Thursday, April 26, 2007

IMPERIALISME

Imperialisme adalah metode ideologi Kapitalisme untuk menyebarkan dan mewujudkan idenya dalam realitas kehidupan. Imperialisme adalah upaya memperluas hegemoni dalam bidang militer, politik, ekonomi, pemikiran dan kebudayaan. Sebagaimana imperialisme merupakan metode dalam menyebarkan dan mewujudkan ideologi kapitalime dalam realitas kehidupan, ideologi tersebut juga mempunyai cara untuk mengeruk harta benda negeri-negeri lain, merampas kekayaannya dan ‘menghisap darah’ anak-anak negeri tersebut. Itulah metode yang bersifat prinsip untuk menyebarkan ideologi kapitalisme tersebut. Itu pula metode yang digunakan untuk menyebarkan idelogi tersebut di negeri-negeri Islam. Maka, ideologi tersebut kemudian membentuk pasukan tentara, menetapkan perjanjian, menundukkan para antek dan orang-orang rakus dari kalangan anak-anak umat dan memproklamirkan perang yang mereka namai Perang Dunia Pertama. Seluruh negara-negara kafir telah bersepakat kecuali Jerman untuk meruntuhkan khilafah dan menghancurkan kekuasaan kaum muslimin. Ketika hal itu sudah dapat diselesaikan maka dilakukan upaya perluasan hegemoni di bidang militer terhadap wilayah-wilayah kaum muslimin. Wilayah-wilayah tersebut dipecah-pecah terlebih dahulu hingga kehilangan kekuatannya untuk melawan ketika mereka sadar atas bahaya yang menimpa mereka dan penderitaan yang mereka alami atau tidak dapat berbuat apa-apa atas hal itu. Kemudian, ideologi tersebut melanjutkan hegemoninya di bidang politik dengan cara mengangkat para kaki tangan dan anteknya sebagai penguasa untuk mengawasi kaum muslimin, menjalankan kekuasaan berdasarkan perintahnya dan menjalankan politik yang diinginkannya. Ideologi tersebut mencengkramkan tangannya atas kekayaan dan harta milik negeri-negeri Islam tersebut, memaksakan sistem ekonomi yang dia inginkan, membuat kesepakatan ekonomi dengan para anteknya yang memungkin ideologi itu mengeruk harta kekayaan negeri-negeri Islam tersebut. Misalnya, kesepakatan pengeboran minyak. Ideologi itu juga melakukan upaya perluasan hegemoni di bidang pemikiran dan tsaqafah serta menjaganya dengan cara menerapkan sistem yang dia inginkan sehingga dia dapat menghancurkan bangunan masyarakat dan mengokohkan ideologinya di negeri-negeri tersebut dengan mantap sesuai bentuk yang dia inginkan dan sesuai ketentuan yang dia kehendaki.
Hal itu terjadi karena tsaqafah memiliki pengaruh yang yang sangat besar atas pemikiran manusia dan memiliki pengaruh terhadap arah kehidupan. Ideologi itu memaksakan tsaqafahnya kepada masyarakat dengan cara menetapkan kurikulum pendidikan dan kebudayaan berdasarkan falsafahnya –pemisahan agama dari kehidupan- yang juga merupakan sudut pandangnya terhadap kehidupan. Untuk mempercepat penanaman dan penyebaran ideologinya maka dibuatlah sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga ilmiyah di setiap kota atau desa. Hal itu dipermudah karena tidak adanya sekolah di kota-kota dan desa-desa tersebut akibat buruknya kinerja para penguasa dalam menangani urusan-urusan masyarakat pada masa kemunduran. Hal itu merupakan salah satu faktor yang menjadikan masyarakat merasa senang dengan aktivitas yang dilakukan oleh ideologi tersebut sehingga mereka tidak menyadari apa yang tersembunyi di balik aktivitas yang dilakukan ideologi tersebut.
