Thursday, August 9, 2007

APA BEDANYA MU'TAZILAH DAN ISLAM LIBERAL? STUDI KASUS AL-QUR'AN

Ditulis oleh Administrator Diskusi sabtuan kali ini dipenuhi peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, dan profesional sehingga kapasitas tempat duduk dan makalah yang hanya tersedia untuk 40 orang penuh dan habis. Akhirnya peserta yang datang belakangan terpaksa harus memfotokopi makalah sendiri dan mencari tempat duduk tambahan. Diskusi sempat terganggu sebentar dengan padamnya infokus dan laptop pembicara, akibat terbakarnya kabel gulung yang tidak kuat menyalurkan daya listrik peralatan syuting dan lampunya. Penyutingan ini adalah inisiatif dari peserta yang berhalangan hadir sehingga mengutus krunya untuk mendokumentasikannya.

Diskusi dimulai kurang lebih jam 10.15, terlambat sekitar 15 menit, dan berakhir pada jam 12.30, terlambat 30 menit. Dalam diskusi tersebut, pembicara menyimpulkan beberapa poin sebagai berikut:

  1. Konsep makhluknya al-Qur'an yang dikemukakan Mu'tazilah berbeda dengan pandangan Islam liberal terhadap al-Qur'an. Dan oleh karena itu tidak seharusnya Islam liberal mengklaim bahwa pendapat mereka bersandar pada Mu'tazilah.
  2. Semua tokoh Mu'tazilah menyakini bahwa al-Qur'an kalamullah dan termasuk bagian dari sifat-Nya. Yang menjadi pembahasan Mu'tazilah adalah kedudukan al-Qur'an sebagai firman Allah itu bersifat muhdats.
  3. Mu'tazilah juga tidak menafikan adanya sifat-sifat Allah, tapi mereka nyatakan bahwa Sifat dan Dzat Allah adalah sama/satu (al-sifat 'ayn al-dzat).
  4. Konsep makhluknya al-Qur'an, tidak mengurangi sikap Mu'tazilah dalam mengagungkan al-Qur'an, apalagi mengingkarinya. Mereka juga tidak pernah mempermasalahkan kehendak Allah yang telah memilih bahasa Arab sebagai media wahyu. Dan tidak pernah menyatakan bahwa al-Qur'an adalah sebatas teks linguistik yang terpengaruh dengan budaya Arab pra Islam; seperti yg dilakukan islib.
  5. Mu'tazilah juga tidak pernah mempersalahkan khalifah Utsman yang telah berjasa mengumpulkan al-Qur'an dalam satu mushaf, apalagi menuduh bahwa usaha beliau ini atas dasar kepentingan politik, yaitu menegakkan hegemoni Arab-Quraisy; seperti yg sering dituduhkan islib pd beliau.
  6. Makhluknya al-Qur'an dalam pandangan Mu'tazilah tidak membuat mereka mengatakan bahwa al-Qur'an adalah produk budaya, teks manusiawi dan bagian dari fenomena sejarah, seperti tuduhan islib. Sebaliknya, dalam menghormati al-Qur'an Mu'tazilah mewariskan sebuah tafsir al-Qur'an (al-Kasysyaf) dengan pendekatan bahasa yang mumpuni. Sehingga banyak kalangan mufassir yang merujuk pada kitab tafsir ini, seperti al-Nasafi, Abu Su'ud, al-alusi, dsb.
  7. Dalam tafsir al-Kasysyaf yang dikarang al-Zamakhsyari tsb, pembicara hanya berkesempatan membahas dua isu; homoseksual dan hukum waris yang terdapat dalam kitab tsb, khususnya al-A'raf: 80-81; QS. Al-Naml: 54; dan QS. Al-'Ankabut: 29. Ayat-ayat tsb ditafsirkan al-Zamakhsyari dg sangat mendalam, dan sedikitpun tidak ada pernyataan yang mengarah pd halalnya homoseksual. Sebaliknya, beliau mensifati bahwa perbuatan itu sebagai tindak kejahatan yang melampaui batas akhir keburukan (al-sayyi'ah al-mutamadiyah fi l-qubhi) dan melanggar hikmah dan hukum Allah. Sedangkan dalam hukum waris, khususnya tafsir QS. Al-Nisa': 11, tidak terdapat sama sekali statemen Zamakhsyari yang mengarah pada penyamaan hak waris perempuan dan laki-laki, bahkan beliau menyatakan itu adalah ketentuan yang adil dan membawa maslahat.
  8. Disamping tidak pernah melakukan perombakan hukum syari'at dalam al-Qur'an, Mu'tazilah juga tidak merombak terminologi kunci dalam Islam, seperti makna iman, Islam dsb; dan memaknai dengan makna yang baru sesuai kepentingan penafsir. (dalam presentasinya, pemakalah memberi contoh praktis ttg bahayanya perombakan makna, yaitu mengganti makna "buncit" dg "tambun". Walaupun sama arti, tapi ini sangat berbahaya bila diucapkan oleh kenek bus, yg akhirnya akan menyesatkan para penumpang. Apalagi menyangkut agama yg hakekatnya berkaitan dg perjalanan dunia - akherat)
  9. Mu’tazilah sangat menyakini kebenaran Islam sbg wahyu yg final, sehingga mereka sering berdakwah mengajak kalangan majusi, zoroaster, kristen, yahudi, zindik dsb untuk memeluk agama Islam. Terhitung tdk kurang dari 3000 orang telah masuk Islam di tangan Abu Hudzail al-‘Allaf setelah melalui perdebatan dg mereka. Ini tentunya berbeda dg islib yg mengkampanyekan pluralisme agama, dan seringkali sinis bila mereka mendengar ada muallaf baru.
  10. Walau demikian, pendapat makhluknya al-Qur'an yang hanya bermain-main dalam dataran filosofis telah menyeret Mu'tazilah sebagai pelaku bid'ah-bid'ah keagamaan (ahlul bida') yang sangat dicela dalam Islam, sehingga golongan ahlussunah pun akhirnya harus berjibaku untuk meluruskan pandangan kaum muslimin tentang al-Qur'an, khususnya (yang telah mengakar karena pernah menjadi madzhab resmi daulah abbasiyah selama 62 tahun, yaitu pada masa al-Makmun, Mu'tasim dan Watsiq) dan pemahaman terhadap sifat Allah pada umumnya.
  11. kesimpulan terakhir bahwa Islam liberal adalah kalangan anti Qur’an. Jika merujuk dg ta’rif al-Qur’an yg tlh disepakati kaum muslimin.

Humas INSISTS

No comments: