Pemikiran seperti itu sumbernya golongan orientalis. Apa yang terjadi sekarang ini, ya itulah yang memang mereka (kaum Orientalis) kehendaki, ujar anggota Majlis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini. Berikut ini petikan wawancara Republika dengan dosen mata kuliah Islamic Worldview di Fakultas General Studies, International Islamic University Malaysia ini:
Anda menyebut kaum Orientalis berada di balik berbagai upaya peraguan Alquran?
Ya. Memang ada pemikir dari kalangan muslim sendiri yang sudah menolak keabsahan validitas, otentisitas, dan finalitas Alquran. Namun dalam tradisi kesarjanaan Muslim, tak ada istilah mempertanyakan seperti itu. Ini tradisi kesarjaan Barat yang mengkaji Alquran. Mereka menulis banyak karya dalam bentuk buku, artikel, dan karya ilmiah secara sistematik selama lebih dari 150 tahun. Isinya adalah membuat keraguan akan kebenaran Alquran.
Kalau dirunut lagi ke belakang, memang mereka akan selalu menolak kebenaran Alquran. Termasuk ketika Rasulullah menyampaikan wahyu Alquran. Karena kalau wahyu Alquran benar berarti idiologi mereka kalah. Itu sebabnya mereka selalu mendengung-dengungkan bahwa Alquran adalah buatan Muhammad SAW.
Jadi Anda menyebut semangat mereka mempelajari Alquran adalah dalam rangka memenangkan perang ideologi?
Semangatnya memang permusuhan idiologi. Bahkan terjemahan awal Alquran dalam berbagai bahasa tahun 1147 itu juga penuh dengan kekeliruan untuk memprovokasi. Saat Perang Salib sampai beberapa puluh tahun setelahnya, aroma pendiskriditan Alquran sangat kental.
Bagaimana kondisinya saat ini?
Sangat memprihatinkan. Kaum Orientalis sudah tidak menggunakan tangan dan pemikiran mereka kagi untuk mempengaruhi umat Islam. Mereka memanfaatkan pemikir-pemikir Islam. Maka muncul gagasan misalnya Edisi Kritis Alquran yang ditulis oleh seorang dosen pengajar Ulumul Quran. Juga beberapa bahan tulisan lainnya. Intinya, mereka menolak kebenaran Alquran dan ingin membuat Alquran versi baru. Ini sangat memprihatinkan, karena kalau Alquran diragukan, maka tidak ada lagi Islam. Umat Islam mau dibuat seperi Kristen, yang mempunyai banyak versi Bibel dan Bibel tandingan. Kini, bibit-bibit pemikiran yang selama ini mereka semai itu sudah mulai bersemi. Ada sekalangan akademisi yang menganggap Alquran ini sama seperti rumput, tidak ada sesuatu yang sakral. Jadi, ada kekacauan dan kebingungan pada level ilmiah.
Bahkan, mereka menyalahkan kaum Muslimin yang tidak setuju dengan pemikiran mereka. Justru kita yang dianggap bodoh karena tidak melihat fakta sejarah, kata mereka. Ada banyak sekali persoalan-persoalan dan itu bukan satu dua. Masalah ini menjadi serius karena latar belakang pendidikan mereka adalah keislaman, tapi mereka menghujat otentisitas Alquran.
Apakah ini bisa disebut kegagalan institusi Islam menurut Anda, karena pemikiran-pemikiran ini justru berkembang di perguruan tinggi Keislaman?
Itu sebuah masalah. Pendidikan tinggi di kita sekarang sudahdibajak oleh Barat. Dengan banyaknya pengiriman dosen ke Barat itu menunjukkan kita memang miskin secara intelektual. Itu satu tantangan. Jadi kita harus belajar Islam kepada orang kafir. Kenapa tidak seharusnya orang kafir belajar tentang Kristen dan Yahudi kepada orang Islam. Padahal mereka yang notabene adalah para dosen akan menjadi panutan mahasiswa dan tidak sedikit di antara mereka yang kemudian bahkan terpengaruh.
Bagaimana untuk mengantisipasi hal itu?
Untuk mengantisipasinya makanya sekarang perlu para pemikir Muslim untuk merespons tuduhan para Orientalis. Tradisi menulis di kalangan ilmuwan Muslim harus kembali dikembangkan. Perlu betul-betul mengkaji kembali apa yang telah ditinggalkan oleh para ulama kita. Karena kajian yang dilakukan selama ini sumbernya dari Orientalis. Mereka dibuat ragu terhadap Alquran. Grand design-nya memang seperti itu.
Apakah perlu di kalangan pesantren atau di sekolah ada penguatan kayakinan terhadap Alquran?
Ya. Sangat diperlukan untuk kita menegaskan kembali pemahaman kita, pengetahuan kita, peningkatan kualitas kita itu sangat diperlukan sekali, mengkaji kembali bagaimana sebenarnya persoalan itu sekaligus mengetahui bagaiman mereka menyerang Alquran. Jadi, bukan sekadar kita tahu tetapi juga kita tahu apa yang mereka lakukan. Karena mereka sudah melakukan itu sangat lama sekali dan terus-menerus. Sekarang pengaruhnya sudah sampai. Kalau dulu tidak sampai karena seiring perjalanan waktu mereka terus menyusun argumen dan bukti lainnya nah kadang-kadang pertahanan ini bisa jebol. Jadi, tidak mengherankan kalau kemudian ada orang bukan sekadar orang awam tapi orang yang dikatakan berpendidikan tinggi dan lain sebagainya justru terpengaruh. dam
Wawancara ini dimuat di Republika Online tanggal: 18 Mei 2007
No comments:
Post a Comment