Ideologi Kapitalisme mengharuskan serta mewajibkan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan tersebut untuk menjalankan kurikulum-kurikulum yang telah disiapkan. Dia tidak membiarkan satu bagian pun keluar dari kurikulum yang telah dia siapkan itu dan juga mewajibkan program-programnya. Dengan melakukan pengamatan yang cermat terhadap kurikulum yang berkaitan dengan tsaqafah maka kita masih akan menemukan materi pelajaran agama. Para imperialis tidak melarang pelajaran agama Islam bahkan sebaliknya menjadikan pelajaran agama tersebut sebagai materi pokok di sekolah-sekolah tetapi dengan tata cara yang mereka kehendaki sehingga agama tidak boleh masuk dalam pembahasan politik dan urusan-urusan kehidupan. Agama hanya merupakan urusan akherat saja dan hubungan seorang hamba dengan Tuhannya. Kurikulum agama hanya terbatas pada akidah, ibadah dan akhlak. Kurikulum itu tidak boleh memasukkan hal-hal yang berkaitan dengan sistem pemerintahan atau sistem ekonomi atau materi-materi yang bersifat politik. Agama harus dipisahkan dari politik dan dijauhkan dari negara (Berikan hak kaisar kepada kaisar dan berikan hak Allah kepada Allah). Memasukkan agama dalam politik dan pemerintahan dianggap akan menimbulkan bencana dan peperangan serta menyebabkan musibah dan kebinasaan! Dulu Eropa telah membantu orang-orang yang memasukkan agama ke dalam urusan politik dan mendorongnya untuk terjun dalam peperangan. Hal itu berlangsung selam ratusan tahun tetapi Eropa tidak berhasil meraih kebangkitan dan tidak mengalami kemajuan kecuali setelah menjauhkan agama dari politik dan negara. Itulah yang wajib dijalankan dalam kurikulum pelajaran agama. Para penguasa diharuskan untuk menetapkan rincian kurikulum tersebut berdasarkan kaidah itu. Irulah yang telah dipaksakan ideologi kapitalisme kepada masyarakat.
Adapun materi sejarah, maka kaidah yang bersifat prinsipnya telah menjadikan sejarah Eropa sebagai contoh yang harus ditiru dan menjadikan kpribadian Barat sebagai contoh ideal yang wajib diikuti. “Dalam diri orang-orang Barat terdapat suri teladan bagi kalian” sambil jari tangannya menunjuk ke arah negara-negara yang bangkit dan maju. Ada dua kaidah prinsip dalam materi sejarah. Pertama adalah gambaran kemajuan Eropa, kebangkitannya, sejarahnya, kepribadian tokoh-tokoh dan para pemikirnya. Adapun yang kedua adalah berkaitan dengan sejarah umat Islam sebagaimana yang telah ditulis oleh para orientalis seperti Philip K. Hitti dan yang lainnya. Mereka tidak pernah membiarkan sebuah kekacauan atau pertentangan atau peperangan terjadi dalam pemerintahan kecuali mereka tonjolkan keburukannya sehingga menjadikan para pemuda muslim merasa malu dengan sejarahnya. Digambarkanlah mengenai perang Jamal, perang Shiffin, perang Marju Dabiq dan sebagainya. Digambarkan pula tentang perseteruan para khalifah, pembunuhan terhadap Utsman, pembunuhan terhadap Umar, pembunuhan terhadap Ali dan sebagainya yang berkaitan dengan gambaran buruk yang membuat seorang muslim merasa enggan untuk hanya mendengarkannya sekalipun. Maka dia tidak akan memandang sejarahnya kecuali sebagaimana gambaran yang diberikan para orientalis kepadanya.
Adapun berkaitan dengan pelajaran bahasa Arab, mereka telah membungkusnya dengan kemasan kebangsaan sehingga membangkitkan perasaan nasionalisme, kebanggaan terhadap bangsa Arab dan Eropa serta memuji para penguasanya. Dibuatlah kitab-kitab, makalah-makalah dan simbol-simbol yang berkaitan dengan hal itu sehingga akibat kebodohan mereka, mereka memandang bahwa orang-orang Arab dan kearabannya memiliki kedudukan yang lebih utama dalam Islam karena tanpa keberadaan orang-orang Arab dan kearabannya itu Islam tidak akan tersebar dan tidak akan eksis di tengah-tengah kehidupan.
Itulah beberapa materi dasar dalam kurikulum-kurikulum tsaqafah, yang merupakan materi-materi yang berpengaruh terhadap pembentukan akliyah seseorang dan pembentukan kepribadiannya. Materi-materi yang disampaikan itu merupakan salah satu faktor yang menjadikan para mahasiswa merasa benci terhadap agama mereka akibat kepribadian dan perilaku dosennya. Para mahasiswa di jurusan bahasa Arab keluar bahkan menolak kurikulum mereka sehingga mereka pergi ke luar negeri. Mereka menggabungkan antara dua hal yaitu kerusakan kurikulum dan kerusakan para pelaksananya. Di samping itu, terdapat perkara lainnya yang menyebabkan terjadinya keadaan yang kita simpulkan sebagai akibat dari pendudukan Barat terhadap pemikiran-pemikiran masyarakat dan opini umum, yaitu:
a. Adanya sekelompok orang yang mempelajari tsaqafah Barat, mengimani akidahnya serta beraktivitas sesuai dengan sudut pandangnya dan falsafahnya.
b. Semakin jauhnya upaya pengembalian Islam pada realitas kehidupan dan pengembalian kekuasaan kaum muslimin sehingga dakwah kepada hal itu dianggap sebagai utopia atau sejenis perasaan defresi. Dakwah kepada Islam dianggap sebagai kaum reaksioner dan terbelakang.
c. Semakin tertanamnya pemikiran yang bersifat kebangsaan atau regional serta tersebarnya kedengkian dan kebencian di antara anak-anak umat.
d. Terjadinya dominasi demokrasi sehingga menjadi tujuan yang didambakan dan cita-cita yang harus direalisasikan.
e. Tersebarnya pemikiran kebebasan dan kebebasan umum yaitu kebebasan, keadilan dan persamaan.
f. Tesebarnya pemikiran sosialisme dengan berbagai jenisnya serta berbagai pengertian dan tafsirnya yang dikaitkan dengan ideologi sosialisme tersebut.
g. Terjadinya upaya untuk mengarahkan dan menyesatkan kaum muslimin sehingga memperkuat sudut pandang mereka dalam memahami masyarakat bahwa masyarakat itu terdiri dari individu-individu. Maka, tersebarlah di tengah-tengah kaum muslimin dakwah untuk kembali kepada Allah dengan cara memperbaiki individu itu sendiri (Perbaikilah individu maka masyarakat pun akan menjadi baik). Juga dakwah menuju Allah dengan cara melakukan ibadah, ketaatan dan akhlak yang terpuji. Berdasarkan hal itu berdirilah sejumlah organisasi sosial keagamaan, ‘bengkel akhlak’ dan sebagainya.
h. Pengharaman aktivitas politik kepada seorang muslim dengan anggapan bahwa politik itu penuh tipu daya dan kemunafikan sedangkan Islam itu lurus dan benar. Oleh karena itu tidak diperbolehkan mencampurkan Islam dengan politik. Mereka menjauhkan benak-benak kaum muslimin dari pemahaman bahwa politik itu merupakan penanganan urusan-urusan masyarakat baik di dalam negeri maupun luar negeri.
i. Timbulnya ketergantungan kepada pihak asing dalam upaya meraih tujuan dan mewujudkan cita-citanya.
Di samping itu, tersebar pula pemikiran-pemikiran yang terbelakang dan pandangan-pandangan yang rendah. Di antara perkataan mereka yang menyesatkan adalah sebagai berikut:
1. {“Wahai oang-orang yang beriman, jagalah dirimu.”}(Q. S. Al-Maidah: 105) dijadikan sebagai dalil tidak perlunya mengurusi kehidupan umum.
2. “Tangan yang tidak mau menerima pemberian akan merasa tenang dengan sesuatu yang sedikit.” Kata-kata manis yang mencelakakan dan munafik.
3. “Bulan dimana kamu tidak memperoleh upah, maka jangan kamu hitung-hari-harinya.” Sikap apatis terhadap kehidupan umum.
4. “Telapak tangan tidak akan mampu melawan alat bor.” Menunjukkan sikap pasrah dan pengecut.
5. “Seoramg muslim tidak boleh menghinakan dirinya dan menentang seorang penguasa adalah kehinaan.” Perkataaan ini dijadikan dalih untuk mengharamkan aktivitas politik.
6. ‘Aku akan mencium mulut anjing hingga aku dapat mengambil apa yang aku butuhkan dari anjing tersebut.” Menunjukkan sifat munafik.
7. “Terimalah fakta yang terjadi walaupun tidak sesuai dengan yang kamu inginkan. Maka terimalah apa yang ada.” Menunjukkan sikap pragmatis dan rendah diri.
8. “Ambillah dan tuntutlah!” Menunjukkan pemecahan yang bersifat parsial.
9. Prinsip “jalan tengah”. Merupakan cara-cara Barat dalam menyelesaikan masalah mereka, yang lahir dari akidah mereka (kapitalisme).
Dan pandangan-pandangan serta pemikiran-pemikiran lainnya yang telah meracuni masyarakat dan mencemari akal-akal mereka sehingga mereka mengambil pandangan-pandangan tersebut sebagai standar bagi perbuatan mereka dan sebagai kaidah bagi pemikiran mereka. Hal itu mengharuskan orang yang menginginkan adanya kebangkitan untuk berupaya menghilangkan pengaruh pandangan dan pemikiran tersebut, mencuci otak mereka dan membersihkan noda yang ditimbulkannya sehingga umat kembali bersih dan meraih kesempurnaan akliyahnya berdasarkan idologi yang benar.
Adapun pengaruh pendudukan asing terhadap perasaan masyarakat adalah sebagai berikut:
Pendudukan tersebut telah meyebabkan semakin tertanamnya benih-benih nasionalisme, rasa kebangsaan, fanatisme golongan, fanatisme kesukuan, primordialisme, fanatisme madzhab dan kelompok. Hal itu mendapatkan ‘tanah yang subur’ sehingga mempercepat pertumbuhan dan perkembangannya. Maka jiwa-jiwa umat dipenuhi oleh rasa permusuhan dan kebencian. Hal itu merupakan media yang mampu mendominasi masyarakat dan menguasai seluruh penjuru wilayah. Hal itu berdasarkan pada kaidah yang sangat terkenal “farriq tasuddu” (devide at impera = pecah belah dan jajahlah, pen.). Umat Islam pun menjadi umat yang tercerai berai. Bangsa yang tadinya satu menjadi bangsa yang banyak jumlahnya. Sebuah masyarakat yang tadinya satu menjadi masyarakat yang banyak jumlahnya yang dibentuk berdasarkan ambisi hawa nafsu. Perasaan masyarakat tidak terbangkitkan kecuali berdasarkan keadaan tersebut. Itu dari satu sisi. Dari sisi yang lain, ketika penjajah telah menjadikan kepribadiannya –yakni kepribadian penjajah tersebut- sebagai kepribadian yang ideal bagi masyarakat maka negeri-negeri penjajah dan sejarah penjajah tersebut adalah gambaran yang diagung-agungkan dan didambakan oleh masyarakat. Hal itu terjadi hingga pada golongan intelektual yang telah mempelajari tsaqafah penjajah tersebut, menganut akidahnya, berjalan berdasarkan metodenya dan tersilaukan oleh pemikiran-pemikirannya. Maka mereka pun menjadi orang-orang yang asing di tengah-tengah masyarakat mereka sendiri, memandang rendah terhadap keluarga mereka, melecehkan umat mereka dan merasa malu dengan sejarah mereka sendiri. Berkaitan dengan hal ini, saya akan ungkapkan sebuah kisah yang terjadi pada sebuah rombongan diplomat yang terdiri dari para intelektual yang sudah benar-benar terpengaruh oleh tsaqafah asing. Rombongan diplomat itu berkunjung ke negeri Cina. Mereka diterima dengan penuh kehangatan, disambut dengan meriah dan dijamu dengan penuh kemuliaan dan kehormatan. Penghormatan terhadap mereka semakin bertambah melebihi batas-batas seremonial maka mereka pun tenggelam dalam pesta-pesta. Dalam salah satu pesta, mereka ditemani oleh menteri luar negeri Cina dengan penuh keramahtamahan. Menteri luar negeri Cina itu berbincang-bincang dengan mereka mengenai Pahlawan Asturiy yang usianya belum mencapai dua puluh tahun. Dialah pemimpin muslim yang berhasil melewati India sebagai orang yang melakukan futuhat hingga sampai ke perbatasan negeri Cina. Menteri itu memaparkan dialog yang terjadi antara raja Cina dengan Pemimpin Muda tersebut. Pemimpin muda yang bernama Muhammad bin Al-Qasim itu berkata,”Sesungguhnya Pemimpin kami telah bersumpah untuk menaklukan negeri Cina dalam masa kepemimpinannya.” Raja Cina berkata,”Sampaikan salamku untuknya.” Dia juga menerima hadiah-hadiah yang beharga dan sekantong tanah yang dia tebarkan di bawah talapak kakinya dan dia injak tanah tersebut untuk menegaskan sumpahnya. Itulah yang diceritakan oleh pejabat tinggi Cina itu. Akan tetapi, para dipilomat tersebut justru wajahnya memerah karena merasa malu mendengar kisah itu. Maka mulailah diplomat itu mencaci Muhammad bin Al-Qasim. Dia katakan bahwa yang dilakukan oleh Muhammad bin Al-Qaim itu adalah tindakan barbar dan penjajahan. Mengapa harus menyerang negeri Cina? Apa gunanya bagi dia dan bagi negeri Cina? Mengapa orang-orang Arab keluar dari negeri mereka (untuk menaklukan Cina)? Sesungguhnya hal itu merupakan logika, arogansi dan cara-cara penjajahan. Itulah yang dikatakan oleh diplomat tersebut. Mendengar hal itu, pejabat tinggi Cina tesebut sangat marah dan berdiri serta berkata kepada para diplomat tersebut dengan pandangan kebencian dan merendahkan serta mengarahkan telunjuknya kepada pemimpin rombongan diplomat yang telah mengecam tindakan Muhammad bin Al-Qaim,”Dengar! Sesungguhnya sebuah umat yang merasa malu atas sejarahnya sendiri adalah umat yang tidak layak untuk hidup.” Pejabat tinggi Cina itu pergi meninggalkan para diplomat tersebut. Hari berikutnya para diplomat tersebut meninggalkan Cina. Itulah peristiwa yang telah diceritakan oleh orang yang hadir sebagai delegasi mewakili negerinya untuk pergi ke sana.
Itulah perasaan yang telah ditinggalkan para penjajah asing dalam jiwa-jiwa kaum muslimin.
Adapun pengaruh pendudukan asing terhadap sistem peraturan tercermin dalam konstitusi dan perundang-undangan serta struktur aparat pelaksana yang menjalankan sistem peraturan tersebut di tengah-tengah masyarakat yaitu penguasa. Orang-orang kafir tidak akan pernah berhenti menghalangi jalan kaum muslimin kecuali setelah mereka merasa tenang dengan adanya penjaga yang menjaga ‘ladangnya’. Maksudnya, orang kafir tidak akan pernah menyerahkan pemerintahan kepada para anteknya dari kalangan kaum muslimin kecuali setelah dia merasa yakin bahwa para antek mereka itu orang-orang terbaik yang dapat menjaga eksistensi orang kafir itu, dapat mengamankan kepentingannya dan dapat menjalankan politiknya. Dia juga harus yakin bahwa para enteknya itu adalah orang-orang yang terbaik yang menjadi penguasa masyarakat. Orang kafir telah menyetir para anteknya itu sesuai dengan pandangan hidup dan tsaqafah orang-orang Barat. Orang kafir juga harus yakin bahwa para antek mereka itu adalah orang-orang terbaik yang dapat mengubah masyarakat secara keseluruhan menjadi masyarakat Kapitalis baik secara sistem peraturan, pemikiran maupun perasaan.
Yang dijadikan sebagai asas dalam aktivitas politik di negeri-negeri mulim tersebut adalah pergolakan dalam pemerintahan di antara para anteknya itu, bukan perubahan pemeritahannya itu sendiri melainkan perubahan dan penggantian penguasanya. Bukti paling kuat atas hal itu adalah apa yang kita saksikan dalam beberapa tahun terakhir yaitu terjadinya pergolakan politik, revolusi dan kudeta yang hanya berkisar pada pergantian penguasa semata. Hal itu sudah banyak terjadi. Penguasa berganti sementara sistem peraturannya tetap seperti semula. Bahkan, sistem peraturan dan sebagian besar perundang-undangan yang dijalankan sejak terjadinya pendudukan asing hingga sekarang tidak pernah mengalami perubahan sedikitpun kecuali pada beberapa bagiannya saja tetapi tetap tidak keluar dari prinsip dasar dan garis kebijakan asing tersebut. Walaupun pergantian penguasa sudah sering terjadi tetapi kita tetap belum menyaksikan munculnya kelompok dan partai politik di tengah-tengah masyarakat yang terjun dalam pergolakan politik yang keras yang kadang-kadang berlangsung secara terus menerus. Walaupun ada, kelompok dan partai politik tersebut tidak memiliki metode, tujuan dan tsaqafah. Tidak ada satupun dari kelompok dan partai politik tersebut yang tidak mencantumkan program atau metodenya dengan kata-kata demokrasi, kebebasan, sosialisme, republik, kebangsaan, modernisasi dan sebagainya yang berupa slogan-slogan yang digunakan untuk menjilat kepada tuan-tuan mereka dan digunakan untuk memperdayai masyarakat. Sesungguhnya sistem peraturan apapun yang dipaksakan kepada masyarakat, bertentangan dengan akidah mereka atau bertolak belakang dengan pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan mereka, pasti akan menghadapi kemarahan dan kebencian masyarakat. Apabila mampu masyarakat akan menghancurkannya. Oleh karena itu, harus digunakan politik ‘stick and carrot’ (tongkat dan wortel). Politik tersebut merupakan politik yang bersifat pengendalian dan pemaksaan. Politik tersebut merupakan hukum yang bersifat militeristik dan spionase, pengamanan kepentingan-kepentingan, meraih dominasi perdagangan, memberikan ‘bantuan’ dan pinjaman serta pemberian surat ijin impor. Dengan demikian, terdapat tongkat di tangan yang satu sedangkan di tangan lainya terdapat wortel. Hal yang membuat keadaan itu semakin parah adalah terjadinya persaingan di antara negara-negara kafir untuk memperebutkan negeri-negeri muslim dan kompetisi untuk memperluas kekuasaannya, memperluas hegemoninya dan merealisasikan kepentingan-kepentingannya. Oleh karena itu, setelah Perang Dunia Kedua Amerika memutuskan untuk keluar dari isolasinya setelah menanggung kerugian besar akibat peperangan. Amerika memandang bahwa dialah yang telah memenangkan peperangan tersebut sehingga menganggap dirinya sebagai pewaris yang sah dari imperialisme Inggris dan Perancis bahkan Barat secara keseluruhan, yang telah menguasai negeri-negeri Islam sebelum terjadinya peperangan. Hanya saja, Inggris dan Perancis telah memutuskan untuk mempertahankan eksistensinya serta menjaga kepentingan-kepentingan dan dominasinya. Dari sana, dimulailah pergolakan di antara mereka akan tetapi berlangsung secara tersembunyi. Amerika menggunakan kekuatan internasional, tekanan ekonomi dan para antek barunya sedangkan Inggris dan Perancis menggunakan para anteknya yaitu para penguasa dan kroninya. Maka terjadilah pergolakan yang berlangsung terus menerus dengan memperalat putra-putri umat Islam, mengeruk kekayaannya dan menyulut umat dengan api kekacauan dan peperangan yang bersifat internal. Hal itu merupakan realisasi dari ambisi orang-orang kafir dan kekufurannya dengan dalih kemerdekaan dan kebebasan.
Seperti itulah keadaan masyarakat kita dan umat kita. Itu pula yang merupakan masalah besar yang harus dihadapi oleh orang-orang yang beraktivitas untuk mewujudkan kebangkitan umat. Itulah yang kami maksud dengan pemahaman terhadap fakta dan upaya untuk memperdalamnya sebelum melakukan upaya perbaikan masyarakat dan menetapkan hukum terhadapnya. Tidak lah cukup hanya dengan adanya ideologi yang jelas dalam benak orang-orang yang menginginkan kebangkitan umat berdasarkan ideologi tersebut dan memimpin mayarakat dengan aturan-aturan ideologi tersebut. Juga tidak cukup hanya dengan ideologi yang ada dalam benak orang-orang yang menginginkan perubahan menuju kedudukan yang layak, melainkan mereka harus memahami apa yang terdapat dalam masyarakat dan penyakit yang dideritanya baik yang penyakit utama maupun penyakit sampingannya. Bagaimana mereka dapat menciptakan perubahan apabila mereka tidak memahami ideologi kecuali namanya saja, tidak memahami Al-Quran kecuali tulisan dan cara melagukannya semata, tidak mengetahui tujuan dari aktivitas yang mereka lakukan kecuali pernyataan bahwa mereka menginginkan daulah Islam dan menginginkan kemuliaan kaum muslimin. Akan tetapi, bagaimana caranya? Katakanlah,”Ilmunya ada di sisi Tuhanku. Tidak akan ada yang dapat menjelaskan waktunya kecuali Dia.”

No comments: