Friday, April 27, 2007

INDUSTRI

Industri, dilihat dari segi industri itu sendiri, merupakan hak milik pribadi (private propherty). Sebab, industri merupakan barang yang bisa dimiliki secara pribadi. Telah diriwayatkan, bahwa banyak individu telah memiliki industri di masa Rasulullah SAW, semisal industri sepatu, pakaian, pedang, dan sebagainya. Rasul pun mengakui kebolehannya, dimana mereka juga pernah membuat mimbar, maka semuanya itu menunjukkan kemubahan industri tersebut menjadi hak milik individu (private propherty).
Hanya saja, barang-barang yang diproduksi oleh industri itulah yang merubah status industri tersebut mengikuti hukum barang-barang ini. Dalilnya, orang Islam haram untuk terlibat di dalam industri minuman keras, karena adanya nash hadits yang menyatakan, bahwa Allah telah melaknat pemeras khamer dan orang mendapat perasannya. Larangan memeras khamer tersebut, bukan berarti larangan memerasnya itu sendiri, tetapi larangan untuk memeras khamer. Sebab hukum memeras itu sendiri tidak haram, namun kalau memeras khamer baru haram. Jadi, keharaman industri minuman keras tersebut terletak pada keharaman zat yang diproduksinya. Dengan begitu, nampak jelaslah bahwa industri tersebut mengambil hukum barang-barang yang diproduksi.
Atas dasar inilah, industri tersebut harus diteliti terlebih dahulu: Apabila barang-barang yang diproduksi di sana tidak termasuk dalam katagori hak milik umum (colective propherty), maka industri tersebut adalah industri milik pribadi, semisal pabrik kue, pabrik tekstil, industri mebel, dan sebagainya. Apabila industri tersebut untuk memproduksi barang-barang yang termasuk dalam katagori hak milik umum (colective propherty), semisal industri pertambangan, yang mengeksploitasi tambang-tambang yang tidak terbatas jumlahnya, maka industri tersebut boleh dimiliki dengan pemilikan secara umum, mengikuti barang yang dieksploitasinya, seperti emas, perak, besi, tembaga, timah, sebagaimana hukum industri khamer mengikuti keharaman khamer. Industri tersebut juga boleh dimiliki oleh negara, dimana negaralah yang wajib melakukan eksploitasi terhadap tambang-tambang ini, sebagai wakil kaum muslimin, serta untuk mencukupi kebutuhan mereka, sebagaimana industri-industri ini boleh dimiliki secara pribadi oleh seseorang yang dikontrak oleh negara untuk mengeksploitasi tambang-tambang tersebut dengan nilai kontrak yang telah disepakati.
Hanya saja, hak milik individu (private propherty) atas alat-alat dan industri-industri ini, tidak membolehkan mereka untuk sibuk mengeksploitasi tambang-tambang yang tidak terbatas ini untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebab, tambang-tambang yang tidak terbatas ini menjadi hak milik umum (colective propherty) bagi seluruh kaum muslimin, dan tidak diperbolehkan untuk dikhususkan menjadi milik salah seorang di antara mereka. Namun, mereka boleh dikontrak oleh negara dengan nilai kontrak tertentu dan terbatas, karena dipekerjakan oelh negara untuk mengeksploitasi tambang-tambang tersebut.
Adapun industri pemotongan dan penempaan besi serta industri automotif, dan sebagainya adalah barang-barang yang termasuk dalam katagori hak milik individu (private propherty), maka barang-barang tersebut boleh dimiliki oleh pribadi. Sebab, barang-barang yang diproduksi bukan barang-barang yang termasuk dalam katagori hak milik umum (colective propherty). Atas dasar inilah, maka tiap industri yang menghasilkan barang yang termasuk dalam katagori hak milik umum, maka boleh dimiliki secara umum, atau dimiliki oleh negara, sebagaimana boleh dimiliki secara pribadi oleh individu yang di antara mereka dikontrak oleh negara. Tiap industri yang barang produksinya termasuk dalam katagori hak milik pribadi (private propherty), maka boleh dimiliki oleh pribadi, sebab barang tersebut merupakan salah satu bentuk hak milik pribadi (private propherty).


No comments: