Friday, April 27, 2007

Individualisme

Konsep lain yang juga sama berbahayanya, kalau tidak bisa dibilang lebih berbahaya, ialah ide bahwa kita harus berusaha memperbaiki diri sendiri dan hal ini pada gilirannya akan mengakibatkan perubahan radikal dalam sistem yang diterapkan oleh negara. Pemikiran seperti ini tentu saja bertentangan dengan seruan untuk menegakkan Khilafah dan jelas-jelas melanggar aturan syariat. Selain itu, juga bertentangan dengan hakikat risalah Islam dan tujuan diturunkannya Islam kepada Muhammad saw., yaitu untuk mengungguli sistem hidup yang lain.
Islam diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw. dan beliau menyampaikannya kepada umat manusia. Beliau tidak punya sifat egois sedikit pun dalam dirinya dan justru mengorbankan segalanya demi mengemban dakwah Islam kepada manusia. Tidak satu pun dari kita yang akan mengecap manisnya Islam tanpa adanya dakwah dari orang-orang sebelum kita. Para sahabat r.a. memiliki guru terbaik yang membina mereka dengan pemahaman yang benar tentang Islam. Para sahabat pun mengemban Islam ke seluruh umat manusia dengan cara mengorbankan segalanya demi dakwah. Islam yang kita nikmati sekarang adalah buah dari perjuangan dan pengorbanan mereka.
Di antara pemikiran-pemikiran berbahaya yang menjangkiti kaum muslim dan membuat mereka enggan mengemban dakwah, ialah sikap memandang rendah orang-orang yang berusaha menyingkirkan kemungkaran dari masyarakat. Sebaliknya, umat malah meninggikan mereka yang tidak mempedulikan masalah lain selain penyempurnaan ‘iman’ mereka. Padahal, bagaimana mungkin iman seorang muslim bisa sempurna kalau dia hanya mengimani sebagian dari yang Allah Swt. turunkan. Bisakah dikatakan seseorang memiliki iman yang sempurna dengan hanya meyakini shalat dan termotivasi olehnya, tapi tidak meyakini zakat dan karena itu tidak membayarnya? Allah Swt. mengutuk keras sikap pilih-pilih dalam urusan agama. Allah Swt. berfirman:
“Apakah kamu mengimani sebagian isi al-Kitab dan mengingkari sebagian yang lain? Tidak ada balasan bagi orang yang berbuat seperti itu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka diberi siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat” (QS al-Baqarah [2]: 85).
Lalu, kok bisa-bisanya mereka hanya menekankan sebagian aspek syariat Islam dan mengemukakan dalih untuk mengabaikan aspek lain dari agama Allah Swt. ini, khususnya setiap aspek selain masalah ibadah ritus individual.
Klaim bahwa kaum muslim dapat memperbaiki situasi dengan mengisolasi diri mereka dari urusan sosial kemasyarakatan adalah klaim yang salah. Demikian pula dengan pandangan bahwa kaum muslim cukup dengan saling menasihati untuk menyempurnakan kualitas aktivitas diri masing-masing sebelum mulai mendiskusikan urusan-urusan masyarakat. Pandangan seperti ini malah membantu orang-orang kafir menguasai kaum muslim, karena dengan demikian kaum muslim kian lemah, tidak pernah mampu mengurusi urusannya, sebab kita sendiri tidak peduli bagaimana caranya mengalahkan konspirasi orang-orang kafir yang melawan kita.
“Peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antaramu, dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya” (QS al-Anfal [8]: 25).
Pandangan bahwa kaum muslim harus mengabaikan seruan penerapan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat dan lebih baik berkonsentrasi pada ibadah ritual, diperingatkan oleh hadis berikut, karena orang-orang egois-individualis tidak melakukan apa pun untuk mencegah kebatilan, selain hanya berkonsentrasi pada kesalehan pribadi mereka. Rasulullah saw. ditanya, “Apakah kita akan hancur padahal ada orang-orang alim di antara kita?” Beliau menjawab, “Ya, ketika kebatilan merajalela”. Nabi saw. bersabda, “Setiap orang yang melihat ketidaktaatan muncul dan ia tidak mengubahnya, tidaklah lebih terhormat dan lebih aman dibandingkan pendosa dari hukuman Allah yang menimpa mereka”.
Ahmad dan Thabrani meriwayatkan dari Udai bin Umairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak menghukum suatu kaum secara keseluruhan disebabkan kesalahan yang dilakukan oleh sebagian dari mereka, kecuali jika mereka melihat kebatilan yang dilakukan itu tapi tidak menghentikannya, padahal mereka mampu. Jika memang itu yang mereka lakukan, Allah akan menghukum para pelaku kebatilan itu dan orang-orang selainnya secara keseluruhan”.
Abu Dawud meriwayatkan dari Qais bin Abi Hazm, “Setelah memuji dan memuja Allah Swt., Abu Bakar r.a. berkata, ‘Hai orang-orang! Kalian membaca ayat berikut, tapi kalian tidak memahaminya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; orang-orang yang sesat itu tidak akan memberi mudharat bagimu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu semua akan kembali, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa saja yang telah kamu kerjakan” (QS al-Maa-idah [5]: 105).
Aku mendengar Rasulullah saw. berkata, ‘Jika orang-orang melihat penguasa lalim dan mereka tidak mengoreksinya, maka Allah akan menghukum mereka semuanya’. Lalu, aku mendengar Rasulullah saw. berkata, ‘Setiap orang yang melihat dilakukannya suatu perbuatan dosa, dan mereka tidak mengubahnya, padahal mereka mampu melakukannya, maka Allah akan menimpakan azab yang menimpa mereka secara keseluruhan” (HR Abu Dawud).
Begitulah, bagaimana seorang Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. memahami betul pentingnya menaati Allah Swt. dalam perkara penguasa yang merusak masyarakat. Juga, bukankah Nabi Muhammad saw. mengatakan bahwa kita harus meneladani perbuatan sahabat karena merekalah generasi terbaik? Nabi Muhammad saw. berkata, “Perumpamaan antara orang-orang yang menjaga hukum Allah dan yang melanggarnya seperti rombongan yang naik sebuah kapal. Mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan ada yang di bagian bawah kapal. Bila ada orang di bagian bawah yang hendak mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di atasnya. Lalu, orang yang di bagian bawah tadi berkata, ‘Seandainya aku melubangi tempat dudukku sendiri agar mendapat air, tentu aku tidak akan mengganggu orang yang ada di atas’. Apabila para penumpang lain membiarkannya, tentu mereka semua akan tenggelam” (HR Bukhari).
Perumpamaan ini menunjukkan bagaimana Islam seharusnya diterapkan di tengah masyarakat dan itulah cara terbaik untuk melindungi diri sekaligus memastikan keberlangsungan agama itu sendiri. Karena itu, sikap politis adalah sesuatu yang hendaknya dimiliki oleh kaum muslim dan harus disadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang sama dalam memelihara urusan kaum mukmin. Pemahaman ini jelas bertentangan dengan pandangan perubahan individu semata sebagai cara untuk melahirkan kebangkitan umat Islam.
Rasulullah saw. berkata, “Akan ada para pemimpin di antara kalian, yang akan melakukan hal-hal yang kalian kenali sebagai bagian dari agama, dan hal-hal yang tidak kalian kenali. Siapa pun yang mengenalinya, ia akan bebas dari dosa, dan siapa pun yang mengingkari yang salah, ia akan selamat.”
Ahmad meriwayatkan dari Abi Bakrah bahwa Rasulullah saw. berkata, “Apabila orang-orang melihat suatu kemungkaran dan mereka tidak mengubahnya, Allah akan menghukum mereka” (HR Imam Ahmad).
Masihkah kita menganggap diri kita lebih baik berdiam diri setelah kita menyimak riwayat al-Bazzar dan Thabrani dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. berkata, “Kalian harus menyeru kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar, atau Allah akan menimpakan azab atas kalian, lalu orang-orang alim di antara kalian berdoa kepada Allah dan Allah tidak mengabulkannya” (HR al-Bazzar dan Thabrani).
Hadis tersebut justru menyalahkan orang-orang paling alim yang melalaikan aktivitas amar makruf nahi mungkar dan mengubah masyarakat.
Ibnu Majah dari Abu Said, Ahmad, Ibnu Majah, dan Thabrani dan Baihaki dari Abu Umamah, Ahmad dan Nasa’i dari Tabi’, serta Tariq bin Shihab, semua meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. berkata, “Jihad yang paling utama adalah kata-kata yang haq di hadapan penguasa yang lalim”.
Imam al-Khatib mengatakan dalam Tarikh, dan Imam al-Khattabi meriwayatkan bahwa Umar bin al-Khaththab r.a. berkata, “Demi Allah, apa yang Allah lindungi dan cegah dengan adanya penguasa adalah lebih besar (pengaruhnya) daripada apa yang dilindungi dan dicegah oleh al-Quran semata”. Semoga Allah Swt. meridhainya. (Hadis al-Khatib adalah riwayat nomor 14284, dalam Kanzul Ummal oleh al-Muttaqi al-Hindi). Di samping itu, al-Baihaki meriwayatkan dari Ali karamallahu wajhah bahwa ia berkata, “Umat tidak akan menjadi baik kecuali oleh imam (khalifah), terlepas apakah dia imam yang baik atau buruk” (Kanzul Ummal riwayat no. 14286).
Bukhari meriwayatkan dari Qais bin Abi Hazim bahwa Abu Bakar r.a. ditanya oleh seorang wanita dari Ahmas bernama Zainab, “Sampai kapan kita akan berada dalam perkara yang baik ini (Islam) yang telah Allah turunkan setelah sekian lama kita dilalaikan?” Abu Bakar r.a. menjawab, “Selama kalian meluruskan penguasa”. Semoga Allah Swt. meridhainya. (Hadis no. 2068 dalam Jami’u al-Ushul oleh Ibnu al-Athir). Juga, al-Darmi meriwayatkan dari Hayya bin Abi Hayya. Ia berkata, “Wahai hamba Allah (Abu Bakar), sampai kapan Islam akan seperti ini?” Abu Bakar menjawab, “Selama penguasa kalian luruskan”. Ibnu Katsir menyatakan sanad hadis ini hasan dan sahih.
Abu Nu’aim meriwayatkan dalam Hulyat al-Awaliya dari Abdullah bin Umar yang berkata, “Umat tidak akan menderita, meskipun mereka ditindas dan penuh dosa, jika penguasa mereka diberi petunjuk dan bersifat mengayomi. Namun, umat akan menderita, meskipun mereka diberi petunjuk, jika penguasanya penindas dan pendosa”. Semoga Allah Swt meridhainya.
Dengan demikian, kaum muslim harus mengetahui bahwa mereka adalah penjaga umat ini dan itu adalah cara untuk melindungi diri mereka juga. Individualisme bukanlah ciri Islam. Bahkan, kecenderungan itu merupakan hal yang asing bagi umat Islam. Individualisme hanya akan membuat umat tidak menyadari bahwa masalah penegakan Khilafah adalah masalah utama mereka. Individualisme membuat mereka lebih terfokus pada masalah perbaikan diri mereka semata. Konsepsi ini jelas sangat berbahaya yang pada kenyataannya akan menjadi hambatan bagi upaya mengembalikan tegaknya Khilafah dan akan menunda perjuangan umat.
Ringkasnya, bagaimana kita bisa melakukan perubahan politik tanpa memperjuangkannya? Bagaimana bisa kita mengabaikan hukum syara’ yang berkaitan dengan menghilangkan kemungkaran dan hukum syara’ tentang tanggung jawab penguasa? Bagaimana bisa kita mengabaikan perjuangan menegakkan Khilafah dan mengabaikan sebagian aturan syariat?
Karena itulah, kita harus memahami metode Islam untuk mendirikan Khilafah. Yaitu, apa yang telah hukum syara’ tetapkan bagi umat Islam untuk diikuti dalam upaya menegakkan kembali Khilafah dan mengembalikan Islam ke dalam kancah kehidupan.

No comments: