Saturday, January 12, 2008

CARA PANDANG IDEALIS VERSUS AKOMODATIF

Cara Pandang Ideologis

Berbicara mengenai cara pandang manusia tentang kehidupan, sama artinya dengan membicarakan hakikat kehidupan ini, apa yang ada dibalik kehidupan ini, dari mana asal kehidupan ini, untuk apa kehidupan ini ada, dan akan kemana setelah kehidupan ini berakhir.

Di dunia tempat kita berdiam sekarang, dikenal ada tiga kategori cara pandang (yang populer) terhadap kehidupan ini, yaitu sosialisme, kapitalisme-sekularisme, dan Islam. Kelompok penganut cara pandang sosialisme menyandarkan anggapannya bahwa awal dan akhir kehidupan mereka adalah materi. Menurut mereka manusia bebas menentukan apapun kehendaknya. Orang-orang kapitalis-sekularis, sekali pun mereka mengakui bahwa kehidupan ini ada karena ada Tuhan yang menciptakan serta mengakui bahwa setelah kehidupan ini berakhir mereka akan kembali kepada Tuhan, namun mereka beranggapan bahwa Tuhan ibarat seorang pembuat jam yang hanya sekedar membuat, sementara membiarkan jam tersebut bergerak sendiri. Dalam hal ini cara pandang kapitalis-sekularis tidak berbeda jauh dengan cara pandang sosialis, yaitu sama-sama menganggap manusia bebas berbuat apa saja yang dikehendakinya dalam kehidupan ini. Pada dasarnya apa yang mereka lakukan adalah untuk mengejar materi yang setinggi-tingginya.

Kesamaan pandangan keduanya dalam memandang kebebasan manusia mengantarkan kedua kelompok manusia ini menjadi kelompok yang meyakini kebebasan sekaligus menyerukannya di tengah-tengah kehidupan manusia.

Tidak demikian halnya dengan Islam. Islam adalah sebuah cara pandang yang disandarkan pada sebuah keyakinan bahwa hidup ini ada karena ada Pencipta yang menciptakannya. Sang Pencipta berperan mengatur kehidupan manusia di dunia ini serta berhak menghisap manusia dan menggolongkan mereka sebagai orang-orang yang taat dan orang-orang yang durhaka. Kepada kedua golongan manusia ini disediakan tempat kembali yang berbeda. Jannah yang penuh kenikmatan bagi orang-orang yang taat dan An-Naar yang penuh dengan adzab bagi orang-orang yang durhaka. Sang Pencipta tersebut adalah Allah SWT penguasa langit, bumi, serta tidak ada sekutu baginya.

Adanya cara pandang yang berbeda tadi menjadi penyebab berbedanya Islam dengan yang lain. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan dalam mengambil standar peraturan, tolak ukur perbuatan, tujuan hidup dan dalam menentukan strategi meraih tujuan hidup tersebut.

Perbedaan mendasar antara sosialis, kapitalis dan Islam terletak pada "sesuatu" yang menjadi sandaran bagi sumber peraturan, standar hidup, tujuan hidup dan strategi kehidupan yang diambil. Kelompok sosialis dan kapitalis-sekularis menjadikan manusia sebagai sumber peraturan, sebagai penentu tolak ukur perbuatan, sebagai penentu tujuan hidupnya sendiri serta membiarkan manusia menentukan strateginya dalam meraih tujuan hidup tersebut.

Berbeda-bahkan bisa dikatakan sangat bertentangan- dengan Islam yang menjadikan seluruh ketentuan tersebut bersandar hanya kepada Allah Ta'ala.

Cara Pandang Idealis Versus Akomodatif

Perbedaan cara pandang menyebabkan perbedaan metode, strategi, sekaligus cara memecahkan persoalan kehidupan. Ketika sebuah cara pandang mendasarkan idenya di atas asas manfaat (mashlahat), maka nilai inilah yang menjadi tolak ukur dalam menentukan sebuah metode, strategi ataupun cara. Segala bentuk-bentuk pertimbangan dikembalikan pada; apakah hal tersebut bermanfaat bagi manusia atau tidak, atau apakah manusia mampu, layak dan tepat mengambil strategi tersebut (dengan perhitungan menfaat) ataukah tidak.

Ketika seorang manusia memiliki cara pandang yang dibangun di atas asas manfaat, kemudian ia berhadapan dengan persoalan-persoalan ekonomi yang harus diselesaikannya, maka ia akan memperhitungan apakah cara-cara yang diambilnya dapat mendatangkan manfaat atau tidak, tanpa ada pertimbangan ataupun perhitungan lain. Kemudian, ketika ia menjalani kehidupan sosial dengan individu-individu yang lain, maka ia akan mempertimbangkan, apakah tatanan kehidupan sosial yang dipilihnya sesuai dan memberikan manfaat bagi dirinya baik secara individu atau bersama-sama individu lain. Demikian halnya dengan berbagai aspek kehidupannya yang lain. Sampai-sampai dalam urusan beragama pun ia akan memperhitungkan apakah urusan beragama yang diterjuninya bertentangan dengan ukuran kemanfaatan hidupnya atau tidak.

Cara pandang sosialis dan kapitalis-sekularis memungkinkan 'penganutnya' melakukan akomodasi terhadap berbagi macam nilai dengan alasan 'sesuai dengan nilai kemanfaatan', sekalipun masing-masing memiliki cara tersendiri dari sisi penerapannya. Para sosialis memfokuskannya pada kemanfaatan bagi komuni (kumpulan individu) melalui negara sedangkan kapitalis-sekularis mamfokuskannya pada individu. Contoh terdekat mengenai hal ini, adalah ketika sebuah negara kapitalis-sekularis melalui penguasanya menerapkan peraturan jaminan sosial,Upah Minumum Regional (UMR) dan lain-lain. Bila kita cermati, peraturan-peraturan ini merupakan bentuk campur tangan negara terhadap persoalan kesenjangan kepemilikan kapital akibat diterapkannya sistem kapitalisme. Dengan demikian bebrapa praktek tersebut-yang pada awalnya adalah ide sosialisme- diadopsi oleh negara-negara penganut sistem kapitalisme guna menutupi kelemahannya. Apakah strategi tersebut melanggar ideologi kapitalis-sekularismenya ? Dalam hal ini tidak, karena akomodasi dilakukan atas alasan manfaat. Dalam sistem kapitalisme, kebebasan kepemilikan yang dianutnya telah menimbulkan kesenjangan yang besar dalam masyarakat antara orang-orang yang memiliki kapital dengan yang tidak. Kondisi ini mampu memicu konflik yang akan mengancam kepentingan manfaat dalam sisitem kapitalisme (yang dikuasai oleh para pemilik kapital) itu sendiri.

Akomodasi juga dilakukan oleh penganut sosialis baik dari sisi negara menetapkan sebagian konsep kapitalisme dalam perekonomiannya atau berbagai keterbukaan (kebebasan) lain bagi rakyatnya, sekalipun sosialisme tetap mejadi ide dasarnya.

Cara pandang adalah kerangka ketika seseorang berfikir. Mereka yang terpengaruh oleh cara pandang sosialisme dan kapitalisme dengan alasan manfaat akan mengakomodasi nilai-nilai sebuah agama, ketika dipandang hal tersebut memang perlu. Cara pandang kedua ideologi ini akan mewarnai perspektif yang digunakannya untuk menilai berbagai hal tentang persoalan-persoalan keagamaannya. Beberapa kaidah yang terkandung dalam kedua cara pandang tersebut akan menyusun kerangka berpikirnya, ketika ia menilai berbagai persoalan kehidupan. Perilakunya akan menjadi bukti cara pandang yang telah ia gunakan.

Sebagai contoh, seorang muslim yang mengaku menganut aqidah Islamiyah namun tidak menggunakan aqidah tersebut sebagai asas cara pandangnya sehingga seluruh perilakunya sesuai dengan nilai-nilai Islam, maka cara pandang seorang muslim ini akan mudah terwarnai oleh cara pandang lain ( di luar aqidah Islamiyah). Manfaat adalah asas yang paling dominan bagi cara pandang selain Islam. Muslim ini pun akan mangambil nilai-nilai Islam yang menurutnya sesuai kondisi (kemanfaatan) yang dialaminya, atau ia akan mengakomodasi nilai-nilai Islam sebagian saja tanpa mengambil keseluruhan nilai dan penerapannya.

Dalam masyarakat yang mayoritas menganut cara pandang sosialis dan kapitalis-sekularis, Isalm hanya diakomodasi sebagai aturan ruhiyah semata, sehingga naluri beragama seorang muslim seolah-olah terpelihara dengan baik. Dalam hal ini kebutuhan beragama seseorang seolah telah terpenuhi, maka tercapailah sebuah manfaat tanpa perlu menjadikan Islam sebagai sebuah ideologi dan sistem kehidupan. Inilah yang bisa kita katakan sebagai seorang muslim yang memiliki cara pandang dan perilaku kapitalis-sekularis, karena dalam hal ini hanya nilai-nilai Islam yang mendatangkan manfaat saja yang akan diambilnya, sedangkan yang tidak, akan ditinggalkannya. Dengan demikian tolak ukur bagi seluruh aspek kehidupannya disandarkan pada nilai kemanfaatan. Terlalu dini untuk menilai apakah muslim ini akan terseret pada kekufuran atau tidak. Yang jelas bila ia menyadari sepenuhnya bahwa agama Islam baginya sekedar manfaat belaka, bukan tidak mungkin ke-Islamannya akan terlempar jauh ketika suatu saat nilai kemanfaatan ini hilang dari hadapannya. Peristiwa yang teramat tragis bagi seorang muslim.

Bagaimana dengan cara pandang Islam? Mungkinkah cara pandang ini mengakomodasi nilai-nilai ideologi lain?

Bila dipahami secara mendalam mengenai hakikat aqidah Islamiyah, maka cara pandang Islam adalah sebuah cara pandang yang khas, didasari oleh wahyu Allah SWT yang akan membentuk mode masyarakat yang bercorak khusus. Kehidupan masyarakat, sumber peraturan yang digunakan, standar hidup, tujuan hidup dan strategi yang digunakannya pun bersifat khas pula, sesuai tuntunan Al wahyu. Cara pandang Islam bersifat universal, dalam arti mampu memecahkan seluruh persoalan kehidupan manusia di seluruh waktu dan tempat, baik menyangkut peraturan perekonomian, pemerintahan, tata pergaulan (sosial), pendidikan, pidana, sangsi dan pelanggaran lain-lain. Dengan demikian Islam adalah sebuah cara pandang ideologis dan sistem hidup yang sempurna bagi manusia karena berasal dari pencipta manusia itu sendiri. Akomodasi terhadap nilai-nilai ideologi lain tidak perlu dilakukan, karena bukankah Islam telah sempurna? Terlebih lagi bentuk akomodasi itu sendiri bertentangan dengan cara pandang Islam.

Khatimah

Dari uraian ini, kita dapati bahwa cara pandang Islam bersifat idealis yang tidak akan pernah menerima bentuk akomodatoif terhadap cara pandang lain. Jelaslah bahwa Islam adalah cara pandang mendasar yang memilki konsep sistem kehidupan yang sempurna. Namun masalahnya, cara pandang dan konsep kehidupan ini masih dirasakan asing oleh mayoritas kaum muslimin. Sekiranya ada yang telah memahami cara panadang dan konsep ini, sifatnya masih terbatas pada individu-individu muslim. Bisa kita cermati hal ini dari kondisi mayoritas negeri-negeri muslim dengan mayoritas kaum musliminnya yang masih menerapkan sistem sosialis, kapitalis-sekularis atau keduanya sekaligus dalam bentuk kompromi nilai-nilai.

PUSTAKA

  1. An Nabhani. Syakhsiyah I. Darul Ummah. Cetakan ke-4 Beirut. Libanon.

Muhammad. Muhammad Isma'il. Al Fikrul al Islamiy. Maktabah Al Wa'iy. Cetakan ke-1. April 1992.

No comments: