Selain kepada Muslim, dakwah ditujukan kepada non-Muslim. Dakwah kepada non-Muslim tidak lain untuk mengajak mereka masuk Islam; paling tidak, mereka bisa mengerti Islam dan memberikan apresiasi sehingga tidak lagi merasa cemas atau khawatir terhadap Islam dan penerapan syariahnya.
Itu pula yang harus dihadapi oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Seketika setelah HTI bergerak secara terbuka dan secara lantang meneriakkan perjuangan penerapan syariah dan Khilafah, respon datang bertubi-tubi dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk dari kalangan non-Muslim, baik dari dalam maupun luar negeri. Sejauh ini, respon itu mayoritas berupa keinginan tahu lebih banyak tentang apa yang dimaksud syariah dan Khilafah oleh HTI. Lalu berdatanganlah undangan kepada Jubir HTI, sebagai representasi HTI, untuk wawancara, dialog atau menjadi pembicara dalam berbagai forum tentang berbagai topik yang erat kaitannya dengan syariah dan Khilafah itu. Dengan semangat dakwah, tentu saja undangan itu diterima dengan senang hati karena justru kesempatan seperti inilah yang memang dinanti-nantikan. Dengan cara itu, ide, gagasan, visi dan misi HTI bisa disampaikan dengan lebih gamblang. Sebaliknya, HTI juga menjadi lebih tahu tentang apa keberatan mereka terhadap arah perjuangan HTI.
Dari sekian dakwah kepada non-Muslim, ada beberapa di antaranya yang menarik disebut. Pada 19 April lalu, Jubir HTI diundang pada Pertemuan Moderatores Kepemudaan Regio Jawa Plus 2007, Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Jakarta untuk berbicara tentang “Memahami Fundamentalisme Islam” bersama Romo Marbun dari Gereja Behtel Indonesia di Sawangan, Bogor. Hadir 120 pemuda Katolik dari berbagai
Awal bulan Mei lalu, Jubir HTI juga hadir dalam acara Debat Terbuka Pro dan Kontra Penerapan Syariah di Masjid Unpad
Bukan kali itu saja HTI hadir dalam forum non-Muslim. Tahun 2004 Jubir HTI juga pernah diundang untuk berbicara tentang syariah di Amerika Serikat. Persisnya di Harvard Law School,
Menanggapi presentasi Ismail Yusanto, Prof. Lev secara lugas mengatakan ketidaksetujuan-nya terhadap ide-ide HTI. Namun demikian, Prof. Lev mengharapkan agar perdebatan terhadap isu penting seperti penerapan syariah Islam tetap berlangsung di kalangan masyarakat.
Selain di Harvard University, Jubir HTI juga hadir dalam acara Bincang-bincang Sharia yang diselenggarakan oleh Pengajian Iqra Boston, di kampus Massachussetts Institute Of Technology (MIT) Cambridge, MA, USA yang juga dihadiri oleh dua pendeta Katolik, yaitu Romo Pitoyo dan Romo Ageng.
Bulan November 2005 Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto juga diundang oleh CISMOR (Center for Interdisciplinary Study of Monotheistic Religions) Doshisha University, Kyoto, Jepang—sebuah universitas yang aslinya adalah sebuah seminari Katolik—sebagai pembicara dalam sebuah international workshop tentang The Crisis of the National Identity and the Role of Religions in East Asia, dengan makalah berjudul, “Islamic Revival, Challenging Modernization and Globlalization: The Struggle of Hizbut Tahrir Indonesia”. Hadir sebagai pembicara lain dari
Prof. Lau (
Yang paling menggugat adalah pernyataan Prof. Kohara (
1 comment:
ass... mau silah ukhuwah.. eh, silaturrahim (mana yang lebih nyunnah istilahnya?? sesuai dengan dalil) ditunggu kunjungan balasannya..
Post a Comment