Monday, May 21, 2007

Strategi Dakwah Hizbut Tahrir


بسم الله الرحمن الرحيم

الحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَـالَمِيْنَ وَ الصَّلاَةُ و السَّلاَمُ على سَيّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَ إِمَـامِ الْمُتّقِيْنَ و عَلى آلِهِ و صَحْبِهِ وَ مَنْ دَعَا بِدَعْوَتِهِ و الْتَزَمَ بِطَرِيقَتِهِ وَ تَرَسَّمَ خُطَاهُ وَ جَعَلَ الْعَقِيْدَةَ أَسـَاسـًا لِفِكْرَتِهِ والأَحْكَامَ الشَرْعِيَّةَ مِقْيَاسًا لأَعْمَالِهِ وَ مَصْدَرًا لأَحْكَامِهِ ، و بَعْدُ
Segala puji syukur kita panjatkan ke Hadlirat Allah SWT, Rabbul 'Izzati. Shalawat dan salam, semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw, selaku pemimpin para Nabi dan orang-orang bertaqwa, begitu pula kepada keluarga dan shahabat-shahabat beliau serta siapa saja yang menyerukan dakwah dan selalu mengikuti metode serta langkah beliau, yang menjadikan aqidah Islam sebagai dasar pemikirannya, dan hukum syara' sebagai tolok-ukur amal perbuatannya, sekaligus sebagai sumber hukumnya.


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
Marilah kita memohon kehadlirat Allah SWT agar menjadikan pertemuan ini, semata-mata karena-Nya serta membuahkan hasil bagi Islam dan kaum Muslimin. Mudah-mudahan Allah SWT membukakan wawasan kita dan memperlihatkan kebenaran kepada kita sehingga kita mampu mengikutinya; serta memper-lihatkan kebathilan agar kita dapat menjauhinya. Amin.

Ayyuhal Ikhwatul Kiraam,
Sesungguhnya problematika utama yang dihadapi kaum muslimin saat ini adalah bagaimana menerapkan kembali hukum yang diturunkan Allah SWT, yaitu dengan menegakkan kembali sistem khilafah dan mengangkat seorang Khalifah yang dibai'at berdasarkan kitabullah dan sunnah rasul-Nya. Khalifah inilah yang akan memimpin kaum muslimin menghancurkan perundang-undangan kufur dan menggantinya dengan hukum-hukum Islam; mengubah negeri-negeri Islam menjadi Darul Islam, sekaligus masyarakat di dalamnya menjadi masyarakat Islam; serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia melalui dakwah dan jihad.
Dengan membatasi problematika utama kaum muslimin ini, akan jelaslah tujuan yang harus diupayakan oleh para pengemban dakwah, baik yang berbentuk kutlah (kelompok dakwah), jama'ah, maupun partai politik; selain memperjelas thariqah (metode) yang harus ditempuh untuk merealisasikan tujuan tersebut.
Untuk memahami hal ini, terlebih dahulu harus diketahui realita kaum muslimin saat ini; realita negeri-negeri Islam; realita dari keadaan setiap wilayah yang ada di negeri-negeri Islam, apakah termasuk Daarul Islam ataukah Daarul Kufur; realita masyarakat Islam saat ini; serta hukum syara' yang berkaitan dengan semua situasi dan kondisi tersebut.
Realita kaum muslimin saat ini, walaupun telah memeluk Islam, tetapi ternyata mereka dikuasai oleh berbagai pemikiran dan perasaan. Ada yang Islami, ada yang kapitalistik, ada yang sosialistik, ada yang bertolak dari nasionalisme dan patriotisme, selain ada yang bertolak dari semangat golongan atau kemadzhaban.
Sementara negeri-negeri Islam termasuk negeri Arab sekalipun --sangat disayangkan-- ternyata seluruhnya telah menerapkan perundang-undangan dan hukum-hukum kufur, kecuali sebagian kecil dari hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan masalah-masalah nikah, talak, rujuk, pemberian nafkah, pembagian harta waris, perselishan mengenai masalah perwalian atau status anak. Hanya hukum-hukum perdata semacam inilah yang mereka serahkan pelaksanaannya kepada pengadilan khusus, yang mereka sebut sebagai pengadilan agama. Sekalipun ada juga pengadilan-pengadilan yang menerapkan sebagian hukum syara' selain yang disebutkan di atas, namun hanya terdapat di sebagian kecil negeri-negeri kaum Muslimin seperti Arab Saudi dan Iran.
Menyangkut keadaan setiap wilayah yang ada di negeri-negeri Islam saat ini, apakah termasuk Daarul Islam ataukah Daarul kufur, ternyata seluruhnya merupakan Darul Kufur --bukan Daarul Islam. Untuk memahami keadaan ini terlebih dahulu harus diketahui pengertian syara' mengenai Daarul Islam dan Daarul Kufur.
Daarul Islam menurut istilah syara' adalah suatu wilayah yang menerapkan hukum-hukum Islam dan keamanan wilayah tersebut berada di tangan Islam, yaitu di bawah kekuasaan pertahanan kaum muslimin --baik terhadap ancaman yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri-- sekalipun mayoritas penduduknya adalah non-Islam. Sedangkan Daarul Kufur adalah suatu wilayah yang menerapkan hukum-hukum kufur dan atau keamanannya tidak didasarkan pada Islam, yaitu tidak berada di tangan kekuasaan dan pertahanan kaum muslimin, sekalipun mayorias penduduknya adalah orang-orang Islam.
Jadi, yang menjadi pedoman untuk menentukan keadaan sebuah wilayah, apakah termasuk Daarul Islam ataukah Daarul Kufur, bukanlah negeri atau penduduknya, melainkan hukum di wilayah tersebut, berikut keaamanannya. Apabila hukum-hukum yang diterapkan oleh suatu wilayah adalah hukum Islam, dan keamanannya berada di tangan kaum muslimin, maka wilayah seperti inilah yang disebut Daarul Islam. Sedangkan apabila hukum-hukum yang diterapkannya adalah kufur dan atau keamanannya tidak berada di tangan kaum muslimin, maka wilayah demikian disebut Daarul Kufur atau Daarul Harb.
Pengertian ini diambil dari sebuah hadits riwayat Sulaiman ibnu Buraidah yang diantaranya tercantum:

أُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَـابُوكَ فأَقْبِلْ مِنْهُمْ و كُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ أُدْعُهُمْ إِلَى التَّحَوّلِ مِنْ دَارِهِمْ الى دَارِالمُهَاجِرِيْنَ و أَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مــا لِلْمُهَاجِرِيْنَ وَ عَلَيْهِمْ مَـا عَلَى الْمُهَـاجِريْنَ
"... Serulah mereka kepada Islam, maka apabila mereka menyambutnya, terimalah mereka dan hentikanlah peperangan atas mereka; kemudian ajaklah mereka berpindah dari negerinya (yang merupakan daarul kufur) ke daarul muhajirin (daarul Islam yang berpusat di Madinah); dan beritahukanlah kepada mereka bahwa apabila mereka telah melakukan semua itu, maka mereka akan mendapatkan hak yang sama sebagaimana yang dimiliki kaum muhajirin, dan juga kewajiban yang sama seperti halnya kewajiban kaum muhajirin."

Hadits ini bisa dipahami bahwa apabila mereka tidak berpindah, maka hak mereka tidak sama dengan kaum muhajirin, yaitu orang-orang yang telah berada di Daarul Islam. Dengan demikian, hadits ini sesung-guhnya telah menjelaskan perbedaan hukum, antara orang yang telah berhijrah dan yang tidak. Daarul muhajirin adalah Daarul Islam pada zaman Rasulullah, sedangkan selainnya adalah Daarul Kufur. Dari sinilah diambil istilah Daarul Islam, dan Daarul Kufur atau Daarul Harb. Jadi penambahan kata Islam, kufur atau harb pada ''Daar'' adalah mewakili sistem hukum dan pemerintahannya.
Oleh karena itu, untuk menggunakan istilah "Daar", harus selalu dikaitkan dengan penguasa, yang hanya dapat ditentukan oleh dua hal: (1) pemeliharaan kepentingan ummat dengan hukum-hukum tertentu, dan (2) kekuatan (negara) yang menjaga/membela rakyat dan melaksanakan hukum-hukum, dengan kata lain diperhatikan faktor keamanannya. Dari sinilah latar belakang dua syarat yang disebutkan di atas. Selain itu, mengenai syarat penerapan hukum-hukum didasarkan pula pada dalil-dalil berikut:
(1) Firman Allah SWT:

وَ مَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَـا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمْ الْكَافِرُوْنَ
“Siapa saja yang tidak menerapkan hukum ber-dasarkan dengan apa yang diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an dan As Sunnah), maka mereka itulah tergolong orang-orang kafir" (Al Maidah: 44)
(2) Hadits riwayat ‘Auf ibnu Malik mengenai keberadaan pemimpin-pemimpin jahat, dimana tercantum di dalamnya:

قِيْلَ يَـا رَسُوْلَ الله : أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَيْف ؟ فَقَالَ لاَ مَا أقَامُوا فِيْكُمْ الصَّلاَة
"...ditanyakan oleh para shahabat: 'Wahai Rasulullah tidakkah kita lawan saja mereka itu dengan pedang?', Beliau menjawab: 'Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat di tengah-tengah masyarakat (maksudnya melaksanakan hukum-hukum syara')."
(3) Hadits riwayat Ubadah Ibnu Shamit mengenai bai'at aqabah, dimana ia mengatakan:

وَ أَنْ لاَ نُنَـازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ إلاّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحـاً عِنْدَكـــُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ
“Dan hendaknya kami tidak menentang kekuasaan penguasa kecuali (sabda Rasulullah:) 'Apabila kalian melihat kekufuran yang (bersifat) terang-terangan, yang dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari Allah SWT.”

Dalam riwayat Imam Thabrani disebut kekufuran yang jelas (shurahan). Hadits ini menunjukkan bahwa penerapan hukum selain hukum-hukum Islam, adalah diantara alasan yang mengharuskan mengangkat senjata ke hadapan penguasa.
Semua ini merupakan bukti bahwa penerapan Islam adalah salah satu syarat Daarul Islam. Sebab, kalau tidak wajib dilawan dengan senjata atau diperangi.
Sedangkan pengertian bahwa keamanan haruslah berupa keamanan Islam --yakni di bawah kekuasaan kaum muslimin, inipun diambil dari firman Allah:

وَ لَنْ يَجْعَلَ اللهُ للْكَافِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيْلاً
"Dan Allah (selama-lamanya) tidak memberikan hak bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mu'min." (An Nisa’: 141)

Dengan kata lain, tidak boleh memberi kesempatan kepada orang-orang kafir untuk berkuasa atas orang-orang mu'min. Sebab, dengan memberikan kekuasaan kepada mereka berarti menjadikan keamanan kaum muslimin berada di bawah kekuasaan kufur --bukan di bawah kekuasaan Islam.
Selain itu, Rasulullah saw juga pernah menyuruh memerangi setiap negeri yang tidak tunduk pada kekuasaan kaum muslimin. Beliau benar-benar mengancam mereka dengan peperangan, tanpa membedakan apakah penduduknya orang-orang Islam atau bukan. Buktinya adalah larangan beliau memerangi penduduk suatu negeri, apabila telah diketahui sebagai orang-orang Islam (yakni telah memeluk agama Islam). Diriwayatkan dari Anas ra.:

كَانَ رَسُوْلُ الله r إ ذَا غَزَا قَوْمًا لَمْ يَغْزُ حَتّى يُصْبِحَ، فَإذَا سَمِعَ أذَانًا أمْسَكَ و إِذَا لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَار بَعْدَ أَنْ يُصْبِحَ
"Adalah Rasulullah apabila memerangi suatu kaum, tidak memeranginya sebelum tiba waktu pagi. Maka, apabila beliau mendengar adzan (shubuh) ber-kumandang, maka beliau mengurungkan peperangan, dan apabila tidak mendengar suara adzan beliau melanjutkan rencana perangnya setelah shalat shubuh".

Begitu pula diriwayatkan dari 'Isham al Muzni, ia berkata:
كَانَ النَّبِيّ r إِذَا بَعَثَ سَرِيّةً يَقُولُ : إِذَا رَاَيْتُمْ مَسْجِدًا أَو سَمِعْتُم مُنَادِيًا فَلاَ تَقْتُلُوا أَحَدًا
"Adalah Nabi saw apabila mengutus pasukan perang, beliau selalu berpesan: 'Apabila kalian melihat masjid atau mendengar adzan berkumandang, janganlah kalian membunuh seorang pun"

Oleh karena Adzan dan Masjid merupakan simbol Islam, maka hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang-orang Islam di suatu negeri (yang belum ditaklukkan oleh negara) bukan menjadi penghalang untuk menyerang dan memerangi negeri tersebut. Ini berarti bahwa negeri-negeri semacam itu, dianggap sebagai Daarul Harb atau Daarul Kufur. Sebab, meskipun di dalam negeri tersebut terdapat tanda-tanda keberadaan Islam, namun keamanan negeri tersebut tidak berada di bawah kekuasaan Rasul --yaitu kekuasaan dan keamanan Islam. Oleh karena itu, negeri tersebut tetap dianggap sebagai Daarul Harb yang diperangi sebagaimana Daarul Harb yang lain.
Dengan demikian jelaslah bahwa seluruh negeri Islam saat ini, tidak memenuhi syarat pertama yaitu penerapan hukum-hukum Islam meskipun keamanan sebagian besar negeri-negeri tersebut berada di tangan kaum muslimin dan di bawah kekuasaan mereka. Karena itulah amat disayangkan bahwa negeri-negeri Islam saat ini, tidak bisa dikategorikan sebagai daarul Islam, meskipun negeri-negeri itu disebut sebagai negeri Islam dan penduduknya adalah penduduk Islam --mengingat pedoman yang digunakan dalam hal ini adalah aspek penerapan hukum dan keamanan, bukan negeri atau penduduknya.
Adapun realita masyarakat di negeri Islam saat ini, sesungguhnya adalah sebuah masyarakat yang tidak Islami. Hal ini karena sebuah masyarakat terbentuk dari sekelompok individu, pemikiran, perasaan dan peraturan. Maka, untuk dapat dikatakan sebagai masayarakat Islam, tidaklah cukup hanya dengan keberadaan individu-individu muslim sebagai penduduknya.
Sebuah masyarakat pada hakekatnya adalah sekelompok manusia yang saling memiliki hubungan secara terus-menerus. Apabila ada sekelompok manusia namun tidak memiliki hubungan secara terus-menerus, maka mereka tidak bisa dianggap sebagai masyarakat, melainkan hanya sebuah jama'ah, seperti para penumpang kapal, penumpang kereta, atau seperti rombongan seperjalanan (kafilah).
Supaya terwujud hubungan secara terus-menerus antar individu dalam sebuah masyarakat, haruslah disatukan pemikiran-pemikirannya, perasaan-perasaan-nya dan peraturan-peraturannya. Apabila ketiga aspek ini tidak dijumpai pada mereka, tentu tidak akan ada hubungan secara terus-menerus, sehingga dengan demikian mereka tidak dapat disebut sebagai sebuah masyarakat.
Dari sinilah sebuah masyarakat terbentuk dari sekelompok manusia, yang memiliki pemikiran dan perasaan yang sama serta diterapkan suatu peraturan di tengah-tengah mereka. Faktor-faktor ini pula yang menentukan corak masyarakat di dunia. Oleh karena itu, masyarakat di dunia ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan pemikiran, perasaan, dan peraturan yang mereka miliki.
Akan halnya masyarakat di negeri-negeri Islam saat ini, ternyata dikuasai oleh berbagai pemikiran, perasaan dan peraturan yang campur-aduk, walaupun mayoritas individu-individunya adalah orang-orang Islam. Oleh karena itu, tidak aneh apabila terjadi hal-hal yang saling bertentangan secara nyata dalam pemikiran dan perasaan antar kaum muslimin. Misalnya, pada saat mereka menanti-nantikan kehadiran Islam, kita saksikan betapa mereka menerima penguasa kafir dengan senangnya atau diam seribu bahasa terhadap perundang-undangan kufur yang diterapkan di tengah-tengah mereka. Pada saat kita melihat mereka sama-sama merindukan kembalinya Islam, kita saksikan betapa teguhnya mereka memegang semangat nasionalisme, patriotisme, kesukuan, ataupun fanatisme madzhab. Pada saat mereka menganggap Amerika, Inggris dan Rusia sebagai musuh, kita saksikan betapa mereka justru meminta bantuan kepada negeri-negeri tersebut, juga meminta perlindungan dan menanti-nantikan uluran tangan dari negeri-negeri kufur itu untuk memecahkan problematika yang mereka hadapi.
Pada saat mereka meyakini bahwa sesama mukmin adalah bersaudara, kita saksikan betapa mereka berlomba-lomba menonjolkan fanatisme kesukuan atau kedaerahannya. Orang arab membanggakan kearaban-nya, orang Turki membanggakan keturaniahannya, orang Parsi membanggakan keparsiannya; termasuk orang Irak, orang Mesir atau orang Syam, masing-masing membanggakan tanah airnya. Demikian seterusnya, kita menyaksikan di sana-sini hal-hal yang bertentangan dengan hukum Islam.
Begitu pula pada saat mereka meyakini Islam, kita saksikan betapa mereka dengan penuh semangat menyerukan slogan-slogan demokrasi, kebebasan, kedaulatan rakyat, Sosialisme dan sebagainya dari berbagai pemikiran kufur yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum-hukum Islam secara keseluruhan.
Demikianlah keadannya. Belum lagi kalau kita menyaksikan sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, hukum internasional (politik luar negeri), perundang-undangan yang di terapkan di seluruh negeri-negeri Islam, semuanya tidak lain adalah sistem dan perundang-undangan kufur. Keadaan inilah yang menjadikan masyarakat di negeri-negeri Islam secara keseluruhan dikategorikan sebagai masyarakat yang tidak Islami.
Seluruh pembahasan tersebut di atas memperjelas bahwa kaum muslimin di seluruh negeri-negeri Islam, sekalipun mereka adalah orang-orang Islam, namun sesungguhnya mereka hidup di dalam masyarakat yang tidak Islami, dan negeri yang mereka tempati sesungguhnya bukan Daarul Islam; selain juga memperjelas bahwa masalah utama yang dihadapi kaum muslimin --sejak keruntuhan Daulah Khilafah, lalu Islam dijauhkan dari kehidupan bernegara dan bermasyarakat-- tidak lain adalah penerapan Islam kembali dalam kehidupan bernegara dan ber-masyarakat, yaitu dengan menegakkan sistem Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah yang dibai'at untuk didengar dan ditaati oleh kaum Muslimin selama menjalankan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya; meniadakan hukum-hukum dan perundang-undangan kufur untuk digantikan dengan hukum-hukum dan perundang-undangan Islam; mengubah negeri-negeri Islam menjadi Daarul Islam dan masyarakatnya menjadi masyarakat Islami; kemudian menyatukan negeri-negeri Islam menjadi satu negara, yaitu negara Khilafah; serta mengemban Islam ke seluruh dunia melalui dakwah dan jihad.
Akan halnya mengapa masalah di atas dianggap sebagai masalah utama, ialah karena nash-nash syara' telah mewajibkan seluruh kaum muslimin untuk mengamalkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan dan merealisasikannya secara nyata dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Allah SWT berfirman:

وَ مـَا آتَاكُمْ الرَّسُوْلُ فَخُذُوهُ وَ مـَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
"Apa yang dibawa Rasul untuk kalian maka ambillah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah."

Lafadz مَا pada ayat tersebut adalah termasuk lafadz umum, yang mengandung arti keharusan mengambil apa saja yang dibawa Rasul dan kewajiban meninggal-kan seluruh perbuatan haram yang dilarang oleh beliau.
Begitu pula firman Allah SWT:

وَ أَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ و لاَتَتَبِعْ أَهوَاءَهُمْ و احْذَرْهُمْ أَنْ يُفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللهُ إلَيْكَ
“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, serta berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu." (Al Maidah: 49)

Ayat ini mengandung perintah Allah kepada Rasul-Nya dan kaum muslimin untuk memutuskan perkara dengan seluruh hukum yang diturunkan Allah. Sebab, lafadz مَا dalam ayat tersebut adalah termasuk bentuk umum, yang mencakup seluruh hukum yang diturunkan Allah.
Demikian pula firman-Nya yang lain:

وَ مَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَـافِرُونَ
"Siapa saja tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itulah termasuk orang-orang kafir."

Dengan kata lain: siapa saja yang tidak bertahkim dengan seluruh hukum yang diturunkan Allah adalah tergolong sebagai orang-orang kafir, karena lafadz مَا dalam ayat tersebut adalah umum, mencakup seluruh apa yang diturunkan Allah.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa bertahkim dengan seluruh hukum yang diturunkan Allah SWT adalah wajib. Oleh karena kewajiban ini tidak terwujud di negeri-negeri Islam saat ini, maka kembali terwujudnya Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat menjadi masalah utama kaum muslimin saat ini.
Lebih jauh Islam bahkan telah menjadikan masalah utama ini sebagai masalah yang mengharuskan pengambilan sikap hidup atau mati. Imam Muslim telah meriwayatkan sebuah hadist yang berasal dari 'Auf ibn Malik bahwa Rasulullah bersabda:

سَتَكُونُ أُمَرَاءٌ فَتَعْرِفُوْنَ و تُنْكِرونُ فَمَنْ كَرِهَ بَرِئَ وَ مَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَ لَكِنَّ مَنْ رَضِيَ وَ تَابَعَ ، قِيْلَ يَا رَسولَ اللهِ : أَفَلاَ نُنَابِذُهُم بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ : لاَ مَا أَقَامُوا فِيْكُمْ الًصَلاَةُ
"Akan muncul di antara kalian berbagai tingkah polah penguasa, (tindakan mereka) ada yang kalian anggap baik dan ada yang kalian pandang salah. Siapa saja yang menolak tindakan salah mereka (minimal di dalam hati), maka dia bebas (dari dosa). Siapa saja yang ingkar, dia juga selamat (dari dosa). Tetapi siapa saja diantara kalian yang merasa senang, bahkan mengikuti (perbuatan-perbuatan yang salah itu), maka dia telah berdosa". Para Shahabat bertanya: ‘Tidakkah lebih baik mereka itu kita perangi saja Ya Rasulullah?' Nabi menjawab: 'Tidak, selama mereka menegakkan shalat di tengah-tengah kalian'".

Di dalam Shahih Bukhari diriwayatkan dari 'Ubadah bin Shamit yang berkata:

دَعَانَا رَسولُ اللهِ r فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ فِيْمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعْنَا عَلى السَمْعِ وَ الطَاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا و مَكْرَهِنَا وَ عُسْرِنَا وَ يُسْرِنَا و أَثَرَةٍ عَلَيْنَا، وَ أنْ لاَ نُنَاَزِعِ الأَمْرَ أَهْلَهُ إلاَّ أَنْ تَرَوا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
"Rasulullah mengajak kami (membai'atnya), lalu kami berbai'at kepada beliau. Kemudian beliau mengajarkan kepada kami bagaimana kami harus berbai'at Lalu kami berbai'at kepadanya, untuk setia mendengarkan dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan yang kami senangi ataupun tidak kami senangi, pada masa sulit maupun lapang, serta dalam hal tidak mendahulukan urusan kami. Juga agar kami tidak merebut kekuasaan dari seseorang pemimpin, kecuali (sabda Rasulullah:) 'Kalau kalian melihat kekufuran secara terangterangan, yang dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari Allah SWT".

Menegakkan shalat dalam hadits ‘Auf bin Malik nampak jelas maksudya, yaitu menegakkan agama. Dalam hal ini digunakan lafadz yang bersifat induktif (yang dituju adalah makna yang bersifat umum) yaitu menerapkan hukum- hukum Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan "kekufuran secara terang-terangan" dalam hadits 'Ubadah bin Shamit, adalah kekufuran yang nampak dalam perbuatan penguasa, yakni dengan menerapkan hukum-hukum kufur.
Mafhum dari hadits di atas, bahwasanya kita (hendaklah) memerangi para penguasa dengan senjata, apabila mereka tidak menegakkan hukum Islam, tidak menampakkan syi'ar-syi'arnya dan juga supaya kita memeranginya apabila mereka menerapkan hukum-hukum kufur sekaligus merebut kekuasaan mereka pada saat mereka memperlihatkan kekufuran yang nyata. Memerangi mereka dalam hadits di atas juga dimaksudkan untuk menggeser mereka dari kekuasaan, demi mengembalikan hukum-hukum Islam.
Dengan demikian jelaslah bahwa kewajiban menerapkan hukum-hukum Islam dan larangan menerapkan hukum-hukum kufur adalah merupakan masalah utama bagi kaum Muslimin.

Saudara-saudaraku seiman yang mulia.
Sesungguhnya berbagai malapetaka dahsyat yang mengguncang sebuah masyarakat, secara alamiyah akan membangkitkan potensi dalam diri umatnya. Potensi tersebut diantaranya membuahkan rasa kebersamaan diantara individu-individunya sehingga mendorong munculnya berbagai aktivitas pemikiran untuk mengkaji sebab-sebab malapetaka tersebut guna mendapatkan penyelesaian yang akan menyelamatkan mereka. Aktivitas pemikiran yang dimaksud mencakup kajian terhadap sejarah umat pada masa lalu, saat ini maupun yang akan datang; mengkaji sejarah bangsa-bangsa dan ummat lain sekaligus menelusuri proses kebangkitannya sebagai perbandingan, supaya akal mendapatkan petunjuk melalui pengkajian tersebut sehingga memperoleh suatu pemecahan dan penyelesaian.
Akan halnya dengan kaum Muslimin, sesungguhnya pada permulaan abad ini kaum muslimin telah diguncang malapetaka paling dahsyat yang berhasil mencabik-cabik wadah keberadaan mereka dan memecah belah kesatuan negeri-negerinya serta menghancurkan negaranya, yaitu negara Khilafah. Bahkan, ruh (dinamika) mereka pun berhasil dikubur dalam-dalam. Islam tidak lagi diterapkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sehingga mengakibatkan Daulah Khilafah terpecah-belah menjadi negeri-negeri dan wilayah-wilayah kecil, yang masing-masing tunduk pada pemerintahan negara-negara kafir penjajah secara langsung pada awalnya, kemudian melalui pemerintahan-pemerintahan boneka dari kalangan kaum Muslimin dan melalui perundang-undangan dan hukum-hukum kufur yang mereka paksakan secara nyata di seluruh negeri-negeri Islam.
Malapetaka yang memilukan itu kemudian disusul dengan malapetaka lainnya --yaitu persekongkolan negara-negara kafir dengan antek-anteknya para penguasa negara-negara Arab-- yang mengakibatkan terampasnya tanah suci Palestina dan berdirinya negara Israel di wilayah itu.
Dua malapetaka inilah yang sangat melukai hati kaum Muslimin. Maka, umat pun kemudian mulai berupaya menyelamatkan diri, sehingga berdirilah berbagai gerakan baik yang Islami maupun yang tidak Islami. Hanya saja usaha-usaha tersebut belum mampu menghasilkan apa yang diinginkan, yaitu dapat menyelamatkan ummat dari pengaruh kedua malapetaka yang dahsyat ini.
Setelah terjadi malapetaka yang kedua lahirlah Hizbut Tahrir. Yaitu, sebuah gerakan yang bermula dari beberapa Ulama setelah merasakan berbagai malapetaka yang menimpa kaum muslimin. Mereka kemudian mempelajari realita umat Islam kini dan masa lampau; mempelajari apa saja yang telah menimpa ummat dari berbagai malapetaka dan penderitaan, serta sebab-sebabnya. Mereka juga mempelajari realita kaum Muslimin; realita masyarakat di negeri-negeri Islam berikut interaksinya dengan para penguasa dan sebaliknya, serta peraturan dan undang-undang yang telah diterapkan para penguasa itu. Semua ini telah mereka pelajari, selain mempelajari ide-ide dan perasaan-perasaan yang mendominasi kaum Muslimin. Sesudah itu, seluruh masalah tersebut mereka sandarkan kepada hukum-hukum syara', setelah dipelajari secara teliti dan didasarkan pada realita yang terjadi. Mereka juga mempelajari gerakan-gerakan yang telah berdiri dan bertujuan menyelamatkan kaum Muslimin, baik yang berdasarkan Islam maupun yang tidak.
Walhasil, setelah melalui berbagai studi tersebut secara intensif, mereka menghasilkan sebuah pemikiran yang khas, jernih dan jelas; lalu mereka mendirikan Hizbut Tahrir berdasarkan pemikiran tersebut.
Sesungguhnya Hizbut Tahrir sesudah melakukan studi tersebut, telah sampai pada kesimpulan bahwa masalah utama kaum Muslimin tiada lain adalah mengembalikan penerapan Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, serta mengembangkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia melalui dakwah dan jihad.
Berdasarkan kesimpulan ini, Hizbut Tahrir lalu menentukan tujuannya, yaitu melangsungkan kehidupan Islam, dan mengemban dakwah Islamiyah, serta bergerak di tengah-tengah umat untuk merealisir tujuan tersebut.
Sesungguhnya yang dimaksud dengan melang-sungkan kehidupan Islam adalah kembalinya kaum muslimin menerapkan seluruh hukum dan ajaran Islam, baik aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah, maupun peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pemerintahan, perekonomian, pergaulan kaum pria dan wanita dalam masyarakat, pendidikan, dan politik luar negeri yang mencakup seluruh hubungan dengan negara-negara dan bangsa-bangsa luar, serta berusaha mengubah negeri-negeri kaum muslimin menjadi Daarul Islam dan mengubah masyarakat yang ada di dalamnya menjadi masyarakat Islami. Dan untuk melangsungkan kehidupan Islam tidak ada cara lain kecuali dengan menegakkan sistem Khilafah dan mengangkat seorang khalifah bagi seluruh kaum Muslimin yang dibai'at untuk didengar dan ditaati berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Manakala Hizbut Tahrir dengan studi yang dilakukannya telah berhasil menetapkan masalah utama kaum Muslimin, sekaligus menentukan tujuan yang diidam-idamkan dan target yang akan direalisasikan; maka sesungguhnya Hizbut Tahrir juga telah berhasil merumuskan metode yang harus ditempuh untuk merealisasikan tujuannya. Metode yang dimaksud tidak lain adalah metode yang telah diterapkan Rasulullah saw dalam perjalanan dakwah beliau semenjak diutus sebagai Rasul hingga berhasil menegakkan Daulah Islam di Madinah.
Agar usaha untuk melangsungkan kehidupan Islam dapat segera terwujud, maka usaha tersebut harus berupa aktivitas kelompok (amal jama'i) dan tidak boleh berupa aktivitas perseorangan (amal fardi). Sebab, aktivitas perseorangan tidak akan dapat menghantarkan kepada tujuan tersebut, selain karena seseorang --betapapun tinggi akal dan pemikirannya-- tidak akan mungkin mencapai tujuan tersebut secara sendirian, melainkan harus bergabung dengan jama'ah (sejumlah orang dari kaum muslimin).
Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan sistem Khilafah dan mengembalikan penerapan hukum dengan apa yang telah diturunkan Allah harus berupa amal jama'i dan harus berbentuk kutlah (kelompok dakwah), partai, atau sebuah jama'ah. Dan amal jama'i ini pun harus berupa aktivitas politik dan tidak boleh bergerak di luar aktivitas politik. Sebab, menegakkan sistem Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah adalah suatu aktivitas politik. Demikian pula usaha mengembalikan pene-rapan hukum dengan apa yang diturunkan Allah adalah suatu aktivitas politik, dan itu tidak akan mungkin terwujud kecuali berupa aktivitas politik.
Kelompok-kelompok dakwah yang bergerak di luar bidang politik pada hakekatnya tidak berhubungan dengan masalah utama kaum Muslimin saat ini. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin akan mampu mencapai tujuan yang seharusnya diwujudkan kaum muslimin, yaitu menegakkan sistem khilafah dan mengembalikan penerapan hukum dengan apa yang diturunkan Allah. Kelompok-kelompok dakwah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(a) Kelompok-kelompok dakwah yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, seperti membangun sekolah dan rumah sakit; membantu fakir miskin, anak-anak yatim atau orang-orang jompo dan sebagainya. Meskipun aktivitas-aktivitas tersebut sangat dianjurkan oleh Islam kepada kaum muslimin, akan tetapi aktivitas semacam ini tidak berhubungan langsung dengan masalah utama kaum Muslimin, dan tidak mungkin akan dapat mencapai tujuan yang seharusnya diwujudkan oleh kaum muslimin. Pada saat yang sama, melaksanakan aktivitas sosial semacam ini, sebenarnya justru akan memalingkan jamaah itu dari kewajiban yang dibebankan kepada dirinya, dalam mengembalikan penerapan hukum-hukum Allah SWT hingga terwujud di muka bumi ini. Lebih dari itu, kiprah berbagai kelompok dakwah pada aktivitas sosial kemasyarakatan secara terusmenerus, dapat dianggap sebagai upaya Ri'ayatusy Syuun Ad-Daaimah --yaitu pelayanan kebutuhan rakyat secara terus-menerus. Padahal, ri'ayatusy syuun secara terus-menerus adalah tanggung jawab dan kewajiban negara --bukan kewajiban individu dan juga bukan kewajiban jama'ah.
Sedangkan aktivitas sosial yang sifatnya temporal, tidak dianggap sebagai pelayanan kebutuhan rakyat secara terus-menerus. Aktivitas inilah yang diperintahkan dan dianjurkan oleh syara'. Hanya saja, aktivitas-aktivitas ini tidak berhubungan dengan masalah utama kaum muslimin.
(b) Kelompok-kelompok dakwah yang bergerak di bidang peribadatan dan selalu menganjurkan pelaksanaan amalan-amalan sunnah (yang bukan wajib). Ajakan untuk beribadah dan melaksanakan amalan-amalan sunnah adalah hal-hal yang sangat dianjurkan oleh Islam kepada kaum muslimin, karena merupakan bagian dari Islam dan termasuk satu diantara kebajikan yang diwajibkan Allah untuk didakwahkan oleh kaum muslimin. Dalam surat Ali Imran ayat 104, Allah SWT berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إلَى الْخَيْرِ
"Hendaklah ada diantara kalian sebuah jama'ah yang mengajak kepada al khair (kebajikan/Islam secara keseluruhan)"

Namun demikian, seruan untuk beribadah dan melaksanakan amalan-amalan sunnah hanyalah satu bagian saja daripada Islam. Padahal, dakwah seharusnya ditujukan kepada penerapan Islam secara menyeluruh, mulai dari aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah, dan perundang-undangan, sampai kepa- da penerapan sistem ekonomi, sistem pergaulan kaum pria dan wanita dalam masyarakat, sistem pendidikan, maupun politik luar negeri, serta seluruh hukum Syara' lainnya.
Membatasi dakwah hanya kepada seruan untuk beribadah dan melaksanakan amalan-amalan Sunnah, tentu tidak ada hubungannya dengan masalah utama kaum muslimin dan tidak mungkin akan dapat mencapai tujuan yang seharusnya diwujudkan oleh kaum muslimin. Serupa dengan kelompok-kelompok dakwah semacam ini --yakni sama kedudukannya-- adalah kelompok-kelompok dakwah yang memfokuskan perhatiannya kepada kodifikasi Hadits berikut takhrij-nya (menyangkut sanad, perawi, atau periwayatan sebuah Hadits dan lain sebagainya, pent).
Lebih dari itu, memfokuskan perhatian kepada aktivitas-aktivitas seperti ini akan memalingkan Jama'ah itu dari kewajiban yang dibebankan Allah atas kaum Muslimin, yaitu mengenyahkan hukum-hukum kufur serta menerapkan kembali hukum-hukum Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
c. Organisasi-organisasi dakwah yang bergerak dalam bidang penerbitan dan penyebaran buku-buku atau kebuda-yaan Islam, atau dalam bidang pemberian nasehat dan petunjuk (Al Wa'dh Wal Irsyad)
Menerbitkan dan menyebarkan buku-buku dan kebudayaan Islam, termasuk dakwah di bidang pemberian petunjuk dan nasehat, pada hakekatnya termasuk aktivitas yang terpuji. Hanya saja, aktivitas seperti ini bukan merupakan jalan untuk menyelesaikan problematika utama kaum muslimin, juga bukan jalan untuk menegakkan sistem khilafah dan menerapkan kembali hukum-hukum Allah dalam realita kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sesungguhnya suatu pemikiran, apabila tidak diemban dengan jalan politik --supaya dapat diterapkan dan diwujudkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat-- maka sesungguhnya hanya akan menjadi pengetahuan teoritis belaka, atau sekedar pemikiran yang hanya berada dalam otak, atau hanya akan menjadi pemikiran akademis yang tersimpan dalam buku atau dalam benak manusia. Betapa banyak perpustakaan Islam penuh dengan puluhan ribu buku yang sangat berharga dan tak ternilai harganya, akan tetapi buku-buku tersebut tetap saja membisu di tempatnya. Demikian pula halnya dengan pemikiran, apabila tidak diemban dengan jalan politik supaya dapat diterapkan dan diwujudkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, niscaya akan tetap membeku seperti sedia kala.
Lihatlah misalnya universitas-universitas yang khusus mengajarkan Islam dan tsaqafahnya, seperti Al Azhar (Mesir), Az Zaituunah (Tunisia), An Najaf (Irak) dan lain sebagainya. Universitas-universitas tersebut mengajarkan Islam dan tsaqafahnya secara teoritis dan akademis belaka, bukan dengan cara praktis dan amaliyah (untuk diterapkan). Wajar saja apabila setiap tahun meluluskan ribuan 'Ulama, namun tak ubahnya seperti mewisuda buku-buku berjalan. Sebab, mereka mempelajari Islam secara teoritis dan tidak dengan cara praktis untuk diterapkan, dikembangkan dan diwujudkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat secara nyata.
Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau kita menyaksikan mereka tidak menjadikan hukum syara' serta tolok ukur perbuatan dalam Islam --yaitu halal dan haram-- sebagai asas pandangan hidup mereka. Mereka juga tidak menjadikannya sebagai landasan dalam tingkah laku, atau dalam menetapkan suatu hukum untuk realita dan peristiwa baru yang selalu berkembang.
(d) Organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok dakwah yang bergerak dalam aktivitas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Aktivitas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar adalah bagian dari perintah yang diwajibkan Allah SWT atas kaum Muslimin, seperti dalam firman-Nya:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ الَى الْخَيْرِ و يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوفِ و يَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Hendaklah ada di antara kalian sebuah jamaah yang menyerukan pada kebajikan/Islam secara keseluruhan menyuruh kepada yang Ma'ruf dan mencegah dari yang Mungkar” (Ali ‘Imran: 104)

Amar Ma'ruf Nahi Mungkar hukumnya adalah wajib atas kaum muslimin dalam setiap keadaan, baik Daulah Khilafah sudah tegak maupun belum; juga apakah hukum-hukum Islam diterapkan dalam Masyarakat ataukah tidak. Aktivitas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar selalu dilaksanakan pada masa Rasulullah, masa Khulafaur Rasyidin dan generasi berikutnya; hukumnya akan tetap menjadi wajib atas kaum muslimin hingga akhir zaman nanti.
Hanya saja aktivitas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar bukanlah jalan untuk menegakkan Khilafah dan mengembalikan Islam ke tengah-tengah kehidupan bernegara dan bermasyarakat --sekalipun merupakan bagian dari upaya melangsungkan kehidupan Islam, karena dalam Amar Ma'ruf Nahi Mungkar terdapat aktivitas mengoreksi para penguasa dan menyuruhnya kepada kebaikan (melaksanakan Islam secara kaffah) serta mencegahnya dari perbuatan mungkar (maksiat). Lebih dari itu, aktivitas untuk melang-sungkan kehidupan Islam sesungguhnya berbeda dengan aktivitas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar.
Dalam hal ini perlu kita ingat bahwa aktivitas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar berbeda dengan aktivitas menghilangkan kemungkaran. Sebab, aktivitas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar hanya terbatas pada aktivitas lisan, sedangkan aktivitas meng-hilangkan kemungkaran tidak hanya terbatas pada lisan, bahkan jika perlu dengan menggunakan tangan, yaitu kekuatan yang bersifat fisik, ber-dasarkan sabda Rasulullah saw, yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Sa'id Al Khudriy:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ و ذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Siapa saja yang melihat kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan tangannya. Bila tidak mampu hendaklah dengan lisannya. Bila tidak mampu hendaklah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman"

Penggunaan tangan dalam rangka meng-hilangkan kemungkaran yang dilakukan oleh individu, bergantung pada kemampuannya menghilangkan kemungkaran itu seperti yang tersurat dalam hadits di atas, dengan syarat penggunaan tangan tersebut tidak mengakibatkan kemungkaran yang lebih besar, seperti terjadinya fitnah atau pembunuhan. Demikianlah cara menghilangkan kemungkaran bagi individu, yang tidak berkaitan dengan aktivitas menegakkan khilafah dan mengembalikan Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Akan halnya terhadap penguasa, terdapat pengecualian dari hadits yang menyerukan penggunaan tangan dalam mencegah kemungkaran berdasarkan hadits-hadits yang mewajibkan taat kepada penguasa sekalipun telah bertindak zhalim dan merampas hak-hak rakyat, selama tidak memerintahkan perbuatan maksiyat; juga ber-dasarkan hadits-hadits yang melarang mengangkat senjata terhadap penguasa, kecuali apabila telah menampakkan kekufuran secara nyata, yaitu telah memberlakukan hukum-hukum kufur. Imam Muslim meriwayatkan dari Nafi' yang berasal dari ibnu 'Umar, bahwa Nabi saw pernah bersabda:

السَمْعُ و الطَاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَ كَرِهَ مَالَم يُؤْمَر بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَ لاَ طَاعَةَ
"Seorang Muslim wajib mendengar dan taat (kepada penguasa) dalam hal-hal yang dicintai maupun yang dibencinya, selama tidak disuruh melakukan maksiyat. Apabila ia disuruh melakukan maksiyat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan taat kepadanya."

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّه لَيسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ إلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيّةً
"Siapa saja membenci satu hal dari pemimpinnya, hendaklah ia bersabar. Sesungguhnya tak seorang (muslim)pun yang melepaskan diri (dari ketaatan kepada penguasa) walaupun sejengkal, kemudian mati, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah."

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Rasulullah bersabda:

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً وَ أُمُورًا تُنْكِرُوْنَهَـا ، قَالُوا : فَمَـا تَأْمُرُنَا يَـا رَسَولُ اللهِ ؟ قَالَ أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَ سَلُوا اللهَ حَقَّكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan menjumpai suatu masa sesudahku, sikap para pemimpin yang memen-tingkan diri dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Para shahabat bertanya: 'Apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah? Beliau menjawab: 'Penuhilah hak-haknya dan mengenai hak-hak kalian serahkanlah kepada Allah."

Tetapi walaupun Rasulullah saw memerintah-kan kaum muslimin untuk mentaati para penguasa --meski telah bertindak zhalim dan merampas hak-hak rakyat-- namun beliau tetap mewajibkan kaum muslimin untuk mengoreksi dan mengkritik mereka dengan perkataan, serta menegur mereka dengan kata-kata yang pedas. Hal ini karena kaum muslimin adalah pengawas bagi penguasa akan tanggung jawabnya dan berkewajiban menolak perbuatan munkar mereka.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Nabi saw bersabda:

إِنَّهُ يَسْتَعْمِلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءٌ فَتَعْرِفُوْنَ و تُنْكِرُوْنَ فَمَنْ كَرِهَ بَرِئَ و مَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَ لَكِن مَنْ رَضِيَ و تَابَعَ
"Akan muncul di antara kalian berbagai tingkah penguasa, (tindakan mereka) ada yang kalian anggap baik dan ada yang kalian pandang salah. Siapa saja yang menolak tindakan salah mereka (minimal di dalam hati), maka dia bebas (dari dosa). Siapa saja yang ingkar, dia juga selamat (dari dosa). Tetapi siapa diantara kalian merasa senang, bahkan mengikuti (perbuatan salah itu), maka dia telah berdosa."

Dengan kata lain siapa yang menolak kemungkaran, hendaklah berusaha mengubahnya dan bagi yang tidak mampu mengubahnya namun tetap menolaknya dalam hati maka ia akan selamat. Akan tetapi siapa yang rela dengan perbuatan mereka lalu mengikutinya, dia tidak akan selamat.
Rasulullah saw juga pernah bersabda:

سَيِّدُ الشُهَدَاءِ حَمْزَة وَ رَجُلٌ قَامَ إلَى إمَامٍ جَائِرٍ فَنَصَحَهُ فَقَتَلَهُ
"Pemimpin para syuhada adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa zhalim lalu menasehatinya, kemudian ia dibunuhnya."

أَفْضَلُ الجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ تُقَالُ عِنْدَ ذِي سُلْطَانٍ جَــائِرٍ
Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kata-kata haq di hadapan penguasa yang zhalim."

Berkaitan dengan penggunaan kekuatan fisik dalam menghadapi penguasa, melawannya dengan senjata dan memeranginya apabila melakukan kemungkaran, maka sesungguhnya syara' telah melarang hal ini, kecuali dalam satu keadaan, yaitu: apabila penguasa tersebut menampakkan kekufuran secara nyata (yaitu melaksanakan hukum-hukum kufur) atau apabila berpangku tangan terhadap kekufuran yang mendominasi negerinya. Dalam keadaan ini pemimpin seperti itu harus diperangi, dilawan dengan senjata, dan direbut kekuasaanya untuk mengembalikannya dari pelaksanaan hukum-hukum kufur. Apabila pemimpin itu tidak mau juga melepaskan hukum-hukum kufur, maka ia akan dihadapi dengan senjata dan diperangi agar ia terdepak dari kekuasaan, dan semata-mata agar hukum-hukum syara' dapat kembali diterapkan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah disebutkan:

قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ أَفَلاَ نُقَاتِلُهُم ؟ ، قَالَ : لاَ ، مَـا صَلُّوا
"...Para Shahabat bertanya (kepada Rasul): 'Wahai Rasulullah tidakkah kita perangi saja mereka itu?' Beliau menjawab: 'Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat.'"

Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan 'Auf bin Malik:

قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ : أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَيْفِ ؟ فَقَالَ لاَ ، مَا أَقَامُوا فِيْكُمْ الًصلاَةَ
"... ditanyakan (oleh shahabat kepada Rasul): Wahai Rasulullah tidakkah kita perangi saja mereka itu dengan pedang? Beliau menjawab: 'Tidak, selama masih menegakkan shalat di tengah-tengah kalian."

Arti menegakkan shalat di sini adalah menegakkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan. Yaitu, penyebutan terhadap sebagian kecil dari hukum --yaitu shalat-- sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhan.
Dalam Hadits yang diriwayatkan dari 'Ubadah ibn Shamit terdapat lafadz:

وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ إلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ
"Hendaknya kami tidak merebut kekuasaan dari tangan para pemimpin, kecuali (Rasul bersabda:) 'Apabila kalian menyaksikan kekufuran secara terang-terangan, yang dapat dibuktikan berdasar-kan keterangan dari Allah SWT'."

Dalam riwayat Ath Thabrani disebut "kekufuran yang jelas". Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad disebut Selama ia tidak menyuruhmu berbuat maksiyat secara nyata."

Hadits-hadits tersebut di atas seluruhnya menunjukkan kewajiban mengangkat senjata terhadap para penguasa dan memeranginya apabila telah menampakkan kekufuran nyata yang dapat dibuktikan di sisi Allah --yakni apabila ia benar-benar memerintah dengan hukum-hukum kufur.
Namun demikian, kewajiban mengangkat senjata terhadap para penguasa, melawan dan memberhentikannya dari kekuasaan, hanya dapat dilakukan apabila sudah cukup kemampuan untuk menggulingkan mereka, meskipun hanya dilandasi dugaan kuat. Hal ini karena manath (fakta yang menjadi obyek penerapan hukum) dari hadits-hadits tentang penggunaan tangan (kekuatan fisik) dalam melawan kemungkaran, dan manath dari hadits mengenai kewajiban mengangkat senjata terhadap para penguasa ketika telah menampakkan kekufuran nyata, terkait dengan “adanya kemampuan”. Perhatikanlah sabda Rasulullah saw :

...فَإِنْ لَمْ يَستَطِع فَبِلِسَـانِهِ
“..Apabila ia tidak mampu, hendaklah dengan lisannya.”

Adapun dalam keadaan "tidak cukup kemampuan", mereka tidak wajib menghadapi dan mengangkat senjata terhadap penguasa tersebut. Sebagai gantinya hendaklah ia berusaha mempersiapkan kekuatan dan mencari pertolongan dan perlindungan kepada tokoh-tokoh yang menduduki posisi dan memiliki kekuatan, sampai akhirnya mencapai tingkat kemampuan. Pada saat itulah, berlaku kewajiban mengangkat senjata dan menggulingkan penguasa dari kedudukannya.
Hanya saja, kewajiban mengangkat senjata dan melawan penguasa pada saat telah menampakkan kekufuran nyata, sesungguhnya hanya dapat dilakukan apabila negara tersebut termasuk kategori Daarul Islam, dimana hukum-hukum Islam ditegakkan tetapi penguasannya menerapkan hukum-hukum kufur. Sebab, hadits 'Ubadah ibn Shamit menyatakan:

إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا
"... kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang sengaja dibiarkan...",


atau menurut riwayat Ath Thabrani:

إلاَّ إَنْ تَرَواْ كُفْرًا صُرَاحًا
"... kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang jelas.”

Yaitu apabila kamu sekalian melihat kekufuran yang nyata dan jelas, setelah sebelumnya kalian tidak pernah melihatnya. Dengan kata lain, Islam sebelumnya telah ditegakkan kemudian muncul penguasa yang menerapkan hukum-hukum kufur yang jelas dan nyata.
Sedangkan apabila negara itu termasuk kategori Daarul kufur, dimana hukum-hukum Islam tidak diterapkan, maka cara yang harus ditempuh kaum muslimin untuk menggulingkan penguasa ialah dengan thalabun nushrah sesuai sirah Rasulullah saw, yaitu mencari pertolongan dan perlindungan untuk menegakkan Daulah dan menerapkan hukum Islam.
(e) Organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok dakwah yang bergerak di bidang dakwah menyeru kepada akhlaq mulia dengan tujuan memperbaiki masyarakat. Dakwah menyeru kepada ahklak mulia adalah seruan kepada kebajikan yang harus dilaksanakan kaum muslimin sesuai perintah Allah SWT. Hanya saja, seruan kepada akhlaq mulia adalah seruan untuk melaksanakan sebagian saja daripada hukum-hukum Islam. Padahal, dakwah seharusnya mencakup seluruh hukum Islam untuk diterapkan dan diwujudkan dalam realita kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Selain itu, dakwah kepada akhlaq mulia tidak lain adalah dakwah menyeru kepada hukum-hukum syara' yang bersifat perseorangan dan berkaitan dengan individu, bukan dakwah/seruan untuk menerapkan hukum-hukum Islam secara menyeluruh, yang berkaitan dengan jama'ah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Membatasi dakwah hanya kepada akhlaq mulia, tidak akan menghasilkan perbaikan masyarakat dan kebangkitan ummat. Sebab, perbaikan masyarakat hanya dapat dihasilkan dengan perbaikan pemikiran dan perasaan yang menguasainya selain dengan memperbaiki peraturan/sistem yang berlaku di dalamnya. Dengan kata lain, dengan memperbaiki lingkungan sosial (tradisi) yang mendominasi masyarakat itu. Karena sesungguhnya sebuah masyarakat tersusun dari sekelompok individu, pemikiran, perasaan dan peraturan. Perbaikan yang seharusnya dilakukan adalah dengan memperbaiki individu-individunya, memperbaiki pemikiran, dan perasaannya serta dengan memperbaiki sistem/peraturan yang diterapkan di dalam masyarakat tersebut.
Demikian pula, dakwah kepada akhlaq mulia tidak dapat menghasilkan kebangkitan. Sebab, yang dapat menghasilkan kebangkitan adalah meningkatnya tarap berpikir. Dengan mengamati keadaan bangsa-bangsa Eropa dan Amerika, akan menunjukkan bahwa mereka telah mendapatkan kebangkitan --sekalipun kebangkitannya tidak benar, karena kebangkitan yang benar adalah meningkatnya taraf berpikir yang berlandaskan nilai ruhani (wahyu Ilahi). Sedangkan kebangkitan Eropa dan Amerika, dilihat dari sisi moralnya, adalah porak poranda. Mereka, bahkan tidak memiliki nilai-nilai moral; mereka hidup seperti layaknya komunitas hewan.
Dakwah kepada akhlaq mulia bukan merupakan dakwah untuk menyelesaikan problematika utama kaum muslimin, juga bukan metode yang dapat merealisasikan tujuan yang diwajibkan atas kaum muslimin, yaitu menegakkan sistem Khilafah dan menerapkan Islam kembali dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, serta untuk mengemban risalah Islam ke seluruh dunia melalui dakwah dan jihad.
Sesungguhnya penyelesaian problematika utama kaum muslimin, dan tercapainya tujuan yang harus mereka upayakan serta cita-cita yang musti mereka realisasikan --yang tidak lain adalah tegaknya sistem Khilafah dan penerapan kembali hukum-hukum Islam di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara, serta mengemban dakwah Islam sebagai sebuah risalah ke seluruh dunia melalui dakwah dan jihad-- mengharuskan kaum muslimin mendirikan kelompok-kelompok (partai) politik, yang tegak berlandaskan aqidah Islam dan bergerak di lapangan politik dalam rangka menegakkan sistem khilafah serta berusaha mengembalikan penerapan hukum-hukum Allah SWT di dunia ini.
Oleh karena itulah Hizbut tahrir berdiri, setelah memahami problematika utama kaum muslimin dan setelah mengetahui tujuan yang seharusnya diwujudkan oleh kaum Muslimin.
Hizbut Tahrir adalah sebuah gerakan politik, yang tegak berlandaskan aqidah/fikrah Islam, bukan kelompok yang hanya bergerak di bidang kerohanian, bukan pula lembaga ilmiyah, lembaga pengkajian, ataupun lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Fikrah Islam --yang dijadikannya sebagai landasan (asas) dan telah menyatu pada anggota-anggotanya serta yang diserukannya kepada ummat untuk direalisasikan dan dikembangkan bersama-sama Hizb agar dapat terwujud kembali dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat-- adalah menjadi jiwa, inti dan sekaligus rahasia kelangsungan kelompoknya. Ide-ide inilah yang menjadi pengikat seluruh anggotanya.
Tujuan Hizbut Tahrir adalah melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia; atau dengan kata lain bertujuan memecahkan masalah utama kaum muslimin. Tujuan ini berarti mangajak kaum muslimin kembali hidup secara Islami di Daarul Islam, dalam sebuah masyarakat Islami yang diliputi suasana pemikiran dan perasaan Islami, serta diterapkan sistem dan hukum-hukum Islam, dimana seluruh kegiatan kehidupan diatur sesuai dengan hukum-hukum Syari'at Islam, sekaligus menjadikan Halal dan Haram sebagai pandangan hidup ummat di bawah naungan Islam, yaitu negara Khilafah, dimana kaum muslimin akan membai'at seorang Khalifah untuk didengar dan ditaati, dengan syarat menjalankan hukum sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, juga untuk mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia melalui dakwah dan jihad.
Disamping itu, Hizbut Tahrir bertujuan untuk membangkitkan kembali ummat Islam dengan cara yang benar, yaitu dengan pola berfikir cemerlang yang dibangun di atas aqidah Islam; dan berusaha untuk mengembalikan lagi masa kejayaan dan keemasan ummat Islam sehingga mampu mengambil alih kendali kepemimpinan dari negara-negara dan bangsa-bangsa lain di dunia, kemudian menjadi negara nomor satu (super power) di dunia, sebagaimana yang telah terjadi di masa lampau tatkala Islam memimpin dan memelihara urusan kehidupan sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dan memimpin ummat dalam bertarung melawan seluruh sistem kufur, berikut pemikiran- pemikirannya secara menyeluruh, sehingga Islam dapat meliputi seluruh dunia.
Aktivitas Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam untuk mengubah realita masyarakat yang rusak di negeri-negeri kaum muslimin saat ini, menjadi masyarakat Islam --melalui perubahan pemikiran yang tidak Islami menjadi pemikiran Islami-- sehingga dapat membentuk opini umum di tengah masyarakat dan menjadi pemahaman cemerlang, yang mampu mendorong mereka untuk mengamalkannya; selain mengubah perasaan yang tidak Islami diantara anggota masyarakat yang ada menjadi perasaan yang Islami, dimana ia akan ridla terhadap apa yang diridlai Allah dan Rasul-Nya serta akan marah dan benci terhadap apa yang dimurkai dan dibenci Allah dan Rasul-Nya; serta mengubah hubungan yang tidak Islami diantara mereka menjadi hubungan yang bersifat Islami sesuai dengan hukum dan pemecahan Islam.
Seluruh aktivitas yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah berupa aktivitas politik semata, dimana Hizbut Tahrir senantiasa memperhatikan dan selalu memelihara urusan masyarakat agar sesuai dengan hukum syara' lalu dipecahkan berlandaskan hukum-hukum syara'. Sebab, pengertian politik tidak lain adalah memelihara dan mengatur urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam kemudian dipecahkan sesuai dengan syari'at Islam.
Aktivitas politik Hizbut Tahrir yang paling menonjol adalah mendidik ummat dengan Tsaqafah Islam supaya mereka dapat menyatu dengan Islam, sehingga terbebas dari aqidah-aqidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah, dan pemahaman yang keliru serta dari pengaruh pemikiran dan pandangan kufur.
Adapun aktivitas politik Hizbut Tahrir lainnya yang menonjol adalah pergumulan/pergolakan pemikiran yang nampak dalam penentangannya terhadap pemikiran dan sistem kufur, terhadap pemikiran-pemikiran yang keliru, aqidah yang rusak dan pemahaman-pemahaman yang sesat, yaitu dengan jalan menjelaskan kerusakannya, menunjukkan kekeliruannya serta menjelaskan hukum Islam dalam masalah tersebut.
Aktivitas politik lain yang juga mencolok mata adalah perjuangan dan interaksinya dalam lapangan politik. Hal ini nampak dalam pertarungannya melawan negara-negara kufur, yang memiliki pengaruh dan dominasi terhadap negeri-negeri kaum muslimin, untuk membebaskan ummat dari belenggu kekuasaan, dan dominasinya serta untuk mencabut akar-akarnya baik di bidang pemikiran, kebudayaan, politik, maupun militer sekaligus mencabut sistem perun- dangan mereka dari seluruh negeri kaum muslimin.
Demikian pula kegiatan Hizb nampak dalam menentang para penguasa di dunia Islam, khususnya di negeri-negeri arab; dengan jalan mengungkapkan pengkhianatan mereka terhadap ummat dan per-sekongkolan mereka melawan ummat; melancarkan kritik, kontrol dan koreksi terhadap mereka serta mengubahnya apabila mereka melalaikan kewajibannya terhadap ummat dalam memelihara urusannya, atau apabila mereka menyalahi hukum Islam dan melaksanakan hukum-hukum kufur.
Walhasil, aktivitas Hizb secara keseluruhan tidak lain adalah aktivitas politik, bukan akademis karena Hizbut Tahrir memang bukan lembaga pendidikan. Aktivitas Hizb juga bukan hanya memberikan nasehat dan petunjuk (tabligh), akan tetapi semata-mata adalah aktivitas politik. Hizbut Tahrir melakukan kegiatan politik dengan jalan memberikan gambaran ide-ide, hukum-hukum dan pemecahan-pemecahan Islam untuk diterapkan dan diwujudkan dalam realita kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Hizbut Tahrir mengemban Islam supaya Islam dapat diterapkan, dan supaya aqidah Islamlah yang dijadikan dasar negara, undang-undang dasar serta seluruh perundang-undangan.
Hizbut Tahrir tidak merasa cukup hanya dengan mengemban ide-ide Islam secara global. Namun, setelah mempelajari, membahas dan memikirkan realita ummat serta penderitaan yang menimpanya; termasuk juga kenyataan masyarakat di negeri-negeri Islam; lalu membandingkannya dengan realita sejarah pada masa Rasulullah saw, masa Khulafaur Rasyidin dan masa Tabi'in; kemudian setelah merujuk pada perjalanan dan metode dakwah Rasulullah semenjak awal penyebaran risalah Islam hingga Daulah berdiri di Madinah; lalu mempelajari pengembangan dakwah beliau di Madinah; dan setelah merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya serta apa yang telah ditunjukkan oleh keduanya yaitu --Ijma'ush Shahabat dan Qiyas; dengan ditopang oleh pendapat-pendapat para Shahabat, Tabi'in dan para Imam Mujtahid; setelah melakukan serangkaian pengkajian tersebut, maka Hizbut Tahrir kemudian men-tabanni (memilih dan menetapkan) ide, pendapat, dan hukum secara terperinci, yang menyangkut ide-ide dan metode pelaksanaannya yang tidak lain berasal dari ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum Islam semata, bukan dari yang lain. Di dalamnya tidak ada sesuatu apapun yang berasal atau terpengaruh dari luar Islam. Seluruhnya hanya berlandaskan Islam semata. Hizbut Tahrir tidak menyandarkan semua itu melainkan di atas landasan Islam berikut nash-nashnya. Hizbut Tahrir dalam memilih dan menetapkan hal-hal tersebut di atas, semata-mata berdasarkan kekuatan dalil, sesuai dengan ijtihad dan pemahamannya. Oleh karena itulah hal-hal yang ditabanni Hizb selalu dianggapnya benar, sekalipun masih ada kemungkinan mengandung kesalahan.
Hizbut Tahrir telah mentabanni (menetapkan) ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum tersebut sebatas kedudukannya sebagai sebuah partai. Sebab, sebuah partai politik --untuk dapat dikatakan sebagai sebuah partai-- mengharuskannya memilih dan menetapkan ide-ide tertentu berikut tata pelaksanaan-nya secara mendetail, sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam perjuangannya, yaitu untuk melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam dengan jalan menegakkan Daulah sekaligus mengangkat seorang Khalifah. Begitu pula sesuai dengan apa yang telah ditunjukkan oleh ide-ide, hukum-hukum dan pendapat-pendapat tersebut, bahwa Islam adalah sebuah Mabda' (ideologi) yang mencakup Aqidah dan Sistem (peraturan hidup) yang dapat memecahkan seluruh problematika manusia dalam kehidupan.
Maka hal ini akan menjadikan Hizb sebagai partai politik yang khas, dimana ide-ide, hukum-hukum dan pendapat-pendapatnya menjadi pengikat bagi para anggotanya, atau wadah tunggal bagi kelangsungan Hizb dan kemurnian pemikiran-pemikirannya, juga agar Hizb dapat menyatukan ummat dengan ide-ide, hukum-hukum dan pendapat-pendapatnya --karena dianggap benar-- dan supaya umat menganggap ide-ide, hukum-hukum serta pendapat-pendapat tersebut milik umat itu sendiri, sehingga dapat menerapkannya dan mengem-bangkannya bersama-sama Hizb demi mewujudkannya dalam realita kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Inilah yang menjadikan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum tersebut dikenal sebagai ide-ide Hizbut Tahrir, terutama di negeri-negeri Arab dan di semua negeri Islam pada umumnya, bahkan di seluruh dunia.
Hizb telah menghimpun semua hal yang telah ditabannikan (ditetapkan sebagai Tsaqafah Hizb) baik yang berupa ide, pendapat maupun hukum, kedalam kitab-kitabnya, begitu pula dalam banyak nasyrahnya yang diterbitkan dan disebarkan untuk masyarakat umum.
Adapun manhaj (strategi) Hizbut Tahrir dalam rangka mengubah masyarakat dan metode yang ditabannikan/ditetapkan baik untuk tahapan-tahapan dakah maupun untuk mengemban dakwah dalam rangka merealisasikan tegaknya Daulah Khilafah dengan berlakunya kembali hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT serta tersebarnya risalah Islam ke seluruh pelosok Dunia, maka sesungguhnya Hizbut Tahrir telah mengikatkan diri kepada hukum syara' dalam menjalankan semua hal tersebut di atas, dan senantiasa meneladani Rasulullah dalam perjalanannya menegakkan Daulah, seperti bagaimana cara beliau menerapkan hukum-hukum Syara' yang berkaitan dengan urusan kenegaraan dan masyarakat, serta bagaimana cara beliau mengemban dakwah.
Hizbut Tahrir melakukan semua hal yang disebut di atas, karena Allah SWT telah mewajibkan kaum muslimin untuk selalu terikat dengan hukum-hukum syara', dan senantiasa meneladani perilaku Rasulullah saw serta mengambil seluruh hal yang dibawa beliau dari sisi Rabbnya. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ و اليَوْمَ الأَخِرِ و ذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
"Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suatu contoh yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharapkan (keridlaan) Allah dan hari kemudian, serta banyak mengingat Allah." (Al Ahzab: 21)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِر لَكُم ذُننُوبَكُمْ
"Katakanlah (Muhammad) 'Apabila kalian mencitai Allah, maka ikutilah aku tentu Allah akan mencintai kalian dan akan mengampuni dosa-dosa kalian."
(Ali ‘Imran: 31)

وَ مَـا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوه و مَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
"Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambillah dan apa saja yang dilarangnya, maka tinggalkanlah..." (Al Hasyr: 7)

Dan masih banyak lagi ayat lain yang menunjukkan wajibnya mengikuti Rasul saw, meneladani dan mengambil hukum hanya dari beliau saja.
Telah disadari sepenuhnya oleh Hizbut Tahrir bahwa Rasulullah saw dahulu berdakwah kepada orang-orang kafir, sedangkan kita sekarang mengemban dakwah kepada kaum muslimin agar mereka selalu mengikatkan diri kepada hukum-hukum Islam, dan berjuang bersama-sama Hizb untuk menerapkan kembali sistem pemerintahan sesuai dengan hukum-hukum yang telah diturunkan Allah. Meskipun demikian, kita pun mengerti bahwa negeri-negeri kaum kuslimin sekarang --sangat disayangkan-- ternyata tidak dapat dianggap sebagai Daarul Islam, dan masyarakat yang ada di dalamnya pun bukan masyarakat yang Islami.
Oleh karena itulah aktivitas Hizbut Tahrir difokuskan pada upaya mengubah negeri-negeri Islam menjadi Daarul Islam dan mengubah masyarakat di dalamnya menjadi masyarakat yang Islami, sebagai-mana yang dilakukan Rasulullah saw tatkala mengubah keadaan Makkah dan daerah-daerah lainnya menjadi Daarul Islam, lalu mengubah masyarakat jahiliyah di dalamnya menjadi masyarakat yang Islami.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, Hizbut Tahrir lalu mentabanni/menetapkan metode dan cara mengemban dakwah yang secara global dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Hizbut Tahrir mengemban dakwah dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الخَيْرِ و يَأْمُرُونَ بِالمَعْروفِ و يَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ
"Hendaklah ada diantara kalian satu jama'ah (partai) yang menyeru pada alkhair (Islam), dan menyuruh kepada yang ma'ruf (hal-hal yang wajib) dan mencegah dari yang munkar (maksiat)." (Ali ‘Imran: 104)

Selain dalam rangka melaksanakan hukum syara' yang mewajibkan kaum muslimin menerapkan hukum-hukum Islam dan mengembannya agar dapat kembali diterap-kan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Hizbut Tahrir dalam mengemban dakwahnya bukan sekedar memenuhi kewajiban, melainkan demi terwujudnya sistem Khilafah dan diterapkannya kembali hukum-hukum Allah di muka bumi ini.
(2) Hizbut Tahrir selalu berpedoman untuk menjadikan hukum-hukum syara' sebagai asas bagi seluruh tindakan dan aktivitasnya, dan sebagai kaidah (patokan) dalam menentukan sikap terhadap berbagai Mabda' di dunia, juga berbagai peristiwa dan kejadian dalam masyarakat. Hizb selalu menjadikan halal-haram sebagai tolok ukur bagi seluruh tindakan dan aktivitasnya. Hizb meyakini bahwa kedaulatan hanya untuk Islam semata, bukan untuk yang lain.
Oleh karena itu, Hizbut Tahrir berketetapan untuk bersikap terus terang, berani dan tegas serta menentang setiap hal yang bertentangan dengan Islam, baik berupa ideologi, agama, aqidah, pemikiran, persepsi, adat-istiadat dan tradisi --sekalipun harus menghadapi fanatisme pengikutnya dan sekalipun harus melawan para pengikutnya. Hizb tidak akan bermanis muka kepada siapa pun, apabila harus mengorbankan Islam. Hizb tidak akan mengatakan kepada pemeluk agama, aqidah, ideologi dan pemikiran serta seruan-seruan yang tidak Islami: "Tetaplah kalian pada keyakinan kalian", malah sebaliknya, Hizb akan menyeru mereka agar meninggalkan keyakinannya, karena merupakan kekufuran dan kesesatan serta menyeru mereka agar memeluk Islam, karena hanya Islamlah satu-satunya (agama dan ideologi) yang benar.
Oleh karena itu, Hizb beranggapan bahwa seluruh agama selain Islam seperti Yahudi dan Nasrani, atau seluruh prinsip ideologi di dunia selain ideologi Islam seperti Komunisme-Sosialisme dan Kapitalisme adalah agama-agama dan ideologi-ideologi kufur; dan bahwasanya orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah kafir; serta siapa saja yang meyakini Kapitalisme, Komunisme-sosialisme berarti ia telah kafir.
Lebih dari itu, Hizb menganggap bahwa menyeru kepada Nasionalisme, kesukuan dan fanatisme golongan/madzhab adalah haram menurut Islam. Menurut Hizb haram hukumnya bagi kaum muslimin untuk mendirikan partai-partai yang menyeru kepada Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, menyeru kepada Sekulerisme, gerakan Free Masonry, atau menyeru kepada Nasionalisme, kesukuan, fanatisme mazhhab/ golongan dan agama-agama apapun selain Islam; dan atau bergabung dengan suatu partai yang berpaham salah satu di atas.
Demikian pula Hizb tidak berkompromi dengan para penguasa dan tidak memberikan loyalitas kepada mereka, berikut konstitusi dan perundangan-undangan mereka, dengan alasan bahwa hal ini akan membantu kelancaran dakwah. Sebab, syara' memang tidak membolehkan mengambil sarana yang haram untuk memenuhi suatu kewajiban. Sebaliknya, Hizb mengoreksi dan mengkritik para penguasa itu dengan tegas. Hizb menganggap bahwa peraturan yang mereka terapkan adalah peraturan kufur, sehingga harus dihilangkan dan diganti dengan hukum-hukum Islam. Hizb juga menganggap bahwa mereka pada hakekatnya adalah orang-orang fasik dan zhalim, karena telah menjalankan hukum-hukum kufur, sebagaimana Hizb mengangggap bahwa siapa pun diantara penguasa itu mengingkari kelayakan Islam atau salah satu hukum-hukumnya untuk diterapkan adalah termasuk orang kafir.
Hizbut Tahrir juga menolak bergabung dengan sistem pemerintahan mereka, sebab hal ini berarti bergabung dengan hukum-hukum kufur yang jelas-jelas haram hukumnya bagi kaum Muslimin. Hizb juga menolak membantu mereka untuk melakukan ishlah (perbaikan) di bidang ekonomi, pendidikan, sosial-kemasyarakatan maupun di bidang moral. Membantu mereka berarti membantu orang-orang zhalim dan dapat memperkuat kedudukan mereka, melestarikan sistem yang mereka terapkan yang jelas-jelas kerusakan dan kekufurannya. Sebaliknya, apa yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah mengguncang posisi mereka, dan menggugat sistem perundangan kufur yang mereka terapkan atas kaum kaum muslimin, dalam rangka mengembalikan penerapan dan pelaksanaan hukum-hukum Islam.
(3) Hizbut Tahrir berjuang untuk menerapkan Islam secara sempurna yang meliputi seluruh hukum Syara', baik yang berkaitan dengan ibadah, mu'amalah, akhlaq maupun peraturan (perundang-undangan), sebagai perwujudan dari firman Allah SWT:

وَ أَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَــا أَنْزَل اللهُ
"Hendaklah engkau (Muhammad) putuskan perkara (pengadilan dan pemerintahan) di tengah-tengah mereka itu dengan apa yang diturunkan Allah."
(Al Maidah: 49)

وَ مَا أَتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوهُ و مَا نَهَاكُمُ عَنْهُ فَا نْتَهُوا
"Apa saja yang telah dibawa Rasul ambillah, dan apa saja yang dilarangnya tinggalkanlah." (Al Hasyr: 7)

Lafadz مَا (apa saja) yang ada dalam dua ayat tersebut di atas adalah lafadz umum, mencakup seluruh hukum yang diturunkan Allah dan seluruh perkara yang dibawa Rasulullah saw. Dengan demikian, menerapkan seluruh hukum yang diturunkan Allah dan mengambil seluruh apa yang dibawa Rasulullah saw adalah wajib hukumnya, tidak ada perbedaan antara hukum yang satu dengan hukum yang lain, kewajiban yang satu dengan kewajiban yang lain, larangan yang satu dengan larangan yang lain; karena seluruhnya wajib diterapkan dan dilaksanakan, dan tidak boleh diterapkan sebagian (secara parsial) dan ditinggalkan sebagian yang lain, sebagaimana tidak boleh diterapkan secara bertahap, sebab kita dituntut menerapkan keseluruhannya, secara serentak dan sempurna.
Pada saat keadaan (masyarakat) bertentangan dengan Islam, maka sesungguhnya tidak diperbolehkan menakwilkan Islam agar sesuai dengan keadaan, sebab dengan usaha ini berarti telah mengubah Islam. Seharusnya, keadaan masyarakatlah yang harus diubah sehingga sesuai dengan Islam dan diatur menurut Syari'at Islam.
(4) Berdasarkan sirah/perjalanan dakwah Rasulullah saw semenjak beliau diutus sebagai Rasul dalam menegakkan daulah dan mengubah Daarul kufur menjadi Daarul Islam, serta mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang Islami, maka Hizb telah menentukan langkah operasionalnya dalam tiga marhalah/tahapan:
Pertama: Marhalah Tatsqif, yaitu tahap pembinaan dan pengkaderan untuk melahirkan individu-individu yang meyakini fikrah dan metode Hizb guna membentuk kerangka gerakan.
Kedua: Marhalah Tafa'ul ma'al Ummah, yaitu tahap berinteraksi dengan ummat agar ummat turut memikul kewajiban dakwah, sehingga akan menjadikannya sebagai masalah utama dalam hidupnya, serta berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Ketiga: Marhalah Istilamil Hukmi, yaitu tahap pengambilalihan kekuasaan, dan penerapan Islam secara utuh serta menyeluruh, lalu mengembannya sebagai risalah ke seluruh penjuru dunia.

Tahap pertama sesungguhnya adalah tahap pembentukan gerakan, dimana saat itu ditemukan benih gerakan dan terbentuk Halaqah Pertama setelah memahami konsep dan metode dakwah Hizb. Halaqah pertama itu kemudian menghubungi anggota-anggota masyarakat untuk menawarkan konsep dan metode dakwah Hizb, secara individual.
Siapa saja yang menerima fikrah Hizb langsung diajak mengikuti pembinaan secara intensif dalam halaqah-halaqah, Hizb sampai mereka menyatu dengan ide-ide Islam dan hukum-hukumnya yang ditabanni (dipilih dan ditetapkan) oleh Hizb; memiliki kepribadian Islam, yaitu mempunyai pola pikir yang Islami sehingga menjadikannya senantiasa melihat pemikiran, kejadian atau peristiwa baru dengan pandangan Islam, menjadikan dirinya tatkala memutuskan sesuatu selalu berlandaskan pada tolok ukur Islam, yaitu halal dan haram; selain memiliki pola jiwa yang Islami (Nafsiyah Islamiyah), sehingga akan menjadikannya senantiasa mengikuti Islam walau kemanapun sertamenentukan langkah-langkahnya atas dasar Islam. Sehingga mereka ridla kepada sesuatu yang diridlai Allah dan Rasul-Nya, marah dan benci kepada hal-hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka, lalu mereka akan tergugah mengemban dakwah ke tengah-tengah ummat setelah mereka menyatu dengan Islam. Sebab pelajaran yang diterimanya dalam halaqah merupakan pelajaran yang bersifat amaliyah (praktis) dan berpengaruh (terhadap lingkungan), dengan tujuan untuk diterapkan dalam kehidupan dan dikembangkan di tengah-tengah ummat.
Apabila seseorang telah sampai pada tingkatan ini, dialah yang akan mengharuskan dirinya bergabung dan menyatu menjadi bagian dari gerakan Hizb. Demikianlah yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw, pada tahap pertama dalam dakwahnya --yang berlangsung selama tiga tahun. Pada saat itu Beliau menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat secara perorangan dengan menawarkan apa yang telah diturunkan Allah SWT kepadanya (berupa aqidah dan ide-ide Islam). Siapa saja yang menerima dan mengimani beliau berikut risalah yang dibawanya, maka ia akan bergabung dengan kelompok yang telah dibentuk Nabi atas dasar Islam, secara rahasia. Beliau selalu menyampaikan bagian-bagian risalah, dan selalu membacakan ayat-ayat Al qur`an yang diturunkan kepada beliau, sampai merasuk ke dalam diri mereka. Beliau menemui mereka secara sembunyi-sembunyi, mengajar mereka secara rahasia di tempat-tempat yang tidak diketahui masyarakat pada umumnya. Mereka melaksanakan ibadah juga secara diam-diam, sampai saatnya Islam dikenal dan menjadi pembicaraan masyarakat di Makkah, sebagian mereka bahkan masuk Islam secara berangsur-angsur.
Pada tahap pembentukan kader ini, Hizb mem-batasi aktivitasnya hanya pada kegiatan pembinaan saja. Hizb lebih memusatkan perhatiannya untuk membentuk kerangka gerakan, memperbanyak anggota/pendukung, membina mereka secara ber-kelompok dan intensif dalam halaqah-halaqah Hizb dengan tsaqafah yang telah ditentukan sehingga berhasil membentuk satu kelompok partai yang terdiri dari orang-orang yang telah menyatu dengan Islam, mentabanni (menerima dan mengamalkan) ide-ide Hizb, serta telah berinteraksi dengan masyarakat dan mengembangkannya ke seluruh lapisan ummat.
Setelah Hizb dapat membentuk kelompok partai sebagaimana yang dimaksud di atas, juga setelah masyarakat mulai merasakan kehadirannya, mengenal ide-ide dan cita-citanya, pada saat itu sampailah Hizb ke tahap kedua.

Tahap kedua adalah tahap berinteraksi dengan masyarakat, agar ummat turut memikul kewajiban menerapkan Islam serta menjadikannya sebagai ma-salah utama dalam hidupnya. Caranya, yaitu dengan menggugah kesadaran dan opini umum pada masyarakat terhadap ide-ide dan hukum-hukum Islam yang telah ditabanni oleh Hizb, sehingga mereka menjadikan ide-ide dan hukum-hukum tersebut sebagai pemikiran-pemikiran mereka, yang mereka perjuangkan di tengah-tengah kehidupan, dan mereka akan berjalan bersama-sama Hizb dalam usahanya menegakkan Daulah Khilafah, mengangkat seorang Khalifah untuk melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Pada tahap ini Hizb mulai beralih menyampaikan dakwah kepada masyarakat banyak secara kolektif. Pada tahap ini Hizb melakukan kegiatan-kegiatan seperti berikut:
(1) Pembinaan Tsaqafah Murakkazah (intensif) melalui halaqah-halaqah Hizb untuk para pengikutnya, dalam rangka membentuk kerangka gerakan dan memper-banyak pengikut serta mewujudkan pribadi-pribadi yang Islami, yang mampu memikul tugas dakwah dan siap mengarungi samudera cobaan dengan pergolakan pemikiran, serta perjuangan politik.
(2) Pembinaan Tsaqafah Jama'iyah bagi ummat dengan cara menyampaikan ide-ide dan hukum-hukum Islam yang telah ditabanni/ditetapkan Hizb, secara terbuka kepada masyarakat umum. Aktivitas ini dapat dilakukan melalui pengajian-pengajian di Masjid, di aula atau di tempat-tempat pertemuan umum lainnya. Bisa juga melalui media massa, buku-buku, atau selebaran-selebaran. aktivitas ini bertujuan untuk mewujudkan kesadaran umum di tengah masyarakat, agar dapat berinteraksi dengan ummat sekaligus menyatukannya dengan Islam; juga untuk menggalang kekuatan rakyat sehingga mereka dapat dipimpin untuk menegakkan Daulah Khilafah dan mengembalikan penerapan hukum sesuai dengan yang diturunkan Allah SWT.
(3) Ash Shira'ul Fikri (pergolakan pemikiran) untuk menentang ideologi, peraturan-peraturan dan ide-ide kufur, selain untuk menentang aqidah yang rusak, ide-ide yang sesat dan pemahaman-pemahaman yang rancu. Aktivitas ini dilakukan dengan cara menjelaskan kepalsuan, kekeliruan dan kontradiksi ide-ide tersebut dengan Islam, untuk memurnikan dan menyelamatkan masyarakat dari ide-ide yang sesat itu, serta dari pengaruh dan dampak buruknya.
(4) Al Kifaahus Siyasi (perjuangan politik) yang mencakup aktivitas-aktivitas:
a) Berjuang menghadapi negara-negara kafir imperialis yang menguasai atau mendominasi negeri-negeri Islam; berjuang menghadapi segala bentuk penjajahan, baik penjajahan pemikiran, politik, ekonomi, maupun militer; mengungkap strategi yang mereka rancang; membongkar persekongkolan mereka, demi untuk menyelamatkan ummat dari kekuasaan mereka dan membebaskannya dari seluruh pengaruh dominasi mereka.
b) Menentang para penguasa di negara-negara Arab maupun negeri-negeri Islam lainnya; mengungkapkan (rencana) kejahatan mereka; menyampaikan nasehat/kritik kepada mereka; dan berusaha untuk meluruskan mereka setiap kali mereka merampas hak-hak rakyat atau pada saat mereka melalaikan kewajibannya terhadap ummat, atau pada saat mengabaikan salah satu urusan mereka. Disamping berusaha untuk menggulingkan sistem pemerintahan mereka, yang menerapkan perundang-undangan dan hukum-hukum kufur, yaitu dengan tujuan menegakkan dan menerapkan hukum Islam untuk menggantikan hukum-hukum kufur tersebut.
(5) Mengangkat dan menetapkan kemaslahatan ummat, yaitu dengan cara melayani dan mengatur seluruh urusan ummat, sesuai dengan hukum-hukum syara'.

Dalam melakukan semua aktivitas ini, Hizb senantiasa mengikuti jejak Rasulullah saw, khususnya setelah turun kepada beliau firman Allah SWT:

فَـاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرْ و أَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala yang diperintahkan (kepadamu), dan ber-palinglah dari orang-orang Musyrik." (Al Hijir: 94)

Ketika itu beliau langsung menampakkan risalahnya secara terang-terangan dengan mengajak orang-orang Quraisy pergi berkumpul ke bukit Shafa, kemudian menyampaikan kepada mereka bahwa sesungguhnya beliau adalah seorang Nabi yang diutus, dan beliau meminta agar mereka mengimaninya. Beliau me-nyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Quraisy sebagaimana beliau melakukannya kepada individu-individu. Beliau menentang orang-orang quraisy, Tuhan-tuhan sesembahan mereka, keyakinan-keyakinan, dan ide-ide mereka; dengan cara menjelaskan kepalsuan, dan kerusakannya. Beliaupun mencela dan menyerang mereka sebagaimana yang beliau lakukan terhadap keyakinan-keyakinan, dan ide-ide yang ada pada saat itu.
Sedangkan ayat-ayat Al Qur`an yang turun kepada beliau secara beruntun selalu terkait dengan kondisi yang ada pada saat itu. Ayat Al Qur`an turun dengan menyerang kebiasaan-kebiasaan buruk mereka, seperti; memakan harta riba, mengubur hidup-hidup anak wanita, curang dalam timbangan, ataupun berzina. Ayat-ayat itu juga menyerang para pemimpin dan tokoh-tokoh Quraisy, memberinya predikat sebagai orang-orang bodoh, termasuk kepada nenek moyang mereka; disertai dengan pengungkapan terhadap perse-kongkolan-persekongkolan yang mereka rencanakan untuk menentang Rasul saw, dakwah beliau dan para shahabat beliau.
Hizb dalam mengembangkan ide-idenya; me-nentang ide-ide lain (yang bertentangan dengan Islam) dan kelompok-kelompok politik (yang tak berasaskan Islam); melawan negeri-negeri kafir; atau dalam menentang para penguasa, senantiasa bersikap terbuka, terang-terangan, dan menantang, tidak berbasa-basi, berpura-pura ataupun berkompromi; tidak berputar-putar dan tidak pula mementingkan keselamatan diri sendiri, tanpa memandang hasil dan keadaan yang terjadi. Hizb tetap akan menghadapi setiap hal yang bertentangan dengan Islam dan hukum-hukumnya. Suatu keadaan yang akan membawanya kepada bahaya berupa penyiksaan pedih dari para penguasa, perlawanan kelompok-kelompok politik non Islami dan para pengemban dakwah (yang bertentangan dengan Hizb), bahkan kadang-kadang menghadapi perlawanan mayoritas masyarakat.
Dalam hal ini Hizb selalu meneladani sikap Rasulullah saw. Beliau datang dengan membawa risalah Islam ke dunia ini dengan cara yang menantang, terang-terangan, namun yakin terhadap kebenaran yang diserukannya, dan menentang kekufuran berikut ide-idenya yang ada di seluruh dunia. Beliau menyatakan perang atas seluruh manusia, tanpa memandang lagi warna, kulit --baik yang hitam maupun yang putih-- tanpa memperhitungkan adat-istiadat, agama-agama, kepercayaan-kepercayaan, para penguasa ataupun masyarakatnya. Beliau tidak menoleh sedikit pun, kecuali kepada risalah Islam. Beliau memulai dakwahnya di tengah-tengah kaum musyrikin Quraisy, dengan menyebut Tuhan-tuhan sesembahan mereka yang disertai celaan, menentang segala sesuatu yang menjadi keyakinan mereka dan memandang rendah sembahan mereka. Sedangkan beliau --dalam melakukan semua ini-- adalah sendirian, tanpa seorang pun yang mendampinginya, tanpa senjata apapun kecuali keyakinannya yang amat mendalam terhadap risalah Islam yang dibawanya.
Meskipun Hizb dalam berdakwah senantiasa mengikatkan diri kepada apa yang dilakukan Rasul saw, dengan cara yang jelas, terang-terangan, dan menantang; akan tetapi Hizb membatasinya pada aktivitas-aktivitas politik dan tidak menggunakan cara-cara fisik/kekerasan dalam melawan penguasa, atau siapa saja yang menghalang-halangi dakwahnya, termasuk terhadap mereka yang telah menyiksa anggota-anggotanya. Hal ini dilakukan, juga untuk meneladani Rasulullah saw yang membatasi aktivitasnya ketika di Makkah hanya pada dakwah dengan tidak melakukan aktivitas kekerasan, sampai beliau berhijrah ke Madinah. Ketika delegasi yang melakukan bai'at 'Aqabah ke-II menawarkan kepada beliau, agar diizinkan memerangi penduduk Mina (jama'ah Haji dari berbagai Qabilah), beliau menjawab:

لَمْ نُؤْمَرْ بِذَلِكَ بَعْد
"Kita belum diperintahkan melakukan itu (perang)."

Allah SWT juga telah meminta agar beliau tetap bersabar terhadap berbagai macam penganiayaan, seperti yang dialami para Rasul sebelumnya. Allah SWT berfirman:

و لَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبــُوا وَ أُوذُوا حَتَى أَتَاهُم نَصْرُنَا
"Sungguh telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka tetap bersabar akan pendustaan dan penganiayaan terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka."
(Al An’aam: 34)

Tatkala masyarakat dan ummat telah mulai bersikap jumud/apatis, tidak menerima, bahkan menentang dakwah (yang dilakukan Hizb), maka Hizb kembali mengadakan penelaahan; mempelajari lagi sirah Rasulullah saw untuk mencari petunjuk, kalau-kalau Rasulullah juga pernah menghadapi hal demikian. Dengan upaya penelaahan ini, sampailah Hizb pada kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
(1) Sesungguhnya ketika Abu Thalib meninggal, keadaan masyarakat Makkah mulai bersikap jumud, bagaikan pintu yang tertutup rapat di hadapan Nabi. Penyiksaan Quraisy terhadap diri Rasulullah semakin keras, sampai ke tingkat yang belum pernah mereka lakukan tatkala Abu Thalib masih hidup. Oleh karena itu, perlindungan terhadap beliau menjadi lemah bila dibandingkan dengan keadaan ketika Abu Thalib masih hidup.
Dalam keadaan seperti ini, Allah SWT kemudian menurunkan wahyu agar beliau menawarkan diri kepada para qabilah Arab untuk mendapatkan perlindungan dan pertolongan, sehingga beliau dapat menyampaikan risalah Islam yang dibawanya dalam keadaan aman dan terlindung.
Ibnu Katsir dalam kitabnya As Sirah, me-riwayatkan dari Ali bin Abi Thalib yang berkata:

لَمَّـا أَمَرَ اللهُ رَسُوْلَهُ أَنْ يَعْرضَ نَفْسَهُ عَلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ خَرَجَ و أَنَا مَعَهُ وَ أَبُو بَكْرٍ إِلَى مِنَى حَتَى دَفَعَنَا إلى مَجْلِسٍ مِنْ مَجَالِسِ الْعَرَبِ
"Ketika Allah menyuruh Rasul-Nya untuk menawarkan (pertolongan dan perlindungan) dirinya kepada para qabilah Arab, beliau pergi keluar bersamaku disertai Abu Bakar menuju bukit Mina, sehingga kami sampai di salah satu tempat berkumpulnya Qabilah tersebut."

Ibnu Katsir juga meriwayatkan dari Abdullah Ibnu 'Abbas, berasal dari 'Abbas (Ayahnya) berkata:

قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ : لاَ أَرَى لِيْ عِنْدَكَ وَ لاَ عِنْدَ أَخِيكَ مَنَعَةً ، فَهَلْ أَنْتَ مُخْرِجِيَّ إِلَى السُوْقِ غَدًا حَتَّى نُقِرَّ فِي مَنَازِلِ قَبَائِلِ النَّاسِ - وَ كَانَتْ مَجْمَعُ العَرَبِ ، قَالَ : فَقُلْتُ هَذِهِ كِنْدَة وَ لَفُّهَا وَ هِيَ أَفْضَلُ مَنْ يَحُجُّ مِنَ الْيَمَنِ ، وَ هَذِهِ مَنَازِلُ بَكْر بنُ وَائِلٍ، وَ هَذِهِ مَنَازِلُ بَنِيْ عَامِرْ بْنُ صَعْصَعَة ، فَاخْتَرْ لِنَفْسِكَ ، فَبَدَأَ بِكِنْدَة فَأَتَاهُمْ
Berkata Rasulullah saw kepadaku: 'Aku tidak me-lihat usahamu melindungiku dan juga saudaramu. Maukah engkau besok pagi mengantarkanku pergi ke pasar, ke tempat perkemahan para qabilah (Arab) --di mana pasar pada saat itu merupakan tempat berkumpulnya qabilah-qabilah. Al Abbas berkata: 'lalu aku katakan: Ini qabilah Kindah dan kerabatnya, merekalah sebaik-baik qabilah dalam melaksanakan ibadah haji yang berasal dari Yaman. Dan ini adalah tempat tinggal keluarga Bakr bin Wa`il, sedangkan itu kediaman Bani Bakr bin Sha`sha`ah, pilihlah sekehendakmu'. berkata (Al Abbas): lalu beliau memulai dari qabilah Kindah, kemudian mereka berdua mendatanginya."
(2) Sesungguhnya perkara yang diminta (oleh Rasulullah) dari para qabilah tersebut, disamping permintaan untuk mengimani dan membenarkan beliau sebagai Rasul, juga untuk melindunginya sehingga beliau dapat menyampaikan risalah yang dibawanya dalam keadaan selamat. Semua nash yang menceritakan upaya Rasulullah saw dalam mencari dan mendapatkan perlindungan dari para Qabilah, seluruhnya menunjukkan bahwa beliau meminta pertolongan dengan maksud untuk mendapatkan perlindungan bagi dirinya berikut dakwahnya.
(3) Sesungguhnya persyaratan yang diajukan Bani Kindah dan Bani 'Amir bin Sha'sha'ah agar kekuasaan atau pemerintahan sepeninggal beliau diberikan ke tangan mereka, menunjukkan bahwa mereka mengerti dari apa yang diminta oleh Rasulullah dalam upaya melindungi beliau dan meno- longnya, bahwa beliau berkehendak mendirikan suatu wilayah kekuasaan tertentu atau suatu pemerintahan. Oleh karena itu mereka meminta kekuasaan itu kembali ke tangan mereka apabila mereka berhasil menolong beliau.
(4) Sesungguhnya pertolongan penduduk Madinah kepada beliau berikut pelaksanaan Bai'atul 'aqabah ke dua, kemudian usaha beliau mendirikan sebuah negara ketika beliau sampai di Madinah, menunjukkan secara jelas bahwa tujuan meminta pertolongan tersebut di atas, adalah untuk menegakkan sebuah wilayah kekuasaan (suatu pemerintahan) Islam guna menerapkan hukum-hukum Islam di dalamnya.
(5) Berdasarkan studi terhadap point-point tersebut di atas, Hizb telah menarik kesimpulan bahwa upaya mencari pertolongan berbeda dengan upaya pengkaderan/pembinaan pada tahap dakwah pertama, berlainan pula dengan interaksi terhadap masyarakat pada tahap kedua --walaupun Thalabun Nushrah/ meminta pertolongan dilakukannya pada tahap ke dua-- dan bahwasanya Thalabun Nushrah merupakan bagian dari thariqah (metode dakwah) yang harus di teladani, apabila masyarakat di sekitar para pengemban dakwah mengalami kondisi jumud, dan ketika penganiayaan terhadap mereka semakin menjadi-jadi.
Oleh karena itu Hizbut Tahrir, telah meng-gabungkan Thalabun Nushrah dengan aktivitas dakwah lainnya. Hizb meminta pertolongan tersebut kepada mereka yang memiliki kemampuan (kekuatan). Tujuannya ada dua macam, yaitu:
Pertama, untuk mendapatkan perlindungan (himayah) sehingga tetap dapat melakukan aktivitas dakwah dalam keadaan aman dan terlindung.
Kedua, untuk mencapai tingkat pemerintahan/ kekuasaan dalam rangka menegakkan Daulah Khilafah dan menerapkan kembali hukum-hukum berdasarkan apa yang telah diturunkan Allah SWT dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Sekalipun Hizb telah melakukan upaya mencari pertolongan ini, namun Hizb tetap melanjutkan seluruh aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya selama ini; mulai dari pembinaan dalam halaqah intensif untuk anggotanya maupun untuk masyarakat umum; memberi perhatian penuh kepada ummat agar mereka dapat mengemban Islam; mewujudkan opini umum di tengah-tengah umat; berjuang menentang negara-negara kafir imperialis, mengungkap rencana jahat mereka, membongkar persekongkolan mereka; dan menentang para penguasa; hingga aktivitas mengangkat dan menetapkan kemaslahatan umat. Hizb tetap melanjutkan aktivitas-aktivitasnya ini, dengan harapan mudah-mudahan Allah segera memberikan kepadanya dan kepada seluruh umat Islam suatu kemenangan, keberhasilan dan kesuksesan. Ketika itulah orang-orang yang beriman akan bergembira karena telah tiba nashrullah (pertolongan Allah SWT).
Dan berkat kemurahan-Nya yang diberikan kepada kita dan kepada seluruh umat Islam jua akan terbentuk suatu opini umum; pada akhirnya hanya Islamlah yang menjadi tumpuan harapan umat Islam untuk menyelesaikan masa penderitaannya; dan masalah Khilafah akan senantiasa menjadi topik pembicaraan sehari-hari; menjadikan tegaknya Daulah Khilafah dan kembali berlakunnya hukum-hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah SWT sebagai cita-cita kaum muslilimin seluruhnya.
Kepada Allah kita memohon, agar kiranya mempertegas langkah kita, memberi ketentraman pada jiwa kita, mengokohkan usaha kita dengan pertolongan malaikat-malaikat-Nya, serta orang-orang Mukmin yang ikhlas, memuliakan kita dengan suatu kemenangan yang agung, gemilang dari sisi-Nya; memudahkan langkah kita untuk menegakkan Khilafah, mengangkat seorang Khalifah untuk seluruh kaum muslimin yang dibai'at untuk didengar dan ditaati perintahnya --selama menerapkan (hukum Islam) di tengah-tengah kita sesuai dengan Kitabullah dan sunnah Rasul SAW kemudian memusnahkan sistem kufur yang ada di seluruh negeri kaum muslimin serta mempersatukan mereka di bawah naungan panji-panji Khilafah, menggabungkan negeri-negeri mereka dalam wadah Daulah Khilafah. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas yang dikehendakinya. Sebagai akhir dari do'a ini kami ucapkan:
الحمد لله رب العلمين
************ ******** *************

No comments: