Khilafah bukan sekedar sistem pemerintahan Islam, melainkan merupakan kekuatan penjaga akidah. Khilafah juga pengokoh kesatuan umat, pencegah separatisme, penjaga sumberdaya alam dari keserakahan kapitalis negara besar, pemelihara jiwa dan darah manusia dari imperialis yang haus darah. Khilafah adalah penerap syariah yang membebaskan manusia dari kegelapan, sekaligus penebar rahmat pada seluruh bangsa manusia. Namun, negara-negara kapitalis pimpinan Amerika Serikat (AS) tidak akan rela kezhalimannya dihentikan. Mereka pun melakukan propaganda terhadap Islam dan Khilafah sebagai kekuatannya.

Di Indonesia, gagasan Khilafah banyak pihak yang pro, disamping pihak yang kontra. ”Kini saatnya Khilafah memberi solusi atas krisis spiritual, ideologi, politik, dan ekonomi global. Khilafah adalah solusi dalam melawan neoliberalisme yang saat ini menguasai dunia,” ujar KH. Amrullah Ahmad, Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah Sarikat Islam/Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (12/08/2007).

Anggota Komisi I (Komisi Pertahanan dan Luar Negeri) DPR RI dari FPAN Dedy Djamaluddin Malik membenarkan, gagasan khilafah memang sulit diterapkan di Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 (Antara, 14/8/2007). Diantara yang kontra juga adalah Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi. ”Di mana-mana, konsep Khilafah Islamiyah ditolak, bahkan dilarang, karena dianggap merongrong sistem negara,” kata Cak Hasyim, panggilan akrab KH Hasyim Muzadi (HM). “Sampai kini belum ada satupun negara di Timur Tengah yang menerima konsep itu, tidak ada yang berdasar Khilafah Islamiah,” paparnya (GP-Ansor.org dan Surya, 14/08/2007). Sayangnya, bukan sekedar gagasan, organisasinya pun ’diserang’. Majalah Sabili bahkan pernah memuat ungkapan HM bahwa ada gerakan, diantaranya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), merebut masjid-masjid NU. Tentu saja, hal itu dibantah mentah-mentah oleh Jurubicara HTI, M. Ismail Yusanto.

Penentangan terhadap gagasan Khilafah bukanlah hal baru. Bahkan, tingkatannya pun internasional. Dalam pidatonya di acara peringatan 50 tahun Islamic Center Washington, Bush mengatakan, prinsip-prinsip kebebasan beragama makin berkembang ke seluruh dunia, namun bersamaan dengan itu, muncul kelompok-kelompok “ekstrimis” di Timur Tengah. Kelompok “ekstrimis” inilah yang menurut Bush musuh umat Islam yang sebenarnya. Untuk itu, sambung Bush, para pemuka umat Islam harus lebih didorong agar lebih bersuara keras mengecam kelompok-kelompok radikal yang menyusup ke masjid-masjid, serta mengecam organisasi-organisasi yang mengatasnamakan Islam, mendukung dan membiayai aksi-aksi kekerasan. (Eramuslim.com, 28 Juni 2007).

Terkait masalah ini, Presiden AS George W. Bush berkata: “They hope to establish a violent political utopia across the Middle East, which they call caliphate, where all would be ruled according to their hateful ideology. This caliphate would be a totalitarian Islamic empire encompassing all current and former Muslim lands, stretching from Europe to North Africa, the Middle East and Southeast Asia. America and our coalition partners have made our choice. We’re taking the words of the enemy seriously. We’re on the offensive. We will not rest. We will not retreat. And we will not withdraw from the fight until this threat to civilization has been removed. We’re taking the side of democratic leaders and moderates and reformers across the Middle East. We strongly support the voices of tolerance and moderation in the Muslim world” [Mereka berharap membangun suatu (kekuatan) politik kekerasan utopis di sepanjang Timur Tengah, yang mereka sebut Khilafah, dimana semua warga akan diatur berdasarkan ideologi kebencian mereka. Khilafah ini akan menjadi sebuah adikuasa Islam totalitarian yang meliputi semua negeri Muslim yang sekarang dan dulu, membentang dari Eropa ke Afrika Utara, Timur Tengah hingga Asia Tenggara. Amerika dan kolega koalisi kita telah menentukan pilihan. Kita menjadikan kata-kata musuh secara serius. Kita bergerak ofensif. Kita tidak akan istirahat. Kita tidak akan mundur. Dan kita tidak akan bergeming dari perlawanan hingga serangan terhadap peradaban ini telah dimusnahkan. Kita berdampingan dengan para pemimpin dan tokoh reformasi demokrasi di seluruh Timur Tengah. Kita dengan kuat menyokong seruan toleransi dan moderasi di dunia Islam] (Source: CQ Transcriptions © 2006, Congressional Quarterly Inc., 5 September 2006, All Rights Reserved).

Dalam pesan mingguan bagi rakyat AS dalam radio pada 9 September 2006, Presiden AS George W. Bush menyampaikan hal serupa. Bush menyatakan bahwa kaum Muslim berharap akan “establish a totalitarian Islamic empire across the Middle East, which they call a Caliphate, where all would be ruled according to their hateful ideology” (membangun suatu adikuasa Islam totaliter di sepanjang Timur Tengah, yang mereka sebut Khilafah, dimana semua warga akan diatur berdasarkan ideologi kebencian mereka). Lebih jauh, Bush menyatakan, ”America still faces determined enemies. And in the long run, defeating these enemies requires more than improved security at home and military action abroad. We must also offer a hopeful alternative to the terrorists’ hateful ideology. So America is taking the side of democratic leaders and reformers and supporting the voices of tolerance and moderation across the Middle East. By advancing freedom and democracy as the great alternative to repression and radicalism, and by supporting young democracies like Iraq, we are helping to bring a brighter future to this region — and that will make America and the world more secure”. [Amerika masih menghadapi musuh-musuh yang tentu. Dalam jangka panjang, menghadapi musuh-musuh ini memerlukan lebih dari sekedar penjagaan keamanan dalam negeri dan aksi militer di luar negeri. Kita juga harus menebarkan suatu alternatif penuh harapan bagi ideologi kebencian kaum teroris. Jadi, Amerika berdampingan dengan para pemimpin dan tokoh reformasi demokrasi, serta menyokong seruan tolerance dan moderasi di Timur Tengah. Dengan mengembangkan kebebasan dan demokrasi sebagai alternatif luar biasa bagi radikalisme, dan dengan menyokong demokrasi muda seperti Irak, maka kita sedang berupaya mendatangkan masa depan lebih cerah ke kawasan ini – dan itu akan membuat Amerika dan dunia lebih aman] (Distributed by the Bureau of International Information Programs, U.S. Department of State. Web site: http://usinfo.state.gov, 09 September 2006).

Berdasarkan hal di atas, dapat dipahami beberapa langkah yang ditempuh AS, antara lain:

  1. AS menuduh kelompok Islam yang melawan peradaban kapitalisme yang menjajah dan menzhalimi umat Islam khususnya dan negara-negara dunia ketiga umumnya sebagai kelompok ekstrimis. Amerika mendorong agar kaum Muslim, khususnya penguasa dan tokoh masyarakat, untuk memusuhi kelompok-kelompok tersebut. Bahkan, Bush menegaskan bahwa musuh umat Islam adalah kelompok-kelompok Islam yang melawan penjajahan peradaban Barat, musuh itu bukan AS.
  2. AS mendudukkan bahwa Islam yang dikatakan ekstrim itu berasal dari Timur Tengah, bukan dari yang lain. Dari sini, Bush hendak mengatakan bahwa Islam tersebut harus ditolak karena bukan lahir dari lokal. Karenanya, dalam konteks Indonesia, yang tidak ’indonesiawi’, termasuk Khilafah, harus ditolak. Padahal, walisongo yang menyebarkan Islam di sini mayoritas adalah utusan Khilafah (lihat, Jejak Syariah dan Khilafah di Indonesia, hal. 12-15).
  3. AS mendorong para pemuka umat Islam agar lebih bersuara keras mengecam kelompok-kelompok radikal yang menyusup ke masjid-masjid, serta mengecam organisasi-organisasi yang mengatasnamakan Islam, mendukung dan membiayai aksi-aksi kekerasan. Dari sini dapat dimengerti bila kelak muncul pencekalan penggunaan masjid bagi organisasi Islam tertentu, tudingan tanpa dasar terkait rebutan masjid, dan suara lantang kecaman terhadap kelompok-kelompok Islam yang dianggap membahayakan kepentingan kapitalisme yang diusung AS.
  4. AS mempropagandakan Khilafah secara tidak berdasar, seperti tudingan penerapan Islam berdasar atas ideologi kebencian (padahal perlawanan terhadap penjajahan dan ketidakadilan) dan totaliter (padahal perlawanan terhadap kebiadaban dan hegemoni). Pihak yang tidak cermat, akan termakan oleh propaganda tersebut. Karenanya, umat Islam sejatinya berdialog tentang hakikat Khilafah, bukan menari diatas genderang AS.
  5. AS menggandeng tangan para penguasa untuk mencegah kembalinya Khilafah. AS mencapnya sebagai serangan terhadap peradaban kapitalisme. Padahal, Khilafah adalah perlawanan terhadap perilaku penjajahan dan kezhaliman kapitalisme pimpinan AS, lalu mewujudkan peradaban manusia yang modern dan beradab. Tidaklah mengherankan, bila para penguasa dunia Islam saat ini belum dapat menerima Khilafah sebagai solusi yang digali dari al-Quran dan as-Sunnah maka penyebabnya bukanlah ketidaksesuaian Khilafah bagi dunia Islam melainkan kuatnya tekanan AS terhadap mereka. Dan mereka pun terpedaya.

Melihat hal-hal di atas nampak ada keselarasan antara apa yang menjadi kebijakan AS dengan suara-suara pihak yang tidak setuju dengan khilafah. Jadi, umat Islam jangan sampai terjebak pada kebijakan AS yang ingin melanggengkan hegemoninya di dunia. Yang penting sekarang adalah berdialog secara logis, intelektual dan syar’iy untuk menyelesaikan masalah Indonesia, khususnya, dan dunia pada umumnya. Marilah duduk bersama berbicara tentang Khilafah sebagai solusi! [LS-HTI].

18/8/2007
Lajnah Siyasiyah
Hizbut Tahrir Indonesia