Wednesday, April 18, 2007

PERATURAN HIDUP DALAM ISLAM

Pemaparan

Sering kita ungkapkan bahwa Islam senantiasa layak dan cocok di mana pun dan kapan pun, meski tanpa kita sadari maknanya secara mendalam. Ketika kita mengatakan Islam senantiasa layak di mana pun dan kapan pun, tidak diragukan lagi maksudnya adalah mengakui kelayakan Islam untuk mengatur manusia tanpa memperhatikan kapan dan di mana manusia itu hidup. Artinya, agama Islam mampu untuk mengatur seluruh urusan kehidupan manusia secara benar di mana pun dan kapan pun manusia berada.
Secara pasti, Islam adalah agama yang Allah Swt. turunkan kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian, apa yang membuatnya mampu untuk mengatur urusan kehidupan manusia?
Apabila kita perhatikan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw., kita akan dapati ajarannya meliputi pengaturan hubungan manusia dengan khaliknya, dengan dirinya, dan dengan sesama manusia. Hubungan manusia dengan khaliknya tercakup dalam perkara akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam perkara muamalah dan ‘uqubat (sanksi).
Pada diri manusia hanya ada ketiga hubungan di atas dan tidak ada hubungan keempat. Dengan ini, Islam mampu mengatur semua urusan kehidupan manusia. Islam bukan agama ketuhanan atau teologi, bahkan tidak ada kaitannya dengan otokrasi atau yang dinamakan dengan teokrasi (kediktatoran pemerintahan agama, pen.). Di dalam Islam tidak ada istilah rijaaluddiin (ahli agama) ataupun ahli politik. Setiap orang yang memeluk Islam disebut sebagai kaum Muslim, semuanya sama di hadapan Islam. Jadi, di dalam Islam tidak ada istlah rohaniwan ataupun teknokrat.
Apakah ini berarti di dalam Islam tidak diakui adanya roh dan aspek kerohanian?
Tidak demikian. Penjelasan di atas tidak ada kaitannya dengan roh dan aspek kerohanian dalam pengertian pengkhususan hidup dengan ibadah dan berpaling dari kehidupan dunia yang lain. Di sisi lain, Islam memandang aspek kerohanian senantiasa ada pada segala sesuatu yang ada di alam ini, yaitu mencakup manusia, alam semesta, dan kehidupan. Semuanya adalah makhluk bagi Allah Swt., hubungan antara kholik dan makhluk ini merupakan aspek kerohanian yang ada pada semua makhluk.
Tidak ada manusia, hewan, benda mati, gas atau benda cair, atau benda lainnya yang tidak mempunyai aspek rohani karena semuanya adalah makhluk Allah Swt. Inilah Akidah Islam. Adapun roh yang ada pada makhluk hidup dengan roh yang ada pada aktivitas atau perbuatan adalah hal yang berbeda dengan aspek kerohanian. Memahami aspek rohani, artinya memahami bahwa segala sesuatu adalah makhluk dari Sang Pencipta. Lalu, sebagai konsekuensinya, pengaturan terhadap segala sesuatu itu berjalan sesuai dengan perintah dan larangan sang Pencipta. Demikian pula semua perbuatan yang berasal dari makhluk harus diatur dan terikat dengan pengaturan Pencipta.
Demikianlah, dengan berpikir cemerlang mengenai alam semesta sebagai makhluk Allah Swt., maka hubungan ini merupakan aspek rohani yang ada pada alam semesta. Kesadaran manusia terhadap hubungan ini, itulah roh. Roh tersebut tidak tampak pada manusia, kecuali pada saat manusia melakukan perbuatan yang dilakukan sesuai dengan perintah dan larangan Allah Swt. Apabila perbuatannya tidak diatur dengan perintah dan larangan Allah, maka dia tetap menjadi materi yang hampa dari roh. Kemudian, apabila perbuatannya diatur dengan perintah dan larangan Allah, saat itulah materi dan roh telah berpadu.
Dari sini, jelas pula perbedaan di antara orang Muslim dan kafir. Seorang Muslim memadukan roh dalam perbuatannya, selama dia menjalankan perbuatannya dengan standar halal dan haram. Adapun perbuatan orang kafir selamanya tetap materi tanpa ada roh di dalamnya karena dia menjalankannya berdasarkan asas manfaat, bukan berdasar halal dan haram, sekalipun orang kafir tersebut melakukan perbuatannya sesuai dengan hukum Islam. Hal ini karena dia tidak mengimaninya sebagai aturan Tuhan yang wajib diikuti.
Inilah pandangan Islam yang cemerlang dalam melihat segala sesuatu yang ada di alam ini. Apakah agama-agama selain Islam, juga punya pandangan yang sama?
Sebagian agama memandang bahwa alam terdiri dari dua bagian, yang dapat diindra dan yang abstrak (gaib). Pada diri manusia terdapat ketinggian aspek rohani dan kecenderungan terhadap jasmani. Demikian pula di dalam kehidupan, terdapat aspek materi dan aspek rohani. Aspek rohani selalu bertentangan dengan aspek materi, keduanya tidak akan pernah bertemu, jadi materi dan roh selalu terpisah. Akibatnya, orang yang menginginkan akhirat dengan segala kenikmatannya, harus memperkuat aspek rohani. Adapun orang yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, harus memperkuat aspek materi.
Dari sinilah, muncul dalam agama Masehi dua kekuasaan, yaitu kekuasaan spiritual dan kekuasaan politik, yang terkenal dengan semboyan, “Berilah apa yang menjadi milik Kaisar untuk Kaisar dan apa yang menjadi milik Allah untuk Allah”. Sementara itu, yang menguasai kekuasaan spiritual adalah para pendeta dan gerejawan, yang selalu berusaha mengambil alih kekuasaan politik agar berada di tangannya. Maksudnya, agar mereka dapat memperkuat kekuasaan spiritual atas kekuasaan politik dalam kehidupan. Akibatnya, muncul pertentangan antara kekuasaan spiritual dengan kekuasaan politik. Pada akhirnya, disepakati bahwa para gerejawan diberi hak otonom dalam kekuasaan spiritual dan tidak boleh mencampuri kekuasaan politik. Agama telah dipisahkan dari kehidupan karena bersifat teokratis.
Pemisahan agama dari kehidupan inilah yang menjadi akidah mabda Kapitalisme, sekaligus menjadi asas hadharah Barat. Ini pula yang menjadi tuntunan berpikir (qiyadah fikriyah) yang dipropagandakan Imperialis Barat ke seluruh dunia, serta selalu mereka propagandakan dan jadikan tonggak kebudayaannya. Dengan asas itu, mereka berusaha mengoncangkan akidah kaum Muslim terhadap Islam. Mereka menyamakan Islam dengan agama Nasrani sehingga haruslah agama dipisahkan dari kehidupan, dari negara dan juga politik. Hal ini membuat kaum Muslim terjatuh dalam cengkeraman propaganda mereka. Para Imperialis ini bersama-sama kaum Muslim menentang Islam dan pemeluknya sendiri. Bagaimana Islam melihat semua ini?
Islam menganggap bahwa segala sesuatu yang diserap oleh indra adalah materi. Sementara itu, aspek rohani adalah keberadaan materi sebagai makhluk. Lalu, roh adalah kesadaran manusia akan hubungannya dengan Allah Swt. Tidak ada sesuatu yang terpisah antara aspek rohani dengan materi. Tidak ada dalam diri manusia, pengintensifan rohani dan pelalaian jasmani. Adapun yang ada pada diri manusia adalah kebutuhan jasmani dan naluri yang harus dipenuhi.
Di antara naluri tersebut, terdapat naluri beragama, yaitu kebutuhan terhadap Sang Pencipta dan Pengatur, yang muncul dari kelemahan manusia secara alami dan proses kejadiannya. Pemenuhan naluri-naluri tersebut tidak disebut sebagai aspek rohani ataupun aspek materi, tetapi sekadar pemenuhan. Namun, apabila kebutuhan jasmani dan naluri itu dipenuhi menurut aturan Allah Swt. dan disertai dengan kesadaran akan hubungannya dengan Allah, berarti dia telah sejalan dengan roh. Akan tetapi, jika kebutuhan jasmani dan naluri dipenuhi tanpa aturan atau dengan aturan yang bukan berasal dari Allah Swt., maka hal itu hanya pemenuhan semata tanpa ada kaitannya dengan roh.
Demikian pula halnya dengan naluri melestarikan jenis (naluri seksual), apabila dipenuhi melalui cara pernikahan yang berasal dari Allah dan sesuai dengan hukum Islam, maka pemenuhan naluri tersebut berjalan dengan adanya roh. Namun, jika tidak dipenuhi dengan cara demikian, maka hal itu hanya aktivitas semata tanpa ada roh di dalamnya. Demikian pula yang terjadi dengan naluri eksistensi (mempertahankan diri) dan cara pemenuhannya.
Ini yang berlaku pada naluri dan kebutuhan jasmani pada manusia. Adapun kaitannya dengan perbuatan manusia, serta interaksinya dengan sesama manusia dan benda lain adalah sebagai berikut, adakalanya manusia melakukan perbuatannya disertai roh ketika dia mengaturnya dengan hukum Islam, atau tetap menjadi materi ketika ia berbuat sesuatu tidak dengan hukum Islam. Pada dasarnya perbuatan itu adalah materi, namun ketika manusia melakukannya sesuai dengan hukum Islam, maka dia telah menggabungkan materi dengan roh. Jika tidak, maka perbuatan itu tetap menjadi materi. Membunuh misalnya, itu bisa mengandung roh pada saat terjadi jihad atau pelaksanaan qisas. Perbuatan membunuh ini bisa jadi tindakan kriminal ketika tidak dalam kondisi jihad atau bukan pelaksanaan qisas tadi.
Jadi, kesimpulannya adalah, dilarang untuk memisahkan materi dari roh, serta memisahkan kehidupan dari agama, atau memisahkan agama dari negara dan politik. Sebagaimana juga tidak benar, apabila ada dua macam kekuasaan pada umat dan memisahkan di antara keduanya. Segala sesuatu yang menunjukkan hal tersebut, seperti berdirinya yayasan-yayasan kerohanian, harus segera dicabut. Dengan demikian, kekuasaan tetap satu, yaitu kekuasaan Islam yang bertanggung jawab mengurusi kepentingan kaum Muslim.
Islam adalah akidah dan aturan. Adapun akidah adalah keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para Rasul-Nya, Hari Akhir, serta Qadha dan Qadar. Akidah ini dibangun di atas sesuatu yang dipahami oleh akal. Misalnya, iman kepada Allah, kenabian Muhammad, dan kepada al-Quran. Adapun iman pada Hari Kiamat, Malaikat, serta pada Surga dan Neraka dibangun di atas ketundukan pada sesuatu yang telah diimani secara rasional, yaitu al-Quran al-Karim atau Sunah Mutawatir.
Adapun mengenai aturan yang meliputi tata cara pengaturan seluruh urusan kehidupan manusia yang datang dalam bentuk global dan makna-makna umum, maka diberikan kesempatan kepada para mujtahid untuk menggali dalil-dalil terperinci saat mengimplementasikan makna umum tersebut. Dengan demikian, Islam menjadi satu-satunya metode dalam memecahkan problem kehidupan. Penggalian hukum ini dilakukan dengan cara berikut, pertama-tama pahami satu masalah yang terjadi, kemudian pelajari nas-nas syara’ yang berkaitan dengan masalah tersebut, setelah itu digali hukum syara’ dari nas-nas tersebut.
Hal mendasar ketika melihat satu persoalan, adalah menganggap bahwa persoalan tersebut merupakan persoalan seluruh manusia. Yaitu, masalah yang membutuhkan hukum syara’ sebagai solusinya, baik persoalan ekonomi, sosial, politik maupun yang lainnya. Dengan demikian, pandangan Islam merupakan pandangan universal.

Diskusi

Tanya : Di mana seorang Muslim dapat menemukan roh dan aspek rohani pada benda, seperti air misalnya?
Jawab: Aspek rohani pada air adalah, air merupakan makhluk bagi Sang Pencipta, yaitu Allah S.wt dalam pandangan seorang Muslim. Ini merupakan bagian dari Akidah Islam yang umum bahwa segala sesuatu adalah makhluk bagi Allah Swt. Adapun roh dalam perbuatan seorang Muslim ketika memanfaatkan air adalah saat meminumnya sebagai ganti dari khamar dalam rangka ketaatan dia kepada Allah Swt.
Selain itu, ketika dia bersuci dari najis dengan air untuk mencari keridhaan Allah atau dia memelihara kebersihan air dan berhemat dalam pemakaiannya supaya bisa lebih dekat dengan Allah Swt. Perbuatan-perbuatan ini, yaitu saat seorang Muslim menggunakan air, dilakukan sesuai dengan perintah Allah dan juga larangan-Nya. Dengan demikian, dia telah memadukan materi dengan roh.
Tanya : Apakah roh dikhususkan pada perbuatan, sedangkan aspek rohani dikhususkan pada materi?
Jawab: Benar, karena adanya keterikatan langsung di dalamnya. Roh yang merupakan kesadaran terhadap hubungan makhluk dengan Pencipta merupakan amal perbuatan. Adapun aspek rohani adalah keberadaan hubungan ini dalam pandangan seorang Muslim. Adapun penggabungan materi dengan roh terdapat pada perbuatan itu sendiri ketika dilakukan sesuai dengan perintah Allah Swt.
Tanya: Apakah mungkin dikatakan bahwa pada segala sesuatu terdapat roh dan aspek rohani?
Jawab: Apabila yang dimaksud roh adalah rahasia kehidupan, itu hanya ada pada makhluk hidup saja. Akan tetapi, jika yang dimaksud dengan roh itu hubungan antara makhluk dengan Penciptanya, maka ini adalah aspek rohani yang ada pada benda itu. Jika dihubungkan dengan roh yang ada pada segala sesuatu, sesungguhnya tidak ada pada suatu zat, tetapi merupakan sifat yang ada pada manusia Muslim saja. Yaitu, ketika dia menyadari adanya hubungan sesuatu itu dengan Penciptanya. Karena itu, roh bukanlah berada di dalam suatu benda atau materi, melainkan berada di luarnya.
Tanya : Apakah roh dan aspek rohani hanya ada pada Muslim saja?
Jawab: Setiap manusia yang meyakini bahwa segala sesuatu itu makhluk bagi Allah, apakah dia seorang Muslim atau bukan, selama dia meyakini Allah sebagai Pencipta segala sesuatu dan tidak ada sekutu bagi-Nya, maka telah cukup bagi dia adanya roh. Yaitu, kesadaran akan adanya hubungan makhluk dengan penciptanya dan adanya aspek rohani dalam dirinya.
Tanya : Jika demikian, apa keistimewaan seorang Muslim dari yang lainnya?
Jawab: Keistimewaan Muslim dari yang lainnya adalah saat dia terikat dengan hukum-hukum Islam dalam setiap perbuatannya. Seorang Muslim melakukan itu semua berlandaskan pada perintah dan larangan Allah yang wajib ditaati untuk mengatur dan menjalankan perbuatannya. Hal itu bukan berlandaskan pada manfaat yang didapat dari adanya pengaturan Allah tersebut.
Tanya : Di mana letak penggabungan materi dan roh pada suatu pernikahan?
Jawab: Ketika pernikahan dilaksanakan berdasarkan hukum Islam, saat itulah terjadi penggabungan materi dengan roh. Pernikahan adalah satu perbuatan yang berupa materi. Pernikahan yang direalisasikan sesuai dengan hukum syara’, kemudian naluri berketurunan dapat terpenuhi--dan pemenuhan naluri ini juga materi--maka pemenuhan naluri yang dihubungkan dengan kesadaran manusia terhadap hubungannya dengan Sang Pencipta yang Maha Pengatur, itulah materi yang telah berpadu dengan roh.
Tanya: Di mana penggabungan materi dengan roh yang terjadi pada shalat?
Jawab: Pada dasarnya shalat adalah perbuatan, pemenuhan naluri beragama pada manusia, juga perbuatan. Perbuatan adalah materi. Pemenuhan kebutuhan naluri yang dibenarkan adalah pemenuhan yang sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya, dan ini adalah roh. Pelaksanaan shalat dalam rangka memenuhi naluri beragama yang disesuaikan dengan perintah Allah dan larangan-Nya, itulah penggabungan antara materi dengan roh.
Tanya: Bukankah hal ini tidak termasuk kekhususan bagi seorang Muslim dan orang yang shalat, tetapi bagi agama apa pun mungkin untuk memadukan materi dengan roh, bukankah demikian?
Jawab: Ya, benar. Namun, penggabungan roh yang terjadi pada orang kafir adalah penggabungan yang keliru karena didasarkan pada kesadaran yang juga keliru. Sekalipun aspeknya sama, yaitu kesadaran akan hubungan makhluk dengan Pencipta atau yang diduga sebagai Pencipta, tanpa ditentukan apakah Pencipta itu Pengatur atau bukan.
Tanya: Apakah pembunuhan merupakan perbuatan yang menggabungkan materi dengan roh, atau hanya perbuatan saja?
Jawab: Pembunuhan adalah perbuatan, dan terkategori sebagai materi. Saat pembunuhan dilakukan pada orang kafir dalam jihad, pembunuhan seperti itu mengikuti perintah Allah dan sebagai ketaatan kepada-Nya sehingga terjadi perpaduan antara materi dengan roh. Jika pembunuhan yang dilakukan tidak seperti itu, seperti membunuh untuk merampas harta atau demi reputasi, perbuatan itu hampa dari kesadaran akan hubungan dengan Allah sehingga tetap menjadi materi.
Tanya : Dengan cara bagaimana pemisahan dua kekuasaan, yaitu sekuler dengan spiritual harus dihilangkan dan diganti dengan satu kekuasaan, yaitu kekuasaan hukum syara’?
Jawab: Dengan menghilangkan mahkamah sipil dan mahkamah syara’, kemudian dilebur menjadi satu yaitu mahkamah syara’ saja, yang menerapkan hukum syara’.
Tanya : Apa maksud dari hanya ada satu kekuasaan dalam Islam?
Jawab: Maksudnya, hukum-hukum syara’ yang mengatur kehidupan kaum Muslim tidak digabungkan atau dipersekutukan dengan hukum-hukum lain di luar Islam.
Tanya : Apa maksud dari pemerintahan otokrasi atau teokrasi?
Jawab: Kata otokrasi bukan dari bahasa Arab dan mempunyai arti tirani agama, yaitu pemerintahan yang dikuasai oleh kaum rohaniwan seperti yang terjadi pada abad pertengahan. Mereka tidak menerima pendapat siapa pun dan tidak pernah bermusyawarah dengan orang lain, dengan alasan mereka memerintah atas nama agama dan sebagai wakil Tuhan. Tidak seorang pun dari masyarakat yang diperbolehkan untuk menentang atau menolak keputusan mereka.
Tanya : Apa maksud bahwa Islam bukan agama ketuhanan (teokrasi)?
Jawab: Hukum-hukum Islam tidak disandarkan kepada kaum rohaniwan, seperti dalam agama Masehi. Mereka menganggap dirinya sebagai wakil Tuhan di bumi sehingga tidak ada seorang pun yang punya hak untuk menolak keputusan mereka.
Tanya : Apa maksud bahwa Islam bukan agama kepasturan?
Jawab: Dalam penggalian hukum syara’ dari nas-nas syara’, dan penerapan hukum tersebut terhadap masalah-masalah baru yang terus berkembang, Islam tidak menyandarkannya kepada orang yang tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk berdiskusi dengannya atau kepada orang yang tidak suka menerima kritik orang lain, seperti halnya pendeta Nasrani.
Tanya: Bagaimana bisa pemikiran Kapitalisme membuat guncang pemikiran Islam?
Jawab: Orang Barat dengan akidah sekulernya--yang memisahkan agama dari kehidupan, negara, serta politik--telah melakukan analogi keliru yang digeneralisasi terhadap seluruh agama. Kemudian, kekeliruan ini disusupkan kepada kaum Muslim di saat pemahaman mereka terhadap Islam mulai lemah. Pada akhirnya, mereka setuju dengan pandangan Barat, serta dipisahkanlah agama dari kehidupan bernegara dan berpolitik.
Tanya : Bukankah pada diri manusia terdapat materi dan roh, serta apa yang disebut dengan ketinggian roh dan kecenderungan jasmani?
Jawab: Pada diri manusia terdapat roh yang bermakna rahasia hidup, tak seorang pun dapat mengetahui hakikatnya. Roh dalam pengertian rahasia hidup tidak berkaitan dengan tinggi rendahnya, tetapi dengan kehidupan dan kematian. Apabila roh ini ada di dalam tubuh manusia, maka manusia itu hidup. Apabila roh terpisah dari dirinya, manusia itu mati.
Adapun ketinggian roh pada manusia, berkaitan dengan naluri beragama. Setiap kali manusia menambah kekuatan hubungannya dengan Allah, misalnya dengan memperbanyak ibadah dan pendekatan lainnya, saat itu terlihat ketinggian aspek rohaninya. Jadi, kita menemukan ketinggian rohani itu terkait dengan naluri beragama yang terus menerus dipenuhi, seperti halnya hubungan pernikahan dengan naluri berketurunan.
Tanya : Apa kaitannya pemenuhan kebutuhan perut dengan ketinggian rohani?
Jawab: Perut merupakan salah satu anggota tubuh yang tuntutannya harus dipenuhi. Jika tidak, maka tubuh akan mengalami kehancuran. Naluri beragama sebagai salah satu potensi hidup, apabila tidak dipenuhi, akan menyebabkan kesengsaraan pada manusia, meskipun tidak sampai menimbulkan kehancuran, seperti halnya pada kebutuhan perut.
Rasa lapar beserta pemenuhannya terkait dengan kebutuhan jasmani dan naluri beserta pemenuhannya berhubungan dengan naluri. Tidak ada hubungan satu sama lain, namun keduanya sama-sama membutuhkan pemenuhan. Adapun pemenuhan membutuhkan pengaturan karena jika tidak diatur, manusia akan menghadapi kesulitan dan kehancuran.
Tanya : Bagaimana ada orang yang menganggap Pencipta sebagai Pencipta saja dan bukan Pengatur bagi makhluknya?
Jawab: Dari sisi keyakinan, orang tersebut dianggap kafir terhadap pengaturan dan syariat Pencipta kepada makhluk-Nya. Dari sisi penggabungan roh dengan materi, dia dianggap orang yang telah memisahkan agama dari kehidupan, negara, dan juga politik. Dia telah memisahkan materi dari roh karena menganggap Pencipta hanya menciptakan makhluk saja tanpa mengaturnya.
Tanya : Mengapa dalam membangun fondasi Akidah Islam, harus didasarkan pada penerimaan akal?
Jawab: Sikap menerima dan tunduk berkaitan dengan sumber-sumber hukum yang dapat memuaskan akal, yaitu al-Quran dan Hadis Mutawatir. Seluruh perkara gaib, seperti Surga, Neraka, Malaikat dan yang lainnya akan diterima oleh seorang Muslim, apabila tercantum dalam al-Quran dan Hadis Mutawatir karena keduanya telah dipastikan kebenarannya secara rasional. Oleh karena itu, sikap menerima dan ketundukan itu dikaitkan dengan akal.
Tanya: Mengapa hanya Hadis Mutawatir, dan bukan Hadis Nabi yang lain?
Jawab: Karena perkara akidah tidak diambil dan tidak bersumber dari praduga, tetapi dari keyakinan. Hadis Mutawatir adalah satu-satunya hadis yang tingkat kepastiannya bersifat mutlak. Karena itu, perkara keyakinan (akidah) harus diambil dari Hadis Mutawatir.
Tanya: Apakah semua makna yang ada dalam al-Quran dan Sunah bersifat umum?
Jawab: Tidak semuanya datang dengan makna yang umum, ada juga makna yang terperinci, seperti dalam masalah waris. Adapula di antaranya yang global, seperti dalam masalah jual beli. Kebanyakannya memang bermakna umum, tidak terkecuali dalam masalah hubungan antar-manusia yang terus berkembang. Adapun perkara tertentu, seperti waris dan ibadah amat jarang berbentuk makna umum, baik dalam al-Quran maupun Sunah secara bersamaan. Karena itu, kita mendapati Sunah memerinci makna umum yang terdapat dalam al-Quran.
Tanya: Apakah metode Islam dalam menggali solusi bagi masalah-masalah baru bersifat khas baginya dan tidak ditemukan pada mabda yang lain?
Jawab: Benar, metode penggalian hukum dalam Islam bersifat khas. Kapitalisme dan Sosialisme menggunakan banyak metode yang disesuaikan dengan pandangan hidup mereka, dan bisa jadi setiap negeri yang menganut setiap mabda ini menggunakan metode yang berbeda-beda.
Tanya: Apa maksudnya bahwa Islam dapat menyelesaikan persoalan kemanusiaan bagaimana pun jenisnya?
Jawab: Maksudnya, adalah Islam tidak pernah melihat jenis persoalan ketika menyelesaikannya. Akan tetapi, Islam memandang persoalan tersebut adalah persoalan manusia yang perlu diberikan jalan keluar. Artinya, Islam tidak memisahkan fakta dan jenis persoalan dengan manusia yang mengalami persoalan tersebut. Islam tidak menghadapi persoalan ekonomi tanpa memperhatikan sisi kemanusiaan. Begitu pula Islam tidak akan menyelesaikan persoalan sosial kemasyarakatan tanpa memperhatikan manusia yang mengalaminya. Islam membawa solusi persoalan yang begitu sempurna bagi kemanusiaan untuk mewujudkan ketenangan dan kebahagiaan manusia.



No comments: