuk dalam politik luar negeri dan politik internasional dengan pengetahuan, pengamatan serta kesadaran terhadap daerah-daerah bahaya tersebut.

Hanya saja negera Islam tidak hanya berarti para pen­guasa. Melainkan juga umat yang berada di bawah kekuasaan khilafah secara langsung. Umat secara keseluruhan adalah negara. Dan negara-negara kafir memahami hal itu. Dia kemud­ian bekerja dengan dasar kerangka tadi. Dan selama umat ini sadar, bahwa ia merupakan negara, maka ia harus selalu mengikuti berita-berita, situasi negara-negara, bangsa-bangsa dan umat lain. Sehingga selalu menyadari musuh-musuhnya. Hingga selalu dalam keadaan betul-betul siap untuk melawan semua musuh tersebut. Karena itu, berita-berita politik luar negeri harus senantiasa menyebar di tengah umat secara keseluruhan, yang diketahui orang secara umum. Dan para politikus serta pemikir harus menelaah orang lain dengan dasar politik luar negeri. Sehingga ketika orang-orang tersebut memilih wakil mereka di Majelis Umat untuk mengkoreksi penguasa, dus untuk kepentingan syura (mengambil dan memberikan pendapat) mereka hanya akan memilih dengan dasar politik luar negeri serta politik internasional. Sebab inilah yang wajib dimiliki umat.

Sedangkan para politikus dan pemikir secara umum, tentang memahami politik luar negeri dan politik internasion­al adalah harus merata bagi semua aktivitas dan pemikiran politikus tersebut. Itulah yang nampak secara jelas bagi kalangan pemikir, dalam berfikir dan pemikiran mereka. Sebab seorang muslim, ada adalah untuk Islam. Dan adanya pun hanya untuk dakwah Islam. Dia hidup hanya untuk kepentingan agama ini, melindungi dan menyebarkan dakwahnya. Bila jihad meru­pakan ujung tombak Islam, maka mengemban dakwah adalah tujuan yang karena dakwah itulah, ada jihad.

Ini menuntut untuk mengetahui politik luar negeri dan politik internasional. Disamping itu dengan memperhatikan hal ini, sebenarnya negara-negara yang tamak, agar kemudian memiliki pengaruh serta menikmati kekuasaan dan kemuliaanya, akan selalu menjadikan politik luar negerinya sebagai salah satu dasar (kebijakannya). Dan mengambil politik luar negeri tersebut sebagai media untuk menguatkan kedudukannya di dalam dan luar negeri.

Bila faktanya seperti ini, maka para politikus dan pemikir harus mengikuti politik luar negeri serta politik internasional. Baik mereka yang dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan. Sebab inilah yang menjadikan mereka sebagai politikus, atau orang yang mengurusi kepentingan umat mereka. Sebab kepentingan-kepentingan mulia umat tersebut hanya terpusat dalam politik luar negeri dan politik inter­nasional.

Dari sini, menjadi kewajiban bagi semua partai dan para politikus secara umum serta tokoh-tokoh pemikir dan ilmuan agar menjadikan politik luar negeri dan politik internasion­al sebagai persoalan terpenting yang harus mereka geluti.

Bila mengetahui politik luar negeri dan politik inter­nasional menjadi keharusan, terutama bagi para politikus, pemikir dan ulama', maka tidak boleh hanya membatasi menge­tahui kaidah-kaidah umum serta garis-garis besarnya saja. Artinya, tidak boleh membatasi pada persoalan-persoalan global dan kesimpulan-kesimpulan. Bila hal ini terjadi, sekalipun punya arti tetapi itu tidak cukup untuk mengetahui bahaya. Juga harus mengetahui bagaimana caranya menghindar (dari ancaman tersebut). Dan harus pula memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi, niatan-niatan serta tujuan-tujuanya. Bahkan, harus mengetahui secara rinci, kegiatan-kegiatan serta kejadian-kejadian tersebut lalu menganalisanya. Kemud­ian mengambil sikap terhadap niatan-niatan serta tujuannya.

Agar mengetahui niatan-niatan musuh yang ditujukan kepada negara dan umat ini, harus mengetahui; pertama, pernyataannya serta kondisi penyataan tersebut meluncur, kedua, tindakan-tindakanya serta situasi yang sedang mela­hirkan tindakan-tindakan tersebut, ketiga, hubungannya dan kondisi hubungan-hubungan ini. Tanpa mengetahui ketiga persoalan ini, tidak mungkin bisa menelaah niatan-niatan musuh. Ketiga persoalan ini membutuhkan pengetahuan secara detail. Tentang pernyataan, misalnya, harus diketahui secara detail dan diikuti sehingga mengerti situasi ketika pernya­taan tersebut disampaikan. Demikian halnya tindakan dan hubungan-hubungan tadi. Ini menuntut pengetahuan secara detail.

Bila seorang Perdana menteri Inggris berkunjung ke China, maka kunjungan ini bukan untuk rekreasi, juga bukan untuk perdagangan, juga bukan untuk menimba ilmu. Tetapi, kunjungan ini merupakan aktivitas politik. Maka, kunjungan ini harus diketahui secara rinci dan detail. Bila semua umat tidak memperhatikan secara rinci, maka individu-individu umat yang ada digarda terdepan, terutama para politikus, harus mengetahuinya. Karena mereka bertanggungja­wab. Juga karena mereka diyakini sebagai orang yang mengu­rusi kepentingan-kepentingan umat.

Bila kemudian banyak yang mengharuskan seperti ini, maka peristiwa-peristiwa yang berjalan di dunia ini adalah baik untuk contoh terhadap kepentingan mengetahui dengan pengerta­huan secara rinci. Pertentangan yang berusaha dinampakkan antara Rusia dengan China adalah hal yang amat jelas. Bila Perdana Menteri China memberikan penjelasan yang bertentan­gan dengan Rusia, atau bertentangan dengan Polandia, ataupun bertentangan dengan Jerman Barat dan Timur, maka penjelasan tersebut harus ditelaah. Termasuk persepsi terhadap fakta-fakta yang ada di dalamnya, yang menjadi tujuannya. Sebab, sekalipun China tidak membawa ancaman kepada kita, sebenar­nya Rusia saat ini bisa mengancam eksistensi kita. Dan boleh jadi China akan menjadi ancaman pada masa datang.

Untuk mengetahui kondisi musuh, tidak mungkin bisa dilakukan melainkan dengan mengetahui secara rinci dan dengan mengikutinya. Perlombaan yang terjadi antara Eropa dengan Amerika, misalnya. Adalah perlombaan yang terjadi antara beberapa negara Eropa dengan Amerika Serikat. Bila, Menteri Luar Negeri Prancis memberikan penjelasan bertentan­gan dengan Amerika Serikat, kemudian Menteri Luar Negeri Inggris memberikan penjelasan yang mendukung Amerika Seri­kat, maka harus difahami kedua penjelasan tersebut dengan dasar bahwa keduanya, Inggris dan Prancis, adalah penjelasan dua negara Eropa. Juga harus difahami, bahwa antara Eropa dan Amerika hanya terjadi perlombaan bukan permusuhan. Hingga sekalipun dalam hal ini bisa membahayakan Eropa atau Amerika.

Begitu pula, bila Amerika melakukan penjualan senjata kepada Belanda tidak bisa dianggap seperti menjual bahan-bahan pencuci kepada Italia. Sebab memang ada perbedaan hubungan antara kedua negara tersebut dengan Amerika. Disana juga terdapat perbedaan antara menjual senjata dengan menju­al bahan-bahan pencuci. Demikian pula, bila Inggris memberi­kan pinjaman kepada Rusia dengan memberi pinjaman kepada China. Sebab memang terdapat perbedaan hubungan antara masing-masing negara ini dengan Inggris. Bila Prancis menga­dakan perjanjian budaya dengan Rusia, kemudian Inggris mengadakan perjanjian budaya dengan Rusia itu juga, maka jelas disana ada perbedaan antara perjanjian budaya Inggris dan dengan perjanjian budaya Prancis. Demikianlah, mengikuti pernyataan, tindakan-tindakan serta hubungan-hubungan terse­but secara rinci ini berlangsung. Maka, tidak cukup diketa­hui yang global tetapi harus diketahui secara rinci.

Bahwa sekalipun kondisi internasional dan kondisi negara-negara yang berpengaruh saat ini dalam politiknya bergantung kepada apa yang disebut dengan hubungan diploma­si. Yaitu kontak hubungan dan menempatkan orang-orangnya (baik menjadi duta, dsb.). Sebenarnya ini adalah persoalan temporal, dan ini pun ada karena tidak adanya kekuatan yang menakutkan di dunia. Tetapi, bila ada kekuatan yang menakut­kan, maka jelas akan berubah. Keadaan internasional dan negara-negara berpengaruh pun akan bergantung kembali kepada aktivitas-aktivitas politik dan militer. Hanya saja, dalam keadaan apapun harus masuk dalam lingkaran kepedulian terha­dap yang rinci-rinci. Maka, bila disana terdapat kaki tangan musuh, harus diketahui hingga sekalipun mereka dari negara-negara kafir. Juga apabila terjadi kontak atau kegiatan-kegiatan politik, maka harus mengetahui kontak-kontak ini. Dan tindakan-tindakan tersebut secara rinci, lebih-lebih yang masih tersimpan.

Bila Prancis mencegah pemberian senjata terhadap Yahudi sedangkan Amerika memberikannya dalam jumlah yang lebih besar, maka sebenarnya hal itu tidak berarti bahwa Prancis musuh Yahudi dan Amerika temannya Yahudi. Sebab kedua negara tersebut merupakan penopang kekuatan Yahudi. Dan keduanya menginginkan satu tujuan, yaitu menghancurkan kaum muslimin. Tetapi, perbedaan mereka adalah dalam memahami teknik dukungannya yang nampak dalam persenjataan, memberi­kan atau mencegah pemberiannya.

Politik luar negeri dan politik internasional, baik berjalan dengan jalan adanya orang-orang yang menjadi kepan­jangan tangan, atau diplomasi, atau berjalan dengan kegia­tan-kegiatan politik atau tindakan-tindakan militer, kese­muanya harus diketahui secara rinci. Karena itu untuk menge­tahui politik itu sendiri, harus juga mengetahui niatan-niatan, tujuan-tujuan serta mengetahui seluk beluk pernya­taan, tindakan dan hubungannya. Dan bila yang rinci-rinci tersebut tiak diketahui, maka politik itu sendiri benar-benar tidak diketahui. Dan seseorang itu pun tidak menjadi politikus. Dengan pasti tidak akan mengetahui niatan-niatan dan tujuan-tujuannya.

No comments: