Wednesday, August 8, 2007

Langkah-langkah Mempersatukan Umat Dalam Wadah Khilafah

Persatuan umat hanya akan terwujud dengan diangkatnya seorang khalifah dan tegaknya Khilafah. Langkah mempersatukan umat tidak lain adalah langkah mewujudkan Khilafah. Rasulullah saw. telah mencontohkannya dalam perjuangan dakwah Beliau hingga berhasil mendirikan Daulah Islamiyah di Madinah.

Daulah Islam di Madinah itu berdiri setelah di masyarakat Madinah terbentuk opini dan kesadaran umum tentang Islam berikut syariahnya serta kewajiban penerapannya. Hal itu juga menjadi prasyarat tegaknya Khilafah yang akan datang. Semua itu tidak bisa terwujud melalui jalan kekerasan. Sirah Rasul menunjukkan dengan jelas bahwa Beliau menolak penggunaan kekerasan dalam proses tersebut. Bahkan usai Baiat Aqabah II, Rasul tetap menolak ketika para Sahabat mengajukan penggunaan kekerasan.

Mewujudkan opini dan kesadaran Islam secara umum itu hanya bisa dilakukan dengan dakwah. Proses itu secara sederhana adalah proses memahamkan masyarakat dengan Islam, akidah dan syariahnya hingga menjadi pemahaman, nilai dan keyakinan umat. Pada akhirnya, umat sendirilah, bersama para pengemban dakwah, yang akan menuntut dan memperjuangkan tegaknya Khilafah dengan membaiat seorang khalifah.

Langkah pertama adalah menyiapkan kader-kader pengemban dakwah yang akan memahamkan Islam kepada umat. Penyiapan kader dakwah itu tidak lain dengan menanamkan Islam, akidah dan syariahnya sehingga menjadi pemahaman, nilai dan keyakinan mereka. Proses ini juga merupakan proses membentuk pemikiran, pemahaman dan jiwa. Dengan itu, mereka memiliki kepribadian islami dan sanggup mengemban dakwah dengan segala konsekuensinya.

Selanjutnya kelompok pengemban dakwah tersebut harus terjun ke tengah umat, berinteraksi bersama mereka dalam kehidupan umat, hari demi hari. Menanamkan pemahaman Islam kepada umat tidak mungkin dilakukan kecuali dengan berinteraksi di tengah-tengah mereka. Inilah tahapan kedua dari langkah mempersatukan umat. Seiring langkah ini, aktivitas membina kader dakwah di atas terus dilakukan. Di samping untuk terus memantapkan pengemban dakwah yang ada, juga untuk memperbanyak kuantitas mereka. Dengan itu, proses memahamkan umat dengan Islam bisa semakin intensif.

Harus disadari bahwa umat bukanlah ruang yang kosong dari pemikiran, pemahaman, nilai dan keyakinan. Karena itu, terjadinya interaksi Islam dengan pemikiran, nilai dan keyakinan yang ada di tengah-tengah umat adalah pasti. Interaksi tersebut terjadi dalam bentuk pergolakan pemikiran dan yang melakukannya adalah para pengemban dakwah.

Ada tiga macam pemikiran di tengah-tengah umat. Pertama: pemikiran Islam yang sudah benar dan jenih. Pemikiran yang demikian tinggal semakin dikokohkan. Kedua: pemikiran Islam yang tidak jernih lagi, diselimuti kerancuan dan kesalahan. Pemikiran yang demikian harus dijernihkan, dibersihkan dari debu dan kotoran yang menempel, dan diluruskan kembali. Ketiga: pemikiran yang salah dan bertentangan dengan Islam. Pemikiran seperti ini harus dicabut dari umat dengan menjelaskan kesalahannya, membongkar keburukannya, disertai menjelaskan pemikiran Islam yang benar. Jika semua proses ini berjalan baik maka opini di tengah-tengah umat akan didominasi oleh opini Islam.

Islam yang akan ditanamkan kepada umat bukan hanya Islam spiritual, tetapi Islam sebagai sistem hidup yang akan digunakan untuk mengatur berbagai urusan dan kemaslahatan umat. Sementara itu, di tengah-tengah umat terdapat sistem non-Islam yang digunakan untuk mengatur kehidupan umat. Sistem yang salah dan bertentangan dengan Islam ini harus dijelaskan kesalahannya, dibongkar keburukan dan kezalimannya. Aksi itu diiringi dengan menjelaskan sistem Islam berikut bagaimana sistem Islam akan mengatur urusan, kepentingan dan kehidupan umat. Kemaslahatan umat pada faktanya banyak diabaikan oleh sistem dan penguasa yang tidak islami itu. Namun, umat sering tidak memahami dan menyadari hal itu. Kepada umat harus dijelaskan kemaslahatan-kemaslahatan yang seharusnya mereka rasakan, dan bahwa hal itu diabaikan oleh sistem yang ada. Lalu harus dijelaskan kepada umat kemaslahatan mereka menurut pandangan Islam dan bagaimana Islam akan memenuhinya. Dengan semua itu, umat akan memiliki pemahaman dan kesadaran akan rusaknya sistem yang ada; sebaliknya mereka memahami benar dan baiknya sistem Islam.

Semua proses tersebut niscaya akan mendapat tantangan dan halangan dari pihak-pihak yang tidak ingin sistem Islam (Khilafah) tegak, baik dari dalam umat maupun musuh-musuh Islam, yakni kaum kafir. Mereka juga melakukan berbagai strategi dan makar untuk menghalangi tegaknya Islam sekaligus mempertahankan keadaan dan sistem yang ada. Karenanya, merupakan keharusan untuk menjelaskan dan membongkar makar, tipudaya dan strategi mereka. Dengan begitu, umat selamat dari makar mereka dan tidak bisa dijadikan alat oleh mereka. Ini merupakan bagian dari perjuangan politik (kifâh as-siyasî) yang harus dilakukan.

Tegaknya Khilafah mengharuskan adanya penyerahan kekuasaan oleh umat. Secara real kekuasaan umat berada pada simpul-simpul kekuasaan, yaitu para ahl al-quwwah (pemilik kekuatan). Semua aktivitas diatas harus dilengkapi dengan aktivitas menggalang nushrah (dukungan/kekuatan) dari ahl al-quwwah itu. Caranya adalah dengan mengontak mereka sekaligus menanamkan Islam, akidah dan sistemnya, serta meminta nushrah mereka untuk menegakkan sistem Islam (Khilafah). Ketika para ahl al-quwwah itu menjadikan Islam sebagai pemahaman, nilai dan keyakinan mereka, maka terjadilah proses seperti yang terjadi pada Rasulullah dalam Baiat Aqabah II, yaitu proses peralihan (penyerahan) kekuasaan. Dengan itu akan terealisasi tegaknya Khilafah dengan dibaiatnya seorang khalifah. Proses ini pasti akan terjadi dan mudah-mudahan akan berlangsung dalam waktu yang tidak lama lagi.

Wallâh ghâlibu ‘alâ amrihi. [Yahya Abdurrahman]

No comments: