Wednesday, June 27, 2007

CARA MENGEMBAN DAKWAH

CARA MENGEMBAN DAKWAH



Allah SWT. berfirman:

"Serulah (manusia) ke jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dialah yang Maha Mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An Nahl: 126)

Imam Bukhori meriwayatkan hadits dari Ubadah Bin Sham­id, yang ia berkata :

"Kami membaiat Rasulullah saw., untuk setia mendengar­kan dan mentaati perintahnya baik dalam keadaan yang kami senangi maupun kami benci dan kami tidak akan merebut kekua­saan dari seorang pemimpin dan kami akan berbuat dan berkata benar dimana saja kami berada, kami tidak pernah takut karena Allah atas celaan orang yang mencela".

Ayat tersebut menjelaskan cara berdakwah kepada Islam. Sedangkan hadits di atas menjelaskan bahwa perkataan yang benar (qaulul haq) adalah bagian dari apa yang dibaiatkan kaum muslimin kepada Rasulullah saw., sekaligus menjelaskan bagaimana keadaan qaulul haq tersebut.

Tentang dakwah mengajak manusia kepada Islam, ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia dapat diajak kepada agama Allah dengan tiga cara, salah satunya adalah dakwah dengan hikmah.

Hikmah adalah al burhan al aqli (argumentasi logis). Maksudnya, argumentasi yang masuk akal, tidak dapat diban­tah, dan yang memuaskan. Inilah yang bisa mempengaruhi jiwa (pikiran dan perasaan) siapa saja. Karena, manusia tidak akan dapat menutupi akalnya di hadapan argumentasi-argumen­tasi yang pasti serta pemikiran yang kuat.

Karena itu, berdakwah dengan argumentasi dan hujjah ini dapat mempengaruhi para pemikir maupun bukan pemikir. Ia ditakuti oleh orang-orang kafir serta orang-orang atheis sebagaimana juga ditakuti oleh orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Sebab, ia dapat membongkar rekayasa kebatilan, menerangi wajah kebenaran, ia juga bisa menjadi api yang mampu membakar kebobrokan dan menjadi cahaya yang dapat menyinari kebenaran.

Dari sini kita dapat menemukan, bahwa Al Qur'an telah mendatangkan hujjah-hujjah yang jelas dan argumentasi-argu­mentasi logik. Ia merupakan bentuk ungkapan yang paling dalam, serta argumentasi-argumentasi dan hujjah-hujjah yang paling jelas.

Begitulah, maka menjadikan salah satu metode berdakwah dengan hikmah atau dengan argumentasi logik dan memuaskan adalah wajib. Allah berfirman :

"Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan, Kami halau ke suatu daerah yang tandus lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu perbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran." ( Al A'raf: 57)

Merupakan kekeliruan, apabila seseorang mengira bahwa hikmah adalah kebijaksanaan, kelemahlembutan atau keramahan. Makna tersebut sama sekali tidak terdapat dalam ayat di atas. Hikmah, memang, kadangkala berarti menempatkan per­soalan pada tempatnya dan kadangkala berarti hujjah dan argumentasi. Dalam ayat ini, tidak mungkin ditafsirkan dengan menempatkan persoalan pada tempatnya. Jelaslah kemud­ian, bahwa makna hikmah adalah hujjah dan argumentasi.

Sedangkan cara berdakwah kedua, adalah mauizhah hasanah atau peringatan yang baik. Itu berarti mempengaruhi perasaan manusia ketika menyeru akal mereka dan mempengaruhi pemiki­ran mereka ketika menyeru perasaannya. Sehingga, pemahaman mereka terhadap apa yang mereka dakwahkan senantiasa dilipu­ti oleh semangat melaksanakannya serta beramal untuk meraih­nya. Al Qur'an telah melakukan hal itu, maka saat ia menyeru pemikiran, ia pun mempengaruhi perasaan-perasaannya. Firman Allah :

"Sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahanam itu kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai pikiran tapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai telinga tapi tidak dipergunakan mendengar­kan (ayat-ayat Allah), mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." ( Al An'am: 179).

Dan Allah berfirman :

"Sesungguhnya neraka jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak pula (mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah sebagai pembalasan yang setimpal." ( An Naba': 21)

Adapun metode yang ketiga adalah Al Jidal (bantahan) dengan cara yang lebih baik. Yaitu berdiskusi yang terbatas dengan ide. Kemudian menyerang dan menjatuhkan argumentasi-argumentasi batil, lalu memberikan argumentasi-argumentasi jitu dan benar dengan meneliti hingga sampai pada suatu kebenaran. Karena itu, ia mengandung dua sifat yaitu mero­bohkan dan membangun (baru sama sekali), menjatuhkan dan menegakkan argumentasi-argumentasi.

Allah berfirman:

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah)? Karena Allah telah member­ikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan), ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan', orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan mematikan', Ibrahim berkata: 'Allah bisa menerbitkan mata­hari dari timur, maka terbitkanlah dari barat', lalu diam dan terdiamlah orang-orang kafir itu." ( Al Baqarah: 257)

Dan Allah juga berfirman:

"Fir'aun bertanya: 'Siapa Tuhan alam semesta itu?', Musa menjawab: 'Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa saja yang ada pada keduanya (itulah Tuhanmu) jika kamu sekalian (orang-orang) yang mempercayainya'. Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?', Musa berkata (pula): 'Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek kamu terdahulu', Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila', Musa berkata: 'Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada diantara keduanya (itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal', Fir'aun berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan men­jadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan', Musa berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu termasuk orang-orang yang benar". ( Asy Syu'ara: 23-31)

Di sana terdapat banyak cara membantah yang telah disampaikan oleh Al Qur'an. Inilah bantahan dengan cara yang lebih baik. Merupakan kekeliruan adanya dugaan bahwa makna bantahan dengan cara yang lebih baik adalah bantahan dengan kelembutan dan keramahan, yang benar justru menyerang argu­mentasi dengan argumentasi secara total, sebagaimana cara-cara membantah yang ada dalam Al Qur'an.

Inilah ketiga metode berdakwah yang semuanya harus dipakai untuk menyatakan kebenaran dimana pun yang menyata­kan itu (pengemban dakwah) berada. Baik di hadapan penguasa, atau di hadapan masyarakat biasa. Dalam hal ini pengemban dakwah harus memberikan pemikiran yang benar dan jelas. Juga ia wajib menantang, agresif, serta yakin terhadap kebenaran yang didakwahkannya. Dia akan menantang dunia seisinya, menantang penguasa serta centeng-centengnya. Memaklumkan perang terhadap yang orang berkulit hitam maupun merah, tanpa memperhitungkan pertimbangan adat, tradisi atau agama-agama, aqidah-aqidah, penguasa-penguasa atau pun rintangan-rintangan apapun. Tidak akan berpaling sedikit pun kepada sesuatu selain risalah Islam.

Adalah Rasulullah saw. telah mengawali (berdakwah) kepada orang Quraisy dengan mencela, memaki-maki Tuhan-tuhan mereka, menentang dan menghina kepercayaan-kepercayaan mereka. Padahal beliau sendirian, tidak ada sejumlah orang bersama beliau, tidak ada pendukung, dan tanpa senjata (pedang) kecuali keimanan beliau yang amat dalam terhadap Islam yang beliau dakwahkan. Beliau sama sekali tidak memp­erdulikan kebiasaan, tradisi, serta kepercayaan-kepercayaan bangsa Arab. Juga tidak bermanis muka dengan mereka juga sama sekali tidak memenuhi kepentingan dan kebutuhan mereka. Beliau membacakan firman Allah kepada mereka:

"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah menjadi bahan bakar api jahanam, kamu pasti masuk kedalamnya." ( Al Anbiyaa: 98)

"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa". ( Al Lahab: 1)

"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela yang kian kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain itu juga yang terkenal kejahatannya." ( Al Qolam: 10-13)

Orang-Orang Quraisy berandai-andai agar beliau dapat bersikap lunak. Firman Allah:

"Maka mereka menginginkan supaya kamu lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)." ( Al Qolam: 9)

Akan tetapi Rasulullah saw. tetap menyerang dengan sengit sehingga kekafiran tersebut lenyap. Demikian halnya bagi pengemban dakwah wajib menyampaikan dakwah mereka dengan agresif dan menantang dengan mencurahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya sehingga berkibarlah bendera Lailaha illallah Muhammadur Rasulullah.

MENGEMBAN DAKWAH



Harus dibedakan antara berdakwah (untuk memeluk) Islam dengan berdakwah kepada isti'naf hayat Islamiyah (melang­sungkan kehidupan Islam). Sekalipun demikian masing-masing wajib dilakukan.

Berdakwah (untuk memeluk) Islam berarti mengajak orang non Islam agar memeluk Islam serta masuk ke dalam naungan Islam dan terikat dengan hukum-hukumnya.

Metode yang paling praktis mengajak orang kafir masuk Islam adalah dengan menerapkan Islam kepada mereka melalui sebuah negara Islam serta memberlakukan hukum Islam kepada mereka. Agar mereka bisa menyaksikan cahaya Islam, tanpa sedikit pun kekaburan atau kesamaran. Dengan demikian mereka akan merasakan keadilan perundang-undangan Islam serta melihat kebenaran akidah Islam. Lalu mereka akan terdorong untuk masuk Islam secara berbondong-bondong, sebagaimana yang telah terjadi di masa-masa yang lampau.

Seorang muslim adalah pengemban risalah (Islam) yang berkewajiban untuk menyampaikannya di manapun ia berada. Seorang muslim harus tetap berdakwah baik saat di rumah maupun bepergian. Berdebat dengan orang-orang kafir, memban­tah mereka dengan cara yang baik agar masuk ke dalam agama Allah tanpa ragu maupun terpaksa. Tidak boleh memaksa orang kafir agar memeluk Islam, baik oleh individu maupun negara.

Mengemban dakwah adalah fardhu bagi setiap muslim. Banyak dalil yang menunjukkan hal itu:

a. "Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan perin­gatan yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya, Tuhanmulah Yang Maha Tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang Maha tahu siapa yang menda­pat petunjuk". ( An Nahl: 125)

b. "Katakanlah: 'Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang bersamaku (mengajak) ke (jalan) Allah dengan hujjah yang jelas..'" ( Yusuf: 108)

c. "Dan siapakah yang lebih bagus pernyataannya daripa­da orang yang mengajak kepada Allah dan beramal shalih, serta menyatakan: 'Aku adalah termasuk orang-orang muslim'."

d. Sabda Rasulullah saw.: "Allah akan menerangi wajah seseorang yang mendengarkan pernyataanku, lalu dia menyim­pannya kemudian disampaikannya sebagaimana yang didengarnya."

e. Sabda beliau juga: "Allah memberikan petunjuk kepada seseorang melalui tanganmu (maka hal itu) lebih baik bagimu dibanding sebaik-baik kenikmatan". Dalam riwayat lain: "Lebih baik bagimu dari pada apa yang disinari oleh matahari (bumi seisinya)".

Nas-nas ini maupun yang lain menunjukkan makna yang tegas yang berhubungan dengan kewajiban mengemban dakwah bagi setiap muslim, dan kewajiban untuk menghadapi pemiki­ran-pemikiran kufur dengan segala bentuknya, baik berupa agama-agama seperti Nashrani, Yahudi maupun yang lain. Atau berupa idiologi seperti Sosialis, Kapitalis dan yang lain. Usaha seperti ini menuntut mengetahui kekufuran serta berbagai macamnya agar menghadapinya dengan argumentasi yang kuat dan memuaskan. Sebagaimana Allah telah menghadapi Yahudi, Nasrani serta kaum Musyrikin Arab penyembah berhala, dalam kitab-Nya yang jelas dan tegas. Yakni, harus mengetahui apa yang ada pada orang-orang Sosialis serta Kapitalis serta yang lainya. Kemudian menghadapi mereka dengan cara menyen­tuh akal manusia serta dengan argumentasi yang tegas, seba­gaimana cara dan gaya bahasa Al Qur'an serta cara-cara Rasulullah berdiskusi dengan ahli kitab dan orang-orang musyrik Arab.

Adapun kewajiban mengemban dakwah yang diemban oleh negara, maka hal itu merupakan aktivitasnya yang pokok berdasarkan kepada dalil-dalil tentang jihad, yaitu mencakup ratusan ayat yang menyeru kaum muslimin untuk memerangi orang kafir. Demikianlah perjalanan hidup rasulullah saw, perbuatan maupun pernyataan beliau yang (berfungsi) menje­laskan serta memerinci ayat-ayat tersebut. Rasulullah saw. telah mempraktekannya secara keseluruhan bahkan yang seke­cil-kecilnya setelah beliau berhasil membangun negara Islam di Madinah. Melalui negara pula beliau memperluas kekuasaa­nya ke seluruh jazirah Arab, hingga mencapai Syam. Kemudian, para sahabat setelah beliau dengan pemahaman yang sama, melanjutkannya, hingga negara mereka-- negara Islam-- melip­uti bagian timur dan baratnya, mulai dari China di sebelah timur hingga Andalusia (Spanyol) di sebelah barat. Kemudian dari laut Arab di sebelah selatan hingga pegunungan Kaukakus di sebelah utara. Banyak manusia yang masuk Islam secara berbondong-bondong. Ini adalah cara mengemban dakwah terha­dap orang-orang non Islam.

Sedangkan mengemban dakwah kepada kaum muslimin untuk melangsungkan (kembali) kehidupan Islam, mengembalikan kekuasaan kaum muslimin serta memenangkan Islam atas agama yang lainnya sekalipun orang-orang kafir membencinya, maka persoalan ini amat berbeda (dengan dakwah mengajak untuk memeluk Islam) sebab masalahnya merupakan dakwah kepada kaum muslimin. Dakwah untuk mewujudkan Islam di tengah-tengah kancah kehidupan, bukan dakwah mengajak orang untuk memeluk Islam. Ini merupakan dakwah yang banyak diperdebatkan orang saat ini. Pemahaman mereka amat buruk dan dalam hal ini banyak yang tersesat kecuali orang-orang yang memang mempe­roleh rahmat Allah SWT.

Dakwah kaum muslimin untuk mengajak kepada Islam, yang paling menonjol penampakannya dan banyak dilakukan orang ada tiga macam:

a. Dakwah ilal khair (dakwah mengajak kepada kebaikan). Baik di kota maupun desa dakwah model seperti ini banyak dilakukan, sampai-sampai tidak satupun desa yang tidak terjamah dengan dakwah model ini. Berbagai aspek telah terpenuhi dakwah ini hingga pintu kebajikan menyelimutinya. Seperti:

1. Organisasi sosial, yang memfokuskan kegiatannya dengan membangun klinik, sekolah-sekolah serta perguruan-perguruan atau pesantren-pesantren.

2. Organisasi pemelihara (penghafal) Al Qur'an.

3. Jama'ah pengajaran bacaan Al Qur'an.

4. Islamic Centre dengan berbagai aktivitasnya.

5. Organisasi olah raga dan pramuka

6. Jama'ah Akhlaqiyah serta seruannya kembali kepada khaza­nah ilmu-ilmu Islam terdahulu.

7. Jama'ah dakwah yang terikat dengan tata cara beribadah.

8. Tariqat-tariqat para syekh dan shufi.

9. Waqaf (organisasi-organisasi) serta berbagai aktivitas­nya.

Semua organisasi atau jama'ah tersebut mengajak kepada Islam. Mereka berpandangan bahwa kembalinya Islam di tengah-tengah kehidupan ini dapat dilakukan melalui cara seperti di atas boleh jadi pendapat ini muncul karena kebodohan atau niat buruk mereka, atau karena ketidakberdayaannya melalui jalan yang benar. Mereka tidak menyadari, bahwa aktivitasnya telah menjadi batu sandungan besar di tengah-tengah jalan untuk mengembalikan Islam dalam kancah kehidupan ini. Dengan aktivitas yang mereka lakukan itu, sebenarnya mereka telah melumpuhkan potensi umat.

Sehubungan dengan ini, jumlah organisasi yang terdaftar secara resmi di Lebanon saja mencapai 1200 organisasi sosial keislaman.

b. Dakwah amar makruf dan nahi mungkar. Aspek ini banyak dilakukan oleh jama'ah-jama'ah dan berbagai organisa­si. Tetapi umumnya sebatas dilakukan aktivitas individu. Dalam hal ini, metode yang ditempuh adalah dengan nasehat dan petunjuk saja.

c. Dakwah melangsungkan kembali kehidupan Islam dengan menegakkan negara Islam, yaitu mengembalikan kekhilafahan serta kekuasaan kaum muslimin.

Dakwah inilah yang masih kabur, atau samar. Sehingga sebagian besar jama'ah maupun partai mulai menempuh berbagai metode untuk meraih tujuanya, kadang-kadang melalui jalan yang benar, tetapi berkali-kali melewati jalan yang rumit dan kacau. Dari kelompok-kelompok (jama'ah) ini terdapat orang yang menyadari idenya, mengetahui jalanya serta mem­batasi tujuanya. Namun, di antara mereka ada juga yang tidak menyadarinya. Di sinilah, orang-orang yang punya tujuan tadi tetap kandas. Oleh karena itu (hal ini) harus didalami dan dirinci.

Sekalipun semuanya menerima kewajiban berdakwah serta melakukanya, kami berpendapat tetap harus difahami dalil-dalil tentang kewajiban mengemban dakwah untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam tersebut. Dengan pemahaman yang bisa mendarahdaging mengenai hukum-hukum ini, yang mampu mendo­rong kita untuk berkorban demi meraih cita-cita tersebut. Serta mengikatkan antara aktivitas kita dengan akidah kita, sehingga senantiasa hidup dalam suasana penuh keimanan, yang memungkinkan kita mampu mengatasi benturan-benturan dakwah serta melakukan kewajiban dakwah secara terus-menerus.

a. Dalil-dalil yang mewajibkan mengemban dakwah Islam, yang kami paparkan di awal pembahasan ini adalah dalil-dalil yang mewajibkan mengemban Islam dan dakwah secara umum.

b. Firman Allah SWT. dalam surat Ali Imran:

"Hendaklah ada di antara kalian, sekelompok umat yang mengajak kepada kebajikan serta memerintah kepada kemakrufan dan mencegah dari kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung". ( Ali Imran: 104) Ayat ini, sekalipun menjadi dasar kewajiban bagi kaum muslimin (dalam naungan negara) agar terdapat jama'ah yang melakukan dua bentuk aktivitas; dakwah kepada Islam dan beramar makruf nahi mungkar, dengan kata lain diwajibkan kepada kaum muslimin agar di antara mereka terdapat jama'ah yang mengajak kepada Islam serta mengoreksi penguasa. Hanya saja hal ini tidak terbatas pada saat negara Islam sudah ada, tetapi tetap kewajiban ini, berdasarkan keumuman ayat tersebut, yang mencakup setiap waktu dan tempat. Baik ketika kaum muslimin mempunyai negara maupun tidak.

c. Dalil-dalil amar ma'ruf dan nahi mungkar, sekalipun mutlak untuk setiap aktivitas ma'ruf dan mungkar, namun masalah paling penting yang menuntut dilaksanakannya amar ma'ruf nahi mungkar adalah mengoreksi penguasa. Banyak nas yang memusatkan perhatiannya pada aspek ini. Seperti sabda Nabi saw.:

"Agama adalah nasehat". Kami bertanya: "Untuk siapa, ya Rasulullah?". Beliau menjawab: "Untuk Allah, Rasul-Nya, serta bagi pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin secara keseluruhan."

Atau seperti sabda Rasulullah saw.: "Penghulu para syuhada' adalah Hamzah serta seorang yang berdiri di hadapan penguasa dholim. Lalu menasihatinya, kemudian dia dibunuh­nya".

Atau seperti sabda Rasulullah saw.: "Hendaklah benar-benar kamu menyerukan pada amar ma'ruf mencegah kemungkaran, atau Allah akan membangkitkan atas kalian orang yang tidak punya rasa kasih sayang kepada kalian, kemudian orang-orang terbaik di antara kalian berdo'a, tetapi (do'a) mereka tidak dikabulkan".

Kita juga melihat nas-nas tersebut bersifat mutlak bagi setiap penguasa muslim, bukan saja bagi kholifah kaum musli­min. Dalam Al Qur'an juga terdapat pujian bagi orang-orang yang melakukan amar ma'ruf nahi mungkar dalam berbagai keadaan. Antara lain firman Allah SWT.:

"Mereka menyeru pada kema'rufan serta mencegah kemunka­ran dan mereka menegakkan sholat". ( At Taubah: 71)

"Orang-orang yang memerintah pada kema'rufan serta menolak kemungkaran dan menjaga hukum-hukum Allah". ( At Taubah: 112)

"Dan mereka menyerukan pada kemakrufan serta mencegah dari kemungkaran". ( Al Haj: 41) serta nas-nas yang lain.

Kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar jelas berlaku dalam setiap situasi dan kondisi, dan yang paling penting dari amar ma'ruf nahi mungkar adalah mengoreksi penguasa serta memberi nasehat kepada mereka di mana pun mereka berada.

d. Kewajiban dalam masalah ini muncul dari kaidah syara': "Suatu kewajiban tidak (akan) sempurna melainkan dengan (melaksanakan) sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib pula (hukumnya)".

Sesungguhnya kaum muslimin telah diseru dengan hukum-hukum (Islam) secara umum. Mereka diseru untuk menegakkan hukum-hukum Allah, sebagaimana firman Allah SWT.:

"Pencuri (pria) dan pencuri (wanita), potonglah tangan keduanya." ( Al Maidah: 38)

Mereka juga diseru untuk mengemban dakwah dengan cara jihad. Sebagimana firman Allah SWT.:

"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir di sekeliling kalian. Dan hendaklah mereka menemukan kekerasan darimu." ( At Taubah: 123)

Mereka juga diseru untuk mengurus persoalan (umat). Sebagai­mana firman Allah SWT.:

"Nabi (hendaknya lebih mulia) bagi seorang mukmin dari diri mereka sendiri". ( Al Ahzab: 6)

Sebagai kiasan bagi kepala negara. Mereka juga diseru untuk menjaga daerah perbatasan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Engkau berada dalam salah satu perbatasan Islam, maka jangan sekali-kali dibokong oleh musuh-musuhmu.

Begitu juga sabda beliau:

"Dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka adalah .... serta mata yang berjaga untuk menjaga (perbata­san) di jalan Allah."

Empat persoalan inilah yang diserukan kepada seluruh kaum muslimin. Dan (pada hakekatnya) tidak seorang pun di antara mereka berhak untuk melaksanakannya. Malah sebagian dari perkara itu pun tidak boleh dilaksanakan oleh indivi­du, yang penting bagi mereka adalah mengangkat orang yang menjadi wakil untuk melaksanakan persoalan-persoalan tadi yaitu seorang kholifah (kepala negara kaum muslimin). Bahwa persoalan ini adalah wajib, dan tidak mungkin dilaksanakan selain oleh kholifah, maka keberadaan kholifah menjadi wajib. Upaya mewujudkan kholifah pun menjadi wajib. Berda­sarkan kaidah syara' yang menyatakan: "Suatu kewajiban tidak akan sempurna melainkan dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib hukumnya".

e. Dalil-dalil mengenai wajib adanya kholifah bagi kaum muslimin adalah berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

"Barang siapa yang mati, sedang di pundaknya tidak ada bai'at lalu ia mati, maka matinya adalah mati (dalam keadaan) jahiliyah."

Ini adalah beberapa dalil kewajiban mengemban dakwah bagi kaum muslimin untuk menegakkan negara Islam dan mengem­balikan kekuasaan kaum muslimin. Sedangkan caranya, inilah sebenarnya yang menjadi sumber perbedaan di kalangan pengem­ban dakwah yang selalu menyeru menegakkan negara Islam. Oleh karena itu, persoalan-persoalan wajib tadi harus dijelaskan kepada-- umumnya-- seluruh kaum muslimin, khususnya, kepada para pengemban dakwah. Dengan demikian siapa saja yang ingin melaksanakan perintah Allah SWT. serta beramal dengan meng­harap ridlo-Nya, maka dia harus melakukan aktivitas terse­but dengan cara-cara yang diperintahan oleh Allah, penuh kesadaran dan jelas dalam tingkah-lakunya. Jika tidak, dia pasti terjerumus dalam perbuatan dosa. Seperti orang yang ingin menyembah Allah tetapi ia bodoh (dalam tata cara/langkahnya).

a. mengemban dakwah Islam adalah fardhu, dalam segala situasi dan kondisi, dilakukan baik secara pribadi maupun berkelompok.

b. Mengemban dakwah dalam bentuk jama'ah (kelompok dakwah) adalah fardhu yang diwajibkan oleh tujuan aktivitas dakwah tersebut. Aktivitas dakwah untuk menegakkan negara Islam demi melangsungkan kembali kehidupan Islam tidak mungkin terlaksana hanya melalui aktivitas individu. Seba­gaimana halnya telah kami jelaskan mengenai kewajiban mene­gakkan negara, maka aktivitas berjama'ah pun menjadi wajib hukumnya: "Suatu kewajiban tidak akan sempurna melainkan dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib hukumnya."

c. Ciri-ciri jama'ah (kelompok dakwah) serta tugas-tugasnya, karena tema inilah yang menjadi sumber perdebatan dan perselisihan di antara kelompok-kelompok pengemban dakwah Islam. Oleh karena itu, ciri-ciri jama'ah ini harus dijelaskan dengan dalil-dalinya (argumentasi syara'). Bukan untuk memuaskan diri, mengapa kita berada di sana. Tetapi untuk meyakinkan dan orang lain merasa puas dengan dalil tersebut, agar mereka memiliki gambaran mengenai ciri-ciri yang harus dimiliki jama'ah dakwah. Sehingga upaya mereka senantiasa terikat dengan perintah Allah, serta yakin terha­dap keberhasilan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

1. Jama'ah (dakwah) ini harus berdiri berdasarkan akidah Islam, dengan penuh keyakinan dan keimanan.

2. Harus terikat dengan cara-cara metode Al Qur'an dalam menghadapi pemikiran-pemikiran kufur yang ada, yang sedang mendominasi masyarakat dalam segala aspek dengan kerusakan­nya. Dengan kata lain jama'ah tersebut menentukan tanggung jawabnya terhadap setiap penyataan-pernyataannya.

3. Jama'ah (dakwah) ini harus menentukan tujuan serta hukum-hukum syara' yang berhubungan dengan jama'ah secara rinci, memperjelas target dan tujuannya sehingga dapat mengeliminir masuknya tujuan-tujuan lain yang ingin membelokkan tercapai­nya tujuan tersebut.

4. Ketika jama'ah (dakwah) ini berdiri untuk membangun ummat dan negara hingga sempurna dengan kembalinya kehidupan Islam, maka jama'ah (dakwah) ini harus dibangun di atas landasan Islam, mengerti unsur-unsur yang diperlukan untuk membangun masyarakat serta memahami dasar-dasar pembentukan negara Islam. Dengan kata lain, jama'ah tersebut harus menentukan ide (pemikiran-pemikiran)-nya, dan perasaan-perasaan keislaman yang diperlukan untuk membangun umat, serta hukum-hukum syara' yang akan dipakai dalam membangun negara. Hal yang lumrah, bahwa orang yang ingin membangun rumah yang kecil saja, harus membuat maket plan-nya. Kemud­ian memperkirakan hal-hal apa saja yang dibutuhkan saat membangun dan setelah bangunan tersebut terbentuk. Lalu dia harus menyediakan semua yang menyangkut keuangan, surat-surat akta, saluran air, listrik dan lain-lain. Baru setelah itu, mengadakan kesepakatan dengan pihak lain, dan kegia­tan-kegiatan yang lainnya. Sampai-sampai harus mengetahui perihal tetangganya; termasuk bagaimana dia harus bersikap terhadap tetangganya. Jika membangun rumah saja tuntutannya seperti ini, bagaimana dengan orang yang ingin membangun umat serta mendirikan sebuah negara, yang bukan sembarang negara, tetapi sebuah negara yang akan menjadi negara super power di dunia. Serta mengemban risalah dan sebaik-baiknya. Sehingga menjadi umatan wasathan yang diabadikan oleh firman Allah SWT.:

"Demikianlah, kami jadikan kalian sebagai umat wasathan, agar kalian menjadi saksi atas manusia-manusia. Dan Rasul pun menjadi saksi atas kalian". ( QS. AL Baqarah : 143)

Apakah suatu hal yang logis, mengajak kepada Islam dengan cara terang-terangan namun tidak memiliki rincian apa pun. Disamping adanya kesamaran serta kekaburan yang menutu­pinya. Maka, usaha itu menjadi sirna, tidak bisa berbuat banyak terhadap Islam. Begitu juga dengan pendapat, bahwa perpustakaan-perpustakaan (Islam) kaya dengan buku-buku fiqih, dalam perkara apa saja sehingga jika kemenangan tadi sudah tiba tinggal hukum-hukum tersebut diambil (dari khaza­nah kitab-kitab fiqih) untuk dilaksanakan. Pendapat ini tidak bisa diterima, sebab sebenarnya yang esensi adalah menentukan apa yang kita inginkan serta konsisten dengan sesuatu yang diharuskan dalam mencapai apa yang semestinya kita kehendaki. Disamping membentuk dan melahirkan negara­wan-negarawan serta mempersiapkan para pemimpin. Begitu pula harus mempersiapkan umat agar bisa menerima hukum-hukum, ide (pemikiran) serta pandangan-pandangan yang telah ditentukan. Bila hal ini tidak dirumuskan, kalau pun berha­sil memperoleh kemenangan (kekuasaan) pasti akan terjadi kegagalan dalam pelaksanaannya. Sekalipun jama'ah tadi didukung dengan kekuatan fisik, bahkan meski di sekeliling­nya dibentengi oleh banyak orang. Namun yang penting, bahwa hal ini jelas-jelas bertentangan dengan sirah Rasulullah saw. Sementara umat tidak mengetahui, Islam yang mana yang diinginkannya.

Pendek kata, kewajiban yang paling utama bagi jama'ah yang benar-benar berusaha untuk melangsungkan kembali kehid­upan Islam adalah menentukan tujuan, memperjelas metode operasionalnya, memilih dan menetapkan hukum-hukum, pandan­gan serta pemikiran-pemikiran yang bisa menjelaskan kedudu­kan, struktur negara serta sistem negara yang semua itu dijadikan landasannya. Seperti sistem pemerintahan, ekonomi, kemasyarakatan (sosial) serta interaksi umat dengan bangsa yang lainnya di dunia internasional.

d. Aktivitas yang harus dilakukan oleh jama'ah dakwah tersebut adalah, bahwa jama'ah tersebut harus melakukan aktivitas untuk membangun umat dan negara. Yaitu berupaya untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam dengan jenis-jenis aktivitas yang juga telah dilakukan oleh Rasulullah ketika beliau masih berada di Makkah, sebelum beliau berha­sil membangun negara. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi:

1. Membangun tubuh jama'ah. Hal ini dilakukan dengan cara membina orang-orang yang telah meyakini ide jama'ah ini dengan tsaqofah murakkazah tertentu sehingga layak untuk menjadi anggota jama'ah tersebut. Sebab seluruh tsaqofah tadi merupakan bentuk pemikiran syu'uri (yang menyentuh akal dan perasaan). Kemudian jama'ah tadi mempersiapkan orang-orang tersebut menjadi pemimpin serta pembangun umat dengan ide-ide dan pemahaman yang telah mengakar dan mengkristal dalam dirinya. Dengan kata lain, agar orang bisa bergabung dengan jama'ah maka, seperti apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.. Ketika beliau membina para sahabat dengan wahyu yang diturunkan kepada beliau. Sehingga mereka menjadi manusia terbaik setelah para nabi.

2. Mempersiapkan umat untuk melakukan usaha secara luas. Hal itu dilakukan dengan pembinaan umum untuk membentuk opini umum terhadap ide yang dibawa oleh jama'ah ini, tujuan serta keyakinan terhadap pentingnya ide dan tujuan tersebut. Langkah berikutnya, melebur dengan umat dalam 'kawah candra­dimuka' hizb, atau kelompok tersebut. Yaitu, umat secara menyeluruh menyatu menjadi bagian dari hizb maupun menyatu bersama-sama anggota-anggota hizb. Mereka menjadi buah bibir umat yang tercermin dalam pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan serta tujuan-tujuanya. Sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah saw. ketika beliau menjadikan Islam sebagai buah bibir orang. Dengan demikian, sempurnalah upaya untuk membangun umat.

3. Perang pemikiran, yaitu menghadapi semua ide (pemikiran), pemahaman serta berbagai interaksi (masyarakat) yang berten­tangan dan berbeda dengan ide (pemikiran), pandangan dan hukum-hukum yang dimiliki jama'ah tersebut. Mereka tidak akan bergeming oleh caci maki apapun. Begitu juga tekanan-tekanan orang yang dholim, tidak akan memupuskan kemuliaan mereka. Dalam usaha dan perjuangannya, mereka tidak berbasa-basi dengan para penentangnya. Tidak mengenal kompromi dengan orang-orang yang fasik. Mereka juga tidak akan tunduk kepada orang-orang yang dholim dalam menapaki jalan mereka untuk meraih tujuannya. Perang pemikiran ini dilakukan melalui metode menghilangkan pemikiran-pemikiran serta hukum-hukum terhadap kenyataan hidup sehari-hari. Membeber­kan kebobrokan ide dan sistem (hukum) tersebut dengan cara yang benar. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw.. Dengan membaca ayat-ayat Makiyah, kita akan menemukan bahwa beliau menghadapi akidah orang-orang musyrik dengan mencerca Tuhan-tuhan mereka. Kemudian menjelaskan akidah Islam (yang benar).

Sebagaimana halnya beliau telah menyerang kebiasaan/adat istiadat yang rusak, yang tengah mendominasi masyarakat. Baik berupa kepemimpinan yang rusak, adat-istia­dat yang batil, perdagangan, riba yang mengerikan, maupun kebiasaan masyarakat yang buruk lainnya. Begitu pula beliau telah menghadapi akidah-akidah Yahudi dan Nasrani. Menjelas­kan penyimpangan, penyelewengan serta pemutar-balikan yang ada di dalamnya, hingga beliau mengungkapkan bagian-bagian kecil di dalamnya. Yang hanya diketahui oleh orang-orang yang alim di antara mereka. Beliau mensifati mereka dengan sifat-sifat yang biasa melekat peda mereka. Beliau mensifati mereka dengan kera, babi, keledai yang tengah memikul buku-buku serta anjing yang menjilat-jilat dan sifat-sifat lai­nnya. Namun demikian beliau tidak mencela individunya. Beliau menghadapi dan mencela pemikiran yang selalu berdiri (meng­halangi) di atas garis yang lurus, di samping garis bengkok lainya.

4. Perjuangan politik. Tatkala jama'ah ini berdiri di atas akidah siyasiyah, dan tujuanya adalah membangun negara, yaitu tujuan yang bersifat politis, maka perjuangan politik menjadi ujung tombak dalam aktivitasnya. Kutlah (jama'ah) keberadaannya secara politis berorientasi untuk menghilang­kan eksistensi negara kafir. Yaitu menghilangkan eksistensi politik yang rusak kemudian membangun eksistensi politis yang benar dan baik.

Adalah hal yang amat jelas, bahwa perjuangan politik adalah jalan yang wajib diikuti. Lalu menghancurkan adat-istiadat serta menjelaskan kerusakannya. Dan ini jelas-jelas merupakan pukulan bagi orang-orang yang berdiri mem­pertahankan adat-istiadat yang rusak sekaligus membinasakan para perancangnya. Usaha ini merupakan nilai/aktivitas politis yang bersifat politis, sebab dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap penguasa di mata rakyatnya. Dengan demikian hilanglah kepercayaan rakyat (terhadap penguasa) kemudian berlanjut dengan mengambilalih kepemimpi­nannya, serta menghancurkan kepemimpinan penguasa yang fajir (dhalim) tersebut.

Dengan kata lain, hizb (kelompok-partai) yang berusaha untuk menegakkan negara tersebut harus menentang kekuasaan yang tengah bercokol, membongkar rencana maupun aktivitas mereka yang rusak, memaparkan sistem, serta perun­dang-undangan mereka yang bobrok dipakai mengatur kehidupan manusia, serta berbagai bentuk kepemimpinan dan berbagai rencana yang bertentangan dengan umat yang dirancang oleh para penguasa (dhalim) dan para pembantunya. Bila hal ini tidak dilakukan, maka aktivitas kelompok/partai tersebut adalah kegiatan yang dapat mengancam umat serta bertentangan dengan thoriqah (metode dakwah) Rasulullah saw.. Dengan membaca ayat-ayat Makiyah, kita akan menemukan bahwa Rasu­lullah saw. telah menantang pemimpin-pemimpin kafir dan penolong-penolong mereka. Beliau telah menyerang mereka dengan serangan keras sampai-sampai dengan bentuk cercaan yang amat buruk. Sebagaimana beliau telah menentang orang-orang kafir Makkah, seperti Walid Bin Mughirah pemimpin Makkah, Abu Jahal, Abu Lahab, Akhnas Bin Syuraiq dan lain-lain. Begitu pula menentang para pendeta dan Rahib-rahib Yahudi maupun Nasrani.

Inilah empat macam kegiatan yang wajib dilakukan oleh kelompok (jama'ah) yang mengajak (berdakwah) kepada Islam. Sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa kelompok tersebut mampu secara langsung melakukan kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allah SWT.. Masalah ini harus dijelaskan kepada orang-orang mukmin yang belum bergabung dengan kelompok manapun. Sehingga mereka dapat memilih kelompok yang akan mereka ikuti dengan dasar pertimbangan tadi. Demikian pula, harus dijelaskan kepada orang-orang yang telah bergabung dengan kelompok-kelompok lain, agar mereka mengembalikan pandangan (mengevaluai) pendirian mereka dan bersama-sama mengetahui kekeliruannya. Begitu juga agar persoalan inilah yang seha­rusnya didiskusikan dengan mereka. Yang bisa menjadikan mereka yakin, bahwa persoalan inilah yang diperintahkan oleh Allah SWT. Dan pengabaian, diam atau tidak menggubris sama sekali persoalan tersebut merupakan perbuatan yang secara sengaja meninggalkan perkara fardhu yang berhak atas pelaku­nya mendapatkan dosa.

Adalah hal yang jelas, bahwa kita tidak mungkin meya­kinkan orang lain melainkan bila kita telah memiliki pandan­gan yang jelas tentang persoalan tersebut. Disamping keyaki­nan yang utuh kepadanya serta memungkinkan mengungkapkan apa yang kita inginkan, dengan dalil-dalil yang tegas, baik makna maupun sumbernya. Sehingga kita tetap yakin dalam kebenaran, yang telah kita sampaikan kepada orang lain dengan pernyataan yang jelas dan tegas. Kemudian kita tegak­kan argumentasi di hadapan mereka.

Tinggal satu persoalan. Apakah diperbolehkan kelompok (jama'ah dakwah) tersebut mengangkat senjata di hadapan penguasa kafir sebagai jawaban dari hadits: "Tidakkah kita diperbolehkan untuk memerangi mereka dengan pedang?' Beliau menjawab: 'Tidak, kecuali bila kalian menemukan di tengah-tengah mereka kekufuran yang nyata". Atau pernyataan beliau: "Dan hendaklah kita tidak mengambil urusan (kekuasaan) itu dari yang berhak, kecuali bila kalian menemukan di tengah-tengah mereka kekufuran , yang nyata, yang kalian memiliki bukti di hadapan Allah".

Jawabnya: Bahwa perintah untuk memerangi penguasa dengan pedang, disyaratkan bila kaum muslimin jelas-jelas melihat kufur yang nyata yang dapat dibuktikan di sisi Allah. Maka, siapakah pemimpin yang dimaksud. Apakah pemim­pin yang ada di negara kafir atau negara Islam (khilafah)? Konteks hadits tersebut berkait dengan hadits: "Akan ada (setelahku) para kholifah (akan banyak) diikuti". Yang dimaksud dengan pemimpin di sini adalah pemimpin di negara (khilafah) Islam, yang kita dengar dan kita taati (perintah­nya) sekalipun dia memakan harta kita, serta mencambuk tubuh kita. Kita tidak akan memerangi mereka dengan pedang selama mereka masih "menegakkan sholat". Kecuali bila kita menemu­kan di tengah-tengah mereka kekufuran yang nyata, maka dalam keadaan seperti itu kita wajib memeranginya.

Sedangkan pemimpin negara kufur, seperti keadaan kita sekarang, maka para penguasa (muslim) saat ini bukan para penguasa negara (khilafah) Islam. Bahkan tidak satupun pada saat ini, terdapat negara (khilafah) Islam. Yang ada hanya negara-negara kafir. Dengan demikian, mengangkat senjata adalah wajib di hadapan penguasa Islam di negara (khilafah) Islam bila nampak kekufuran yang nyata pada mereka. Begitu juga wajib bagi kelompok atau partai maupun individu yang melihat kekufuran yang nyata dalam diri khalifah untuk mengangkat senjata di hadapan penguasa tersebut. Umat harus didorong mengangkat senjata melawannya. Maka, mengangkat senjata serta persiapan-persiapan tersebut, harus didasarkan kepada titik tolak pemikiran ini.

Keadaan kita saat ini sama persis seperti keadaan rasulullah saw. di kota Makkah. Akivitas (dakwah) kita sama dengan aktivitas (dakwah) rasulullah di kota Makkah. Metode kita juga sama dengan metode rasulullah di kota Makkah. Maka, kita tidak diperbolehkan memahami fakta ini secara keliru. Kita juga tidak bisa menerapkan hukum yang tidak sesuai dengan faktanya. Tetapi kita wajib memahami fakta serta mendalami nas-nasnya, kemudian baru kita terapkan hukum ini terhadap fakta tersebut.

Pendek kata, problem utama kita adalah mewujudkan Islam di tengah-tengah kehidupan serta meninggikan ajarannya agar dapat mengalahkan agama-agama yang lain, sekalipun orang kafir membencinya. Hal ini jelas tidak mungkin dilakukan kecuali dengan adanya negara (khilafah) Islam. Keberadaan negara Islam tidak mungkin terealisir kecuali dengan adanya partai politik yang bekerja untuk membangun umat dan mene­gakkan negara Islam. Tidak mungkin hal itu direalisasikan, melainkan bila partai tersebut mampu menentukan ide dan tujuannya, jelas metode operasionalnya serta mengetahui fakta masyarakat dimana mereka hidup. Suatu kewajiban tidak akan sempurna, melainkan dengan sesuatu maka sesuatu itu menjadi wajib hukumnya. Allah berfirman:

b. "Katakanlah: 'Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang bersamaku (mengajak) ke (jalan) Allah dengan hujjah yang jelas..'" ( Yusuf: 108)

No comments: