Saturday, June 2, 2007

NASIONALISASI: BUKAN KEPEMILIKAN UMUM, DAN BUKAN KEPEMILIKAN NEGARA

Nasionalisasi merupakan penambalan-penambalan sistem Kapitalis, yaitu memindahkan hak milik individu (private propherty) menjadi hak milik negara (state propherty). Apabila negara melihat, bahwa di sana terdapat kemaslahatan umum yang mengharuskan untuk memiliki harta yang dimiliki secara pribadi. Negara tidak memaksakan nasionalisasi, namun negara memberikan pilihan. Apabila negara mau, maka bisa saja dia menasionalisasikan, namun apabila negara mau, bisa juga membiarkan harta tersebut tanpa dinasionalisasikan. Ini berbeda dengan hak milik umum (colective propherty), dan hak milik negara (state propherty), sebab hak milik tersebut mengikuti hukum-hukum Islam, yang ditentukan sesuai dengan tabiat harta dan sifatnya, tanpa melihat pandangan negara. Maka, tinggal melihat realitas harta tersebut. Apabila di dalam harta tersebut terdapat hak bagi seluruh kaum muslimin, maka harta tersebut menjadi milik negara yang wajib dimiliki oleh negara. Apabila di dalamnya tidak terdapat hak bagi seluruh kaum muslimin, maka harta tersebut menjadi milik individu, sehingga negara tidak boleh memilikinya. Apabila harta tersebut merupakan fasilitas umum, atau tambang-tambang, atau harta yang tabiatnya tidak bisa dimiliki secara pribadi, maka secara alami harta tersebut adalah hak milik umum, sehingga negara tidak bisa menetapkannya sebagai milik individu. Apabila harta tersebut tidak termasuk jenis hak milik umum, maka harta tersebut tetap menjadi milik individu, dan negara tidak boleh untuk menasionalisasikannya, maupun memilikinya dengan cara paksa dari pemiliknya, secara mutlak. Kecuali, kalau pemiliknya memang bersedia menjualnya kepada negara, sebagaimana dia menjual kepada siapapun, sehingga negara bisa membelinya sebagaimana harta tersebut bisa dibeli oleh orang-orang yang lain.
Oleh karena itu, negara tidak bisa memiliki hak milik individu dengan cara paksa, dengan alasan kemaslahatan umum, ketika kemaslahatan umum tersebut nampak, meskipun harganya dibayar oleh negara. Sebab, hak milik individu selalu dihormati dan dijaga, yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun, sampai oleh negara sekalipun. Pelanggaran terhadap hal-hal tersebut merupakan kedzaliman yang bisa dilaporkan oleh pihak yang didzalimi kepada mahkamah madzalim (PTUN) untuk mengangkat kedzalimannya, apabila kedzaliman tersebut dilakukan oleh seorang pejabat pemerintahan. Sebab, khalifah tidak berhak mencabut sesuatupun dari tangan seseorang, selain dengan cara yang haq yang ditetapkan secara benar. Begitu pula, negara tidak bisa menetapkan harta yang merupakan hak milik umum, atau hak milik negara, ke dalam kekuasaan seseorang dengan alasan kemaslahatan. Karena kemaslahatan dalam harta ini telah ditentukan oleh syara' ketika menjelaskan mana harta milik umum, mana hak milik negara dan mana hak milik individu.
Dengan demikian, nampaklah bahwa nasionalisasi tidak termasuk hak milik umum, juga bukan hak milik negara, bahkan nasionalisasi tersebut tidak termasuk hukum-hukum syara', melainkan penambalan-penambalan sistem Kapitalis.


No comments: