Monday, May 21, 2007

MAKNA HIJRAH

Setiap kali membahas masalah hijrah, sering kali kita hanya membahas bagaimana Rasulullah saw. bersembunyi di dalam gua atau siapa yang menempati tempat tidur beliau. Kajian semacam itu dengan sendirinya mengalihkan perhatian kita dari hakikat sejati hijrah itu sendiri. Sejumlah peristiwa di seputar hijrah seharusnya mengingatkan kita bahwa Nabi saw., sambil bergantung pada wahyu sebagai sumber risalah Islam, beliau pun harus mengemban dakwah Islam sebagai manusia, dan melalui sarana-sarana yang bisa dilakukan oleh manusia.
Hijrahnya kaum Muslim ke Madinah bukanlah disebabkan ingin menghindari penganiayaan yang mereka alami di Makkah, atau karena mereka ingin tempat yang aman, atau karena ingin lari dari perlawanan yang mereka hadapi di Makkah. Hijrah adalah suatu peristiwa bersejarah yang mengubah arah dakwah, dan hal ini hanya bisa dipahami jika kita benar-benar mempelajari Sirah dengan cermat.
Sirah Nabi saw. adalah bagian integral dari Sunnah, dan merupakan bagian dari wahyu seperti halnya al-Quran. Setelah mengkaji secara cermat, kita dapat menemukan suatu metode spesifik dalam mengemban dakwah, serta jika kita ingin meraih ridha Allah Swt., maka kita wajib mengikuti metode Rasulullah saw. tersebut dalam tiap langkahnya dan dalam tiap tahapannya.
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS Ali ‘Imran [3]: 31)
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS al-Haysr [59]: 7)
Berdasarkan Sirah, hijrah menandai transisi dari fase dakwah yang dikenal dengan istilah thalab an-nushrah, ke fase penerapan Islam dalam bentuk negara. Nushrah ialah pemberian kekuasaan kepada seseorang melalui dukungan fisik atau janji taat dari unsur masyarakat yang memiliki kekuatan. Hijrah adalah hasil nyata dari proses pencarian dan penerimaan nushrah itu.
Tatkala Mush’ab bin Umair dikirim ke Madinah untuk menyebarkan Islam, dia berjuang keras di sana selama setahun sebelum para pemuka suku di Madinah pergi ke Makkah untuk memberikan kekuasaan mereka kepada Nabi saw. dengan memberikan baiat kepada beliau. Baiat tersebut dikenal dengan bai’at al-harb (baiat perang). Disebut baiat perang karena hal itu mengindikasikan kesiapan kaum Muslim untuk berperang--bila diperlukan--untuk melindungi Nabi saw., dakwah Islam, dan Negara Islam yang baru saja berdiri; meskipun pada saat itu tidak ada perang. Nabi saw. telah menghabiskan waktu sekitar empat tahun untuk mendakwahi sebagian besar suku di Najd (wilayah besar di antara Makkah dan Madinah) sebelum akhirnya beliau memperoleh nushrah dari Madinah.
Bila dibandingkan, dengan seluruh tekanan (gencarnya serangan pemikiran) yang Rasulullah saw. lakukan terhadap masyarakat kufur di Makkah, semua penganiayaan yang Quraisy lancarkan terhadap Nabi saw. dan kaum Muslim sebelum dan setelah datangnya nushrah dari para pemimpin Madinah itu sebenarnya hampir setara. Dari sini kita bisa melihat bahwa itu memang bagian dari rencana Quraisy untuk membunuh Muhammad saw. Jadi, benar bahwa setan dan para pengikutnya sangat takut terhadap penerapan hukum-hukum Allah Swt.
Inilah yang harus diperhatikan ketika kita mendiskusikan masalah hijrahnya Rasulullah saw. Banyak orang yang hanya memandang hijrah dari aspek spiritual belaka, padahal seharusnya kita harus membahas seluruh kepentingan ideologis dari peristiwa hijrah itu dari sudut pandang Islam dan misi dakwah Rasulullah saw.
Kita, kaum Muslim, harus menyadari bahwa hijrah bukanlah semata-mata menandai awal adanya kalender hijriah, tapi yang lebih penting lagi ialah hijrah sebagai peletakan batu pertama bangunan Negara Islam. Selama sekitar 1.300 tahun negara itu menyatukan negeri-negeri tetangganya, membebaskan para penduduknya yang tertindas dan membawa mereka kepada rahmat Allah Swt. melalui Islam. Jika kita ingin membincangkan esensi hijrah, kita harus menyadari bahwa hijrah adalah peristiwa yang menjadi titik transformasi dari ide-ide Islam sebagai ideologi yang kemudian diterapkan secara praktis.
Sebelum hijrah, orang-orang Madinah menerima Muhammad saw. hanya sebagai seorang Nabi. Akan tetapi, setelah terjadinya peralihan kekuasaan (nushrah), ketika beliau tiba di Madinah, orang-orang Madinah menerima beliau sebagai seorang penguasa sekaligus Nabi. Sebelum Nabi saw. melakukan hijrah, beliau adalah seorang Nabi yang membawa hukum-hukum baru yang diwahyukan Allah Swt. kepadanya. Setelah hijrah, beliau adalah orang yang menerapkan hukum-hukum itu. Hijrah menandai perubahan Islam yang tadinya menyeru dan menunjukkan masalah-masalah di masyarakat menjadi langsung menangani masalah-masalah itu sekaligus memberikan solusinya. Pada titik inilah Nabi saw. mampu menerapkan aturan-aturan dan sistem Islam dalam realitas kehidupan yang sesungguhnya.
Hijrah, sebagai bagian dari Sirah, adalah perkara yang harus dikaji secara mendalam agar dapat dipahami secara utuh implikasi dan maknanya. Hijrah bukanlah sekadar cerita dari rangkaian dongeng sebelum tidur yang harus dikisahkan dan diingat yang memperlihatkan bagaimana Nabi saw. mengajak Abu Bakar r.a. untuk melakukan suatu perjalanan, dan pada akhir cerita dikisahkan orang-orang menerima beliau dengan melantunkan syair-syair dengan penuh sukacita.
Tentu saja hal ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa sejumlah detail hijrah, seperti bagaimana Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah menggantikan posisi Nabi saw. di tempat tidur beliau, atau bagaimana beliau harus bersembunyi di gua, sebagai sesuatu yang tidak penting. Detail-detail seperti itu tetap penting karena berfungsi mengingatkan kita bahwa teknik dan taktik yang Rasulullah saw. gunakan sangat manusiawi dan jauh dari kesan manusia super. Untuk melakukan taktik-taktik itu kita tidak membutuhkan keajaiban.
Kita tidak dapat mengklaim bahwa karena beliau adalah seorang Nabi, sedangkan kita bukanlah nabi, maka kita tidak dapat mengikuti secara persis jejak langkah beliau dalam mengemban dakwah. Kita harus ingat bahwa langkah-langkah, atau tahap-tahap, dalam misi dakwah itu dimaksudkan agar dapat diikuti, dan sikap untuk tidak mengikutinya berarti bentuk pembangkangan terhadap Allah Swt.

No comments: