Monday, May 21, 2007

MEKANISME MEMANAGE HARTA

MEKANISME MEMANAGE HARTA


Hak Memanage
Pemilikan telah didefiniskan sebagai suatu hukum syara' yang ditentukan pada zat benda atau kegunaan (utility) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi --baik karena barangnya diambil kegunaan (utility)-nya oleh orang lain, seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya, seperti dibeli-- dari barang tersebut. Oleh karena itu, pemilikan adalah hukum syara' yang ditentukan pada zat benda atau kegunaan (utility) tertentu. Dengan kata lain, pemilikan itu merupakan izin As Syari'.
Oleh karena itu, hak memanage tersebut sebenarnya merupakan konsekuensi dari hukum syara', yaitu konsekuensi dari adanya kebolehan bagi pemilik untuk memanfaatkan barang, dus memperoleh kompensasi karena adanya pemanfaatan tersebut. Jadi, hak memanage kepemilikan tersebut sebenarnya terikat dengan izin As Syari'. Sebab pemilikan itu hakikatnya merupakan izin As Syari' untuk suatu pemanfaatan. Maka, hak memanage itu juga berarti hak untuk memanfaatkan suatu zat barang.
Dan ketika harta itu merupakan milik Allah, sementara Allah telah menyerahkan kekuasaan atas harta tersebut kepada manusia, melalui izin dari-Nya, maka pemerolehan seseorang terhadap harta itu sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memanfaatkan serta mengembangkan harta, yang antara lain adalah karena menjadi hak miliknya. Sebab, ketika seseorang memiliki harta, maka dia esensinya memiliki harta tersebut hanya untuk dimanfaatkan. Sehingga dalam hal ini, dia terikat dengan hukum-hukum syara', bukan bebas memanage secara mutlak. Sebagaimana dia tidak bisa bebas memanage zat barang itu sendiri secara mutlak, meskipun ia memiliki zatnya. Alasannya adalah, bahwa kalau dia memanage untuk memanfaatkan harta tersebut dengan cara yang tidak sah menurut syara', misalnya dengan menghambur-hamburkannya,
Teks asalnya berbunyi safhi. Safhi adalah tindakan menghambur-hamburkan harta, tanpa kendali. Safiih adalah sebutan bagi orang yang melakukan safhi. Dalam Islam, orang semacam ini tidak boleh dibiarkan memanage hartanya sendiri, tetapi harus diangkat seorang washi yang bertugas untuk memanage hartanya, sampai orang yang bersangkutan bisa normal dan bisa memanage hartanya dengan baik, [1]pent.[1]atau mempergunakannya untuk suatu kemaksiatan, maka negara wajib mengawalnya, dan melarangnya untuk memanage, dus merampas wewenang yang telah diberikan oleh negara kepadanya.
Oleh karena itu, memanage dan memanfaatkan suatu zat benda itulah yang merupakan makna yang dimaksud dari adanya pemilikan zat benda tersebut, atau itulah yang merupakan akibat dari adanya pemilikan tersebut. Sehingga hak memanage suatu zat benda yang dimiliki itu juga mencakup hak untuk memanagenya dalam rangka mengembangkan kepemilikan benda tersebut, termasuk hak untuk memanagenya dengan cara menafkahkan, baik karena hubungan --seperti hadiah, hibbah, dan wasiat-- maupun karena menjadi suatu nafkah --seperti ayah terhadap anaknya.
[1]Pengembangan Kepemilikan[1]
Pengembangan harta itu terikat dengan uslub dan faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan harta. Sedangkan pengembangan kepemilikan harta itu terkait dengan suatu mekanisme yang dipergunakan oleh seseorang untuk menghasilkan pertambahan kepemilikan tersebut. Oleh karena itu, sebenarnya sistem ekonomi itu tidak membahas tentang pengembangan harta, melainkan hanya membahas tentang pengembangan kepemilikannya. Islam juga tidak pernah mengemukakan tentang pengembangan harta, bahkan menyerahkan masalah pengembangan harta tersebut kepada individu agar mengembangkannya dengan uslub dan faktor produksi apa saja yang menurutnya layak dipergunakan untuk mengembangkan harta tersebut.
Sementara itu, Islam mengemukakan masalah pengembangan kepemilikan harta, dus menjelaskan hukum-hukumnya. Dari sinilah, maka pengembangan kepemilikan itu haruslah terikat dengan hukum-hukum tertentu yang telah dibuat oleh As Syari', dan tidak boleh melampauinya. As Syari' juga telah menjelaskan garis-garis besar tentang mekanisme yang dipergunakan untuk mengembangkan kepemilikan tersebut, lalu menyerahkan detailnya kepada para mujtahid agar mereka menggali hukum-hukumnya, sesuai dengan pemahaman terhadap fakta yang ada, serta pemahaman terhadap nash yang menjelaskan tentang mekanisme tertentu yang mengharamkan dan melarangnya, dari garis-garis besar tersebut. Maka, As Syari' telah menjelaskan mu'amalah dan transaksi-transaksi yang dipergunakan untuk mengembangkan kepemilikan tersebut, dus melarang seseorang untuk mengembangkan kepemilikan tersebut dengan suatu mekanisme yang khas.
Bagi orang yang meneliti harta-harta yang ada di dalam kehidupan dunia ini, maka --setelah melakukan penelitian tersebut-- pasti akan menemukan bahwa harta itu hanya ada tiga macam, yaitu tanah, harta yang diperoleh melalui pertukaran dengan barang, serta harta yang diperoleh melalui perubahan bentuknya dari satu bentuk menjadi berbagai bentuk yang lain. Dari sinilah, maka sesuatu yang lazim dipergunakan oleh orang untuk menghasilkan harta atau mengembangkannya adalah pertanian, perdagangan dan industri. Jadi, mekanisme untuk meningkatkan pemilikan seseorang atas harta inilah yang menjadi topik pembahasan di dalam sistem ekonomi. Sedangkan pertanian, perdagangan dan industri adalah uslub dan faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan harta. Jadi, hukum-hukum yang terkait dengan pertanian, perdagangan dan industri itulah yang sebenarnya menjelaskan tentang mekanisme yang dipergunakan oleh seseorang untuk mengembangkan kepemilikannya atas harta tersebut.
Syara' telah menjelaskan hukum-hukum pertanian, ketika menjelaskan hukum-hukum tanah serta hal-hal yang terkait dengan hukum-hukum tersebut. Syara' juga telah menjelaskan hukum-hukum perdagangan, ketika menjelaskan hukum-hukum jual beli, perseroan serta hal-hal yang terkait dengan hukum-hukum tersebut. Syara' juga telah menjelaskan tentang industri, ketika menjelaskan hukum-hukum tentang ajiir dan produksi. Sedangkan tentang hasil produksi atau barang-barang yang dihasilkannya, itu adalah termasuk dalam masalah perdagangan. Oleh karena itu, pengembangan kepemilikan tersebut terikat dengan hukum-hukum yang telah dibawa oleh syara', yaitu hukum-hukum tanah serta masalah-masalah yang terkait dengan hukum-hukum tersebut, hukum-hukum jual-beli, perseroan serta masalah-masalah yang terkait dengan hukum-hukum tersebut, serta hukum-hukum tentang ajiir dan produksi.

No comments: