Thursday, August 9, 2007

FANATISME PRESIDEN BUSH

Ditulis oleh Henri Shalahuddin Seorang jurnalis radio dan media cetak, Esther Kaplan, menerbitkan hasil investigasinya tentang corak pemerintahan Bush dalam bukunya: With God on Their Side: How Christian Fundamentalists Trampled Science, Policy and Democracy in George W Bush's White House (New York: 2004). 322 halaman). Wanita berkebangsaan Amerika ini memaparkan secara rinci basis pendukung Bush, administrasi pemerintahan, dan kebijakan politiknya.

Menurut dia, Bush menduduki kursi kepresidenan berkat dukungan penuh dari kalangan Kristen konservatif yang dimotori oleh para evangelis kulit putih partai Republik. Walaupun jumlah mereka hanya sekitar 25 persen dari total penduduk Amerika, tetapi para evangelis ini berhasil mendongkrak jumlah pemilih Bush menjadi 40 persen pada tahun 2000. Yang lebih fantastis lagi, jumlah suara itu mendapat tambahan suara dari kelompok Katholik yang lebih religius, sehingga total jumlah suara untuk Bush adalah 52 persen di tahun 2000.

Kelas Bibel
"Jumpa kembali dengan kalian di kelas Bibel kita." Ini adalah kalimat pertama Bush setelah menjabat presiden Amerika yang didengar David Frum, seorang penulis pidato kepresidenan Bush. Kalimat itu ditujukan untuk pemimpin kelompok evangelis khusus Gedung Putih, Michael Gerson. Frum kemudian menulis, bahwasannya di Gedung Putih ada kelas Bibel yang bisa dikatakan wajib, meskipun untuk seorang non-Kristen seperti dirinya. Ini adalah tentang sebuah administrasi pemerintahan, di mana kelas Bibel mingguan di Gedung Putih dihadiri lebih dari separuh staf Gedung Putih.
Aktivitas ini digambarkan oleh Washington Post 19 November 2001, tak ubahnya seperti hall gereja Pentakosta. Sebagai seorang presiden yang berbasis massa agama, Bush lebih cenderung mengangkat para aktivis Kristen radikal sebagai anggota dewan penasihat keilmuan, daripada peneliti-peneliti ahli di bidangnya.Ketika Pat Robertson mundur dari jabatannya sebagai presiden Koalisi Kristen di akhir tahun 2001, presiden American Values, Gary Baver menulis di harian Washington Post, "Saya pikir Robertson mundur karena sebenarnya sudah ada yang mengisi posisi itu, yaitu Bush. Baver menyebutkan bahwa ada 'utusan Tuhan' di Gedung Putih." Setelah peristiwa 11 September, para pemimpin golongan Kristen mulai bicara bahwa kepemimpinan Bush merupakan inspirasi wahyu, dan terpilihnya kembali Bush pada periode keduanya adalah rencana Tuhan. Ini adalah pandangan yang kerap ditanamkan kepada setiap staf-stafnya. Bush dan para penginjil konservatifnya adalah satu tim -Tim Tuhan.Pada 26 Juni, sebuah harian Israel Haaretz menulis perkataan Bush terkait dengan penyerangan Irak. "Tuhan memberitahuku untuk menghancurkan Alqaidah dan aku sudah menghancurkan mereka, dan kemudian Tuhan juga menyuruhku untuk menghancurkan Saddam seperti yang telah aku lakukan. Dan saat ini aku juga ditunjuk untuk menyelesaikan masalah-masalah Timur Tengah." Kata-kata inilah yang dikatakan seorang presiden Amerika kepada pemimpin-pemimpin negara lain, yakni bahwa ia mengobarkan perang di Afghanistan dan Irak atas perintah Tuhan.Jika sang presiden percaya bahwa Tuhan yang memerintahkannya untuk menghancurkan Saddam, maka segala temuan badan intelejen yang menyalahkan keputusannya ini, akan diterima dengan penuh kecurigaan dan dipandang seperti sedang mengotori rencana Tuhan. Dalam pemerintahan Bush, ideologi telah dipercaya sebagai 'yang kuasa dan di atas segalanya' dan ideologi seperti ini juga yang dimaksudkan untuk memerangi `terorisme', dan tidak dapat dipatahkan dengan fakta-fakta temuan.

Kebencian terhadap Islam
Para pemimpin Kristen yang dekat dengan pemerintahan, seperti Franklin Graham, pemimpin upacara doa pembuka di Gedung Putih yang juga anak evanglist travelling, Billy Graham, berbicara di televisi bahwa Islam adalah agama yang paling hina dan paling jahat. Reverend Jerry Vines, mantan presiden dari 16 juta pengikut jemaat gereja Baptis Selatan, sebuah organisasi relijius yang memiliki ikatan kuat dengan administrasi pemerintah Bush, menyebut Nabi Muhammad sebagai orang gila yang dirasuki roh jahat.
Pemimpin evangelist, Jerry Falwell dan Pat Robertson telah menabuh genderang perang. Robertson berkata bahwa Muslim jauh lebih buruk dari pada orang-orang Nazi. Sedangkan Falwell menyamakan Nabi Muhammad dengan seorang teroris penyulut kerusuhan di Sholapur, India.Menurut poling yang dipublikasikan pada tahun 2003 oleh Ethics and Public Policy Center and Beliefnet, 70 persen dari pemimpin golongan evangelis menganggap Islam sebagai agama kekerasan. 66 persen dari mereka percaya bahwa Islam didedikasikan untuk merampas dunia. Survei Pew pada bulan Maret 2002 menemukan bahwa penolakan golongan evengelis kulit putih terhadap Islam meraih rating yang jauh lebih tinggi, dibanding golongan manapun yang ada dalam demografi Amerika. "Para evangelist telah memilih Islam sebagai pengganti Uni Soviet untuk menjadi musuh mereka," ungkap Reverend Richard Cizik, wakil presiden National Association of Evangelicals kepada majalah New York Times. Selama minggu-minggu pertama setelah peristiwa 11 September, Bush menolak untuk menyalahkan pemimpin-pemimpin Kristen yang menghina Islam. Bahkan sebaliknya, baik secara langsung maupun tidak, Bush dan para stafnya secara aktif menanamkan ide bahwa mereka terlibat dalam 'Perang Suci'. Hanya satu minggu setelah peristiwa 11 September, Bush menyebut perang melawan teror sama dengan Perang Salib, satu komentar yang kemudian buru-buru dia ralat di bawah kemarahan pemuka-pemuka Muslim Amerika.Sementara ketika perang melawan Irak makin panas, pejabat departemen pertahanan malah mengundang Franklin Graham untuk menyampaikan khotbah Jumat Agung di Pentagon. Dan pemerintahan Bush pun menolak untuk menarik kembali undangan itu, meskipun ditentang umat Islam Amerika.Nyatalah bahwa Amerika di bawah pemerintahan Bush adalah era kebangkitan negara Kristen radikal. Bush dan orang-orang dekatnya secara menyakinkan telah bekerja mewujudkan administrasi pemerintahan dan kebijakan politiknya berdasarkan fanatisme keagamaan yang radikal.Kedatangan Bush di Indonesia yang dijadwalkan pada 20 November mendatang, mengundang protes keras beberapa organisasi massa Islam dan elemen bangsa lainnya. Di lain pihak, pemerintahan SBY-JK justru menyambutnya dengan antusias seperti layaknya sebuah negeri jajahan. Sudah terlalu banyak kepentingan umat Islam dikorbankan demi melayani penguasa dunia itu. Umat Islam, dengan partai-partai politiknya, pesantren-pesantrennya, dan potensi lainnya yang sebelum pemilu, kerap dikunjungi dan dibujuk untuk memberikan suaranya, kini harus ikhlas untuk dikhianati oleh pemimpin pilihannya.Sebaliknya, Bush yang kedatangannya dielu-elukan pemerintah RI dengan segudang impian indah, adalah sosok pemimpin yang gemar menyenangkan kelompok Kristen radikal yang mengusungnya. Administrasi pemerintahan, kebijakan luar negeri dan kampanye perang melawan teror (Muslim) yang dibuatnya, tidak lain didedikasikan untuk para pemilihnya.

Artikel ini pernah dimuat di Harian Republika tanggal 20 November 2006

No comments: