Friday, April 27, 2007

INTERAKSI DAKWAH

Benturan kafir Quraisy dengan dakwah Islam merupakan sesuatu yang alami. Karena Rasulullah saw. membawa dakwah dan menampakkan kutlah yang bersama beliau mengemban dakwah secara dinamis dan mengundang tantangan. Di samping itu, esensi dakwah ini mengandung perlawanan terhadap kafir Quraisy dan masyarakat Makkah karena memang dakwah Rasul mengajak mengesakan Allah, menyembah Allah semata, meninggalkan penyembahan berhala-berhala, dan melepaskan diri dari semua sistem rusak yang mereka hidup di dalamnya.
Karena itu, dakwah Rasul berbenturan dengan kafir Quraisy secara total. Bagaimana mungkin Rasulullah saw. tidak berbenturan dengan kafir Quraisy, sementara beliau selalu membodohkan mimpi-mimpi mereka, merendahkan tuhan-tuhan mereka, menyebarkan cacat-cacat kehidupan mereka yang murah, dan mencela cara-cara kehidupan mereka yang sesat. Al-Qur'an pun turun pada Rasul yang sebagian isinya menyerang mereka dan mengatakan kepada mereka dengan lantang [yang artinya]: "Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan jahannam." (QS. al-Anbiya': 98). Kemudian Al-Qur'an menyerang praktek riba yang mereka hidup di atas prinsipnya. Serangannya sangat keras dan menghantam dari arah pondasinya. Dalam surat al-Ruum: 39, Allah menyatakan [yang artinya]: "Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah dari sisi Allah." Kepada orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan, Al-Qur'an mengancamnya dengan mengatakan [yang artinya]: "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS al-Muthaffifin: 1-3).
Karena itu, kafir Quraisy mengambil sikap menghadapi, menyerang, dan menganiaya Rasul dan para sahabatnya. Terkadang dengan siksaan, sesekali dengan pemboikotan, dan di lain waktu dengan berbagai propaganda yang menentang Rasul dan agamanya. Dalam kondisi demikian, tidak ada pilihan bagi Rasul kecuali terus menyerang mereka, melangsungkan perlawanan terhadap pemikiran-pemikiran yang salah, menghantam akidah-akidah yang rusak, dan berjuang di jalan penyebaran dakwah. Beliau menyerukan Islam dengan segala keterus-terangan, tidak dengan kiasan, tidak dengan isyarat, tidak dengan lemah lembut, tidak dengan merendah, tidak dengan belas kasihan, dan tidak dengan bermanis muka, meski apa yang didapatkan dari kafir Quraisy hanyalah penganiayaan dan kesulitan. Padahal ketika itu beliau seorang diri tanpa pembantu, tanpa penolong, tanpa orang-orang yang bersamanya, dan tanpa senjata. Beliau datang sebagai seorang musafir yang selalu menantang dan mengajak pada agama Allah dengan kekuatan iman. Tidak ada kelemahan apapun yang menyisip ke dalam dirinya dalam mengemban beban-beban dakwah. Beliau selau siap menanggung beban-beban yang berat demi dakwah. Karena itu semua, daya pengaruh Rasul sangat kuat dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang diletakkan oleh kafir Quraisy di hadapan beliau yang tujuannya untuk mengubah hubungan antara beliau dan manusia. Akan tetapi, Rasulullah mampu berhubungan dengan manusia dan menyampaikan dakwah kepada mereka. Maka orang-orang pun menerima agama Allah dan menjadikan kekuatan kebenaran di atas kebatilan, menjadikan cahaya Islam kian hari semakin menyebar di kalangan bangsa Arab. Maka banyak para penyembah berhala dan orang-orang nasrani memeluk Islam. Bahkan, para pemimpin Quraisy sering mendengarkan al-Qur'an dan hati mereka berdebar karenanya.
Al-Thufail bin 'Amru al-Dausiy datang ke Makkah. Dia adalah seorang laki-laki mulia yang ahli syair dan cerdas. Lalu kaum Quraisy meniupkan fitnah kepadanya agar berhati-hati pada Muhammad. Mereka mengisukan kepadanya bahwa ucapan Muhammad seperti sihir yang bisa memisahkan antara seseorang dengan keluarganya. Mereka juga menakut-nakuti Thufail dan kaumnya seperti apa yang menimpa orang-orang Makkah. Sikap yang terbaik bagi Thufail adalah tidak berbicara dengan Muhammad dan tidak mendengarkannya. Suatu hari Thufail pergi ke Ka'bah dan Rasulullah ada di sana. Tanpa sengaja Thufail mendengar sebagian sabda Rasul. Tiba-tiba dia merasakan bahwa itu adalah ucapan yang baik. Dia bersumpah dalam hatinya, "Demi Allah dan kematian ibuku, sesungguhnya aku seorang penyair yang cerdas yang tidak satu pun keindahan dan keburukan tersembunyi dariku! Lantas apa yang mencegahku untuk mendengarkan apa yang dikatakan laki-laki ini. Jika dia datang dengan kebaikan maka pasti saya menerimanya, dan jika dia datang dengan keburukan maka saya meninggalkannya." Kemudian Thufail mengikuti Rasul sampai ke rumahnya. Dia memaparkan persoalannya dan apa yang berkecamuk dalam dirinya pada Rasul, lalu beliau menjelaskan dan membacakan al-Qur'an kepadanya. Dan akhirnya Thufail masuk Islam, mempersaksikan kesaksian yang hak, dan kembali kepada kaumnya untuk mengajak mereka memeluk Islam.
Kemudian Thufail datang kepada Rasul di Makkah dengan dua puluh laki-laki Nasrani, setelah Thufail menyampaikan kabar tentang Rasul kepada mereka. Lalu mereka duduk di hadapan beliau, bertanya kepada beliau, dan mendengarkan beliau. Kemudian mereka memenuhi (ajakan beliau), beriman, dan membenarkan beliau. Hal itu menyebabkan kafir Quraisy marah hingga mereka mengumpat Thufail dan rombongannya dengan mengatakan, "Semoga Allah menggagalkan (menjatuhkan) kalian dari unta (rakbin). Di belakang kalian, seseorang dari para pemeluk agama kalian telah mengutus kalian, lalu kalian murtad dan mendatangi mereka (kaum Thufail dan teman-temannya) dengan kabar laki-laki itu. Di sisinya, majelis kalian tidak akan tenang hingga kalian meninggalkan agama kalian dan membenarkan laki-laki itu (Muhammad) dengan apa yang dikatakannya."
Ucapan orang-orang Quraisy ini tidak mampu memalingkan mereka dari tetap mengikuti Nabi, juga tidak mampu memurtadkan mereka dari Islam. Bahkan, iman mereka pada Allah semakin bertambah. Karena itu, perihal Nabi semakin tampak dan kerinduan mereka untuk mendengar Al-Qur'an semakin bertambah. Hingga orang Quraisy yang paling memusuhi Islam mulai bertanya pada diri mereka. "Benarkah bahwa dia (Muhammad) mengajak pada agama yang lurus? Benarkah pula bahwa apa yang dijanjikan dan diancamkan pada mereka adalah benar?"
Pertanyaan-pertanyaan ini membawa mereka berangkat sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan Al-Qur'an. Adalah Abu Sufyan bin Harb, Abu Jahal, 'Amru bin Hisyam, dan al-Akhnas bin Syariq keluar secara sembunyi-sembunyi di malam hari untuk mendengarkan Muhammad saw. di rumahnya. Masing-masing dari mereka mengambil tempat untuk mendengarkan apa yang dibaca Muhammad dan masing-masing di antara mereka saling tidak mengetahui tempatnya. Ketika itu Muhammad sedang salat dan membaca Al-Qur'an dengan tartil. Mereka mendengarkan ayat-ayat Allah. Hati dan jiwa mereka tertawan. Mereka terus mendengarkannya dengan diam hingga waktu fajar, lalu mereka berpisah kembali ke rumah mereka masing-masing. Namun, di tengah jalan, mereka saling berpapasan, kemudian saling mencela. Antara satu dengan lainnya saling mengumpat dan menghardik seraya berkata, "Janganlah kamu kembali lagi. Seandainya sebagian orang-orang bodoh pengikutmu mengetahui apa yang baru kamu lakukan, niscaya hal itu akan melemahkan urusanmu dan Muhammad pasti dapat mengalahkanmu!"
Ketika malam berikutnya tiba, masing-masing dari mereka kembali merasakan seperti apa yang telah mereka rasakan kemarin. Seakan-akan dua kaki mereka membawa mereka melangkah tanpa mampu dicegah. Mereka ingin memenuhi malam kedua seperti malam kemarin dan mendengarkan Muhammad saw. membaca Kitab Tuhannya. Namun, ketika hendak pulang di ujung waktu fajar, mereka kembali berpapasan dan saling mencela, dan akhirnya berjanji untuk tidak kembali di malam yang ketiga. Ketika mereka mengetahui apa yang terjadi pada diri mereka terhadap dakwah Muhammad, yaitu semangat yang melemah, maka mereka berjanji untuk tidak mengulangi seperti yang pernah dilakukan di malam-malam sebelumnya. Mereka pun mencabut niat untuk pergi mendengarkan Muhammad. Akan tetapi, apa yang mereka dengar di malam ketiga meninggalkan pengaruh sangat kuat yang membuat mereka saling bertanya-tanya tentang apa yang terjadi pada diri mereka dan bagaimana pendapat mereka tentang apa yang telah mereka dengar. Masing-masing dari mereka hatinya bergetar dan takut dirinya melemah, padahal dia adalah pemimpin kaumnya. Masing-masing dibayangi ketakutan bahwa kaumnya melemah, lalu mengikuti Muhammad saw.
Seperti demikianlah, dakwah berjalan di semua tempat meski di hadapannya berbagai halangan yang diletakkan kafir Quraisy terus menghadang. Demikian itu membuat kafir Quraisy semakin jahat. Ketakutan mereka terhadap penyebaran dakwah di antara kabilah-kabilah Arab setelah dakwah tersebar di Makkah sangat besar. Karena itu, mereka lebih meningkatkan penganiayaannya terhadap para sahabatnya dan menambah penyaniayaan pada Nabi. Banyak kejahatan mereka diarahkan kepada Nabi hingga beliau merasa sempit dan tidak mampu mengatasi perkara itu. Lalu beliau keluar ke Thaif mencari pertolongan dan perlindungan. Beliau mengharapkan keislaman mereka. Akan tetapi, mereka menjawabnya dengan jawaban yang sangat buruk. Mereka justru menggoda Nabi dengan anak-anak dan orang-orang bodoh mereka. Mereka mencaci, menghardik, dan melempari Nabi saw. dengan batu hingga telapak kaki beliau berdarah. Beliau lari dari mereka dan kembali hingga duduk di perkebunan anggur milik 'Utbah dan Syaibah, dua anak Rabi'ah. Di tempat itu beliau berpikir tentang dirinya dan dakwahnya. Beliau tidak bisa masuk ke Makkah kecuali dalam perlindungan salah seorang pemimpin Makkah yang musyrik. Beliau juga tidak bisa pergi ke Thaif setelah menghadapi penganiayaan. Beliau juga tidak mungkin tetap di kebun anggur tersebut karena perkebunan itu milik dua laki-laki musyrik. Kesedihan yang dirundung kegundahan yang teramat sangat membayangi Nabi. Laki-laki agung itu mengangkat kepalanya ke langit dan mengadu pada Allah atas keadaannya yang sangat tersiksa. Beliau berusaha membesarkan kepercayaannya pada Allah dan mencari ridha-Nya dengan berdoa, "Ya Allah, hanya kepada-Mu aku mengadukan lemahnya kekuatanku dan sedikitnya upayaku dan tidak berdayanya aku menghadapi manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara hamba-hamba yang pengasih, Engkau adalah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhanku. Kepada Dzat Yang membebaniku, kepada kejauhan yang menerimaku dengan muka masam, ataukah kepada musuh, Engkau menguasakan perkaraku? Jika saja kemurkaan-Mu tidak menimpaku, tentu aku tidak peduli. Akan tetapi, ampunan-Mu lebih luas untukku daripada kemurkaan-Mu yang akan Engkau timpakan kepadaku atau Engkau dudukkan aku dalam kemurkaan-Mu. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang Engkau hapus kegelapan-kegelapan dengan terbitnya dan urusan dunia dan akhirat Engkau selaraskan dengan baik di atasnya. Hanya untuk-Mu segala kerelaan hingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali bersama-Mu."
Kemudian beliau kembali ke Makkah dalam penjagaan Muth'im bin 'Adiy. Kafir Quraisy mengetahui apa yang terjadi pada diri Muhammad di Thaif. Karena itu, mereka menambah penganiayaan kepadanya dan mengeraskan kesulitan kepadanya. Mereka mencegah manusia untuk mendengarkannya. Demikian itu tidak mengalihkan Nabi saw. dari dakwah pada agama Allah. Beliau memperlihatkan dirinya dalam musim-musim keramaian (bulan-bulan yang dimuliakan bangsa Arab yang dijadikan bulan perayaan, yaitu sebanyak 4 bulan) kepada kabilah-kabilah Arab dengan mengajak mereka masuk Islam dan mengabarkan pada mereka bahwa dirinya adalah Nabi yang diutus. Kemudian beliau meminta mereka untuk membenarkannya. Hanya saja pamannya, 'Abd al-'Uzza bin 'Abd al-Muththallib Abu Lahab, tidak pernah membiarkannya. Bahkan, dia selalu mengikutinya ke manapun Nabi saw. pergi. Dia juga mengajak orang-orang secara agitasi untuk tidak mendengarkan Nabi. Demikian itu berpengaruh pada mereka dan mereka berpaling dari mendengarnya. Maka dari itu, Rasulullah saw. mendatangi kabilah-kabilah di rumah-rumah mereka. Beliau mendatangi bani Hanifah dan bani 'Amir bin Sha'sha'ah. Namun, tidak seorang pun dari mereka yang mendengarkannya, bahkan mereka semua menolak beliau dengan penolakan yang tidak simpatik. Bani Hanifah menolak beliau dengan penolakan yang buruk. Adapun bani 'Amir, mereka sangat berambisi untuk memiliki perkara (kepemimpinan Arab) setelah Nabi ketika beliau berhasil mengalahkan mereka. Ketika Nabi berkata pada mereka bahwa sesungguhnya semua perkara kembali kepada Allah Yang Dia meletakkannya menurut kehendak-Nya, maka mereka memalingkan muka dari Nabi dan menolak beliau sebagaimana penolakan kaum yang lain.
Seperti demikianlah Makkah berpaling dari Islam dan penduduk Tha'if berpaling dari Nabi serta kabilah-kabilah Arab menolak dakwah Rasul. Kabilah-kabilah yang datang berhaji ke Makkah melihat apa yang menjadikan Nabi beruzlah dan apa yang menyebabkan orang-orang Quraisy mengepungnya dengan permusuhan. Kabilah-kabilah itu menjadikan setiap penolong Nabi sebagai musuhnya. Dan pertolongannya menjadi permusuhannya. Oleh sebab itu, mereka semakin berpaling dari beliau, dan demikian itu semakin menambah Nabi untuk beruzlah dari manusia. Maka dakwah di Makkah dan sekitarnya menjadi sulit. Masyarakat Makkah yang tampak dalam kekerasan kekufuran dan penentangan yang kejam menjadikan cita-cita dalam dakwah melemah.

No comments: