Monday, May 21, 2007

MENDIRIKAN NEGARA ISLAM WAJIB ATAS SELURUH MUSLIM

MENDIRIKAN NEGARA ISLAM
WAJIB ATAS SELURUH MUSLIM



Perangkat Negara Islam dibentuk atas tujuh pilar (unsur), yaitu: khalifah, mu'awinun, wulah, qudhah, dirjen adiminstrasi, militer, dan majelis syura. Jika negara berhasil menyempurnakan tujuh unsur ini, maka perangkat negara juga menjadi sempurna. Jika kurang salah satu darinya, maka perangkat negara juga kurang. Akan tetapi, negara (Negara Islam) masih tetap dikatakan eksis dan kekurangan salah satu unsur itu tidak membahayakan negara selama unsur khalifah masih ada. Karena khalifah adalah asas dalam Negara Islam.
Adapun kaidah-kaidah pemerintahan dalam Negara Islam ada empat macam: khalifah yang diangkat hanya seorang, kekuasaan milik umat, wewenang kepemimpinan milik syara', dan pelegalisasian hukum-hukum syara' sebagai undang-undang negara hanya dilakukan oleh khalifah. Jika salah satu dari kaidah-hkaidah ini kurang, maka pemerintahan tidak bisa disebut pemerintahan Islam, bahkan harus menyempurnakan seluruh empat kaidah ini. Asas dalam Negara Islam adalah khalifah, sementara unsur-unsur lainnya adalah pengganti atau teman diskusi khalifah. Dengan demikian, Negara Islam adalah khalifah yang menerapkan Islam. Khilafah atau imamah adalah wewenang mutlak dalam mengatur kaum muslimin. Khilafah bukan termasuk aqidah, tetapi bagian dari hukum-hukum syara' karena kedudukannya sebagai bagian dari masalah-masalah furu'iyah yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan manusia.
Menegakkan atau mengangkat khalifah adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Tidak halal bagi muslim yang bermalam selama dua hari tanpa memberikan baiat kepada khalifah. Jika kaum muslimin menganggap sepi terhadap khalifah selama tiga saja, maka mereka semua dihukumi dosa sampai mereka berhasil menegakkan khalifah. Dosa mereka tidak akan gugur sampai mereka mencurahkan segenap upaya dan kekuatan untuk menegakkan khalifah dan mengarahkan aktifitas hingga berhasil mengangkat khalifah.
Keharusan mengangkat khalifah ditetapkan dengan Kitabullah, sunnah Rasul, dan ijma' shahabat. Dasar yang diambil dari Kitabullah adalah perintah Allah pada Rasul agar menjalankan pemerintahan (hukum) Islam di tengah kaum muslimin dengan apa-apa yang diturunkan-Nya kepadanya. Perintah-Nya tegas dan pasti. Allah berfirman: "Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang keadamu" (QS. Al-Maaidah: 48). Firman-Nya lagi: "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhdap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu" (QS. Al-Maaidah: 49). Khithab Allah pada Rasul ini adalah khithab untuk umatnya selama belum ada dalil yang mentakhshishnya (mengecualikannya). Dan, dalam konteks ini belum ada dalil yang mentakhshishnya. Dengan demikian, khithabnya untuk seluruh kaum muslimin adalah dengan keharusan mendirikan pemerintahan [Islam]. Mendirikan khalifah adalah mendirikan pemerintahan dan kekuasaan [Islam].
Adapun dalil sunnahnya adalah sabda Rasul seperti berikut: "Barangsiapa mati dan belum mengetahui (mengakui) imam (khalifah) zamannya, maka dia mati dalam keadaan mati jahiliah." Imam Ahmad dan Thabrani juga meriwayatkan: "Dan barangsiapa mati, sementara di lehernya tidak ada baiat, maka matinya adalah mati jahili." Dua perawi ini meriwayatkan dari hadits Mu'awiyah. Dalam shahihnya, Imam Muslim juga punya riwayat dari Ibnu Umar yang berkata, "Saya mendengar Rasul bersabda, 'Barangsiapa melepaskan tangan dari taat pada Allah, maka dia pasti akan bertemu Allah di hari kiamat dalam keadaan tidak punya hujjah. Dan, barangsiapa mati sementara di lehernya tidak ada baiat, maka matinya mati jahiliah.'" Hisyam bin 'Urwah meriwayatkan dari Abu Shalih dari Abuhurairah yang menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Setelahku akan menyusul para wulah yang memerintah kalian, lalu orang baik akan memerintah kalian dengan kebaikannya, dan orang yang cabul akan memerintah kalian dengan kecabulannya. Maka dari itu, dengarkanlah mereka dan taatilah dalam hal-hal yang sesuai dengan kebenaran. Jika mereka (para penguasa itu) berbuat baik, maka kebaikan bagi kalian. Jika mereka berbuat jahat, maka kebaikan untuk kalian dan tanggung jawab (dosa atas kejahatan itu) dibebankan pada mereka."
Adapun dasar ijma'nya adalah sikap politik para sahabat yang membuat keputusan yang paling penting setelah wafatnya Rasul. Keputusan politik itu diwujudkan dengan mengangkat seorang khalifah. Dalilnya adalah peristiwa politik riil yang shahih di rumah Saqifah bani Sa'idah. Demikian juga mengenai pengangkatan seorang khalifah baru setelah kematian setiap khalifah sebelumnya. Keharusan mengangkat seorang khalifah yang didasarkan pada ijma' shahabat dilangsungkan dan dinukil secara mutawatir. Pengangkatan ini sampai menjadikan khalifah sebagai kewajiban terpenting di antara kewajiban-kewajiban yang ada. Demikian itu dikatagorikan sebagai bentuk dalil yang qath'i dan bentuk kesepakatan para sahabat yang mutawatir atas dilarangnya umat kosong dari adanya khalifah di manapun dan kapanpun. Oleh karena itu, umat wajib mengangkat dan memberi kuasa pada seorang imam. Dengan demikian, seluruh umat semenjak wafatnya Rasul hingga hari kiamat kena khithab dalil-dalil di atas.
Kepastian keharusan mengangkat khalifah sangat jelas. Kepastian pemahaman para sahabat atas kepastian keharusan ini juga sangat jelas. Kepastian yang jelas ini ditunjukkan dengan keputusan politik para sahabat yang mengakhirkan penguburan jenazah Rasulullah sampai mereka berhasil membaiat seorang khalifah untuk memimpin negara. Demikian juga tentang keputusan politik yang diambil Khalifah Umar bin Khaththab ra. di waktu mendekati kematiannya karena tikaman seorang budak. Melihat kondisi khalifah yang sangat kritis ini, kaum muslimin mendesak Umar ra. agar menentukan penggantinya, namun Umar ra. menolak. Lalu mereka mendesak Umar ra. hingga akhirnya khalifah memilih enam calon penggantinya. Khalifah Umar ra. membatasi pencalonan khalifah yang ditunjuknya hanya pada enam orang. Salah seorang dari mereka akan dipilih menjadi khalifah. Bahkan, Umar ra. tidak cukup dengan ini. Dia memberi batas waktu pemilihan. Umar ra. memberi limit waktu selama tiga hari dengan catatan, jika selama tiga hari belum ada kesepakatan mengangkat seorang khalifah, maka bunuhlah yang menentang. Kemudian dia mewakilkan tugas ini pada enam calon tersebut. Di samping sebagai para calon pengganti khalifah dan termasuk para pembesar sahabat, mereka ini juga bertindak sebagai tim formatur khilafah. Mereka adalah Ali ra., 'Utsman ra., Abdurrahman bin 'Auf ra., Zubair bin 'Awwam ra., Thalhah bin 'Ubaidillah ra., dan Sa'ad bin Abi Waqash ra. Jika saja salah seorang dari mereka ada yang tidak setuju atas pengangkatan seorang khalifah harus dibunuh, maka demikian itu menunjukkan adanya kepastian hukum untuk memilih seorang khalifah.
Banyak kewajiban syar'i yang harus dilaksanakan oleh khalifah, seperti menjalankan hukum-hukum, menegakkan hudud, menutup bahaya, menyiapkan perangkat militer untuk pasukan, memberi keputusan hukum tentang pertikaian-pertikaian di antara rakyat, memelihara keamanan, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Karena itu, pengangkatan khalifah adalah wajib.
Menuntut jabatan khilafah tidaklah dibenci makruh). Para sahabat yang bersidang di kediaman bani Saqif juga saling tarik-menarik dalam memperebutkan jabatan khilafah. Tim formatur bentukan Khalifah Umar ra. juga saling tarik-menarik mendapatkan kekhilafahan. Secara mutlak tidak satupun dari para sahabat yang menentang hal itu. Bahkan, sejak awal, kesepakatan para sahabat yang menerima perebuatan jabatan khilafah ini telah mengental.
Kewajiban mengangkat khalifah bagi kaum muslimin tidak boleh lebih dari satu khalifah. Dalilnya adalah sabda Rasul: "Jika dua khalifah dibaiat, maka bunuh salah satunya." Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri. Ada juga hadits Rasul yang lain: "Barangsiapa membaiat seorang imam, lalu dia memberinya satu tepukan tangan dan buah hatinya, maka taatilah khalifah itu jika dia mampu (semampunya). Jika datang khalifah lain yang hendak mencabutnya, maka penggallah leher khalifah yang lain itu." Dalam riwayat lain berbunyi: "Maka penggallah dia dengan pedang di manapun dia adanya." Perintah membunuh khalifah tandingan harus dilaksanakan jika khalifah itu tidak bisa dicegah kecuali dengan dibunuh. Jika beberapa orang yang memiliki kapasitas sebagai khalifah berkumpul, maka khalifah yang didukung adalah yang paling banyak memperoleh baiat. Sedangkan yang menentang baiat (suara) mayoritas adalah pembangkang (pendosa). Ini jika mereka bersepakat dalam pengadaan khalifah, tidak dalam perjanjian atas penguasaan wilayah untuk masing-masing calon khalifah. Namun, jika perjanjian penguasaan atas wilayah bagi satu orang yang telah memenuhi syarat-syarat khilafah, kemudian mayoritas umat membaiat khalifah (calon) lain, maka yang pertama (yang telah memenuhi syarat-syarat khalifah) adalah khalifah, sedangkan yang kedua (mendapatkan dukungan baiat terbanyak) wajib ditolak. Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam diri seorang khalifah adalah: Islam, laki-laki, balig, berakal, adil, mampu, dan merdeka (bukan budak). Artinya, seorang khalifah harus laki-laki, muslim, balig, berakal, adil, merdeka, dan mampu. Adapun tentang syarat Islam, dalilnya adalah: "Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang mukmin" (QS. An-Nisaa': 141). Sedangkan syarat laki-laki adalah sabda Rasulullah: "Kaum tidak akan jaya [jika] mereka menyerahkan [pengaturan] urusan [pemerintahan] kepada wanita." Adapun syarat balig dan berakal adalah sabda Rasul: "Pena diangkat dari tiga orang: dari orang yang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga bermimpi, dan dari orang gila hingga berakal." Barangsiapa yang pena diangkat darinya, maka dia bukan orang mukallaf (dibebani hukum) secara syara'. Dia tidak sah menjadi khalifah atau jabatan-jabatan lainnya yang menyangkut pemerintahan karena dia tidak memiliki hak mengatur.
Adapun syarat adil adalah syarat yang sudah lazim dan pasti. Syarat ini untuk mengikatkan dan mengentalkan khalifah juga untuk melangsungkan kelangsungan khalifah. Karena dalam kesaksian, Allah mengharuskan saksi memiliki keadilan. Allah berfirman: "Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antaramu" (QS. Ath-Thalaq: 2). Maka, barangsiapa yang memiliki wewenang lebih agung daripada saksi dan dia adalah khalifah, maka dia jauh lebih diwajibkan menjadi orang yang adil.
Adapun syarat khalifah harus orang yang merdeka adalah karena budak dikuasai oleh tuannya. Budak tidak memiliki kemampuan atau wewenang menjalankan peran dengan dirinya sendiri. Lebih jauh, dia tidak memiliki kuasa mengatur orang lain.
Sedangkan syarat kuasa, maka orang yang tidak mampu melaksanakan beban (kewajiban), sudah barang tentu beban apapun yang diberikan kepadanya akan sia-sia dan dia akan berlaku sewenang-wenang terhadap hukum-hukum dan menyia-nyiakan hak-hak. Islam tidak membolehkan demikian.
Ini adalah syarat-syarat khalifah yang baku. Adapun syarat-syarat lain yang disebutkan para ulama fiqih, seperti berani, berilmu, dari suku Quraisy atau dari keluarga Fathimah, dan syarat-syarat lain yang sejenis, maka demikian itu bukan syarat-syarat yang mengikat khilafah. Tidak ada dalil apapun yang mensahkan hal itu sebagai syarat yang mengikat khilafah dan mensahkan baiat. Karena itu, masalah tersebut tidak dikatagorikan sebagai syarat. Dengan demikian, setiap muslim laki-laki yang balig, berakal, adil, merdeka, dan kuasa disahkan untuk dibaiat menjadi khalifah kaum muslimin. Tidak ada syarat lain di luar itu.
Atas dasar ini, maka mendirikan Negara Islam adalah wajib atas semua kaum muslimin. Ini ditetapkan berdasarkan Kitabullah, Sunnah Nabi, dan ijma' sahabat. Karena kaum muslimin tunduk pada pengaruh kafir di negara mereka yang menerapkan hukum-hukum kafir, maka negara mereka menjadi Daru Kufrun setelah menjadi Daru Islam. Artinya, yang menjadi panutan (kiblat) mereka tidak lagi Islam meski negara mereka adalah Negara Islam. Wajib atas mereka hidup di Daru Islam dan menjadikan Islam sebagai panutan atau kiblat. Mereka tidak mungkin mewujudkan hal ini kecuali dengan mendirikan Negara Islam. Kaum muslimin akan selalu berdosa hingga mereka berjuang untuk menegakkan Negara Islam, lalu membaiat seorang khalifah yang akan menerapkan Islam dan mengemban dakwahnya ke semua penjuru alam.

No comments: