Koperasi adalah salah satu jenis perseroan Kapitalis. Koperasi tetap merupakan bentuk perseroan, meskipun namanya adalah koperasi. Koperasi adalah bentuk penanaman saham antara sekelompok orang yang melakukan kesepakatan dengan sesama mereka, untuk mengadakan kerjasama (baca: perseroan) sesuai dengan kondisi tertentu mereka.
Koperasi dalam model perdagangan umum, biasanya lahir dengan tujuan untuk membantu anggota-anggotanya, atau menjamin kepentingan-kepentingan ekonomi mereka yang serba terbatas. Koperasi tersebut biasanya merekrut "orang abstrak" untuk melakukan perseroan. Oleh karena itu, koperasi berbeda dengan organisasi-organisasi lain, sebab pada dasarnya organisasi-organisasi tersebut terlepas dari tujuan-tujuan ekonomi. Koperasi biasanya berusaha meningkatkan keuntungan anggota-anggotanya, bukan keuntungan pihak lain. Inilah yang menciptakan ikatan yang kuat antara aktivitas perekonomian koperasi dengan perekonomian anggota-anggotanya.
Koperasi biasanya beranggotakan sejumlah orang, yang bisa berjumlah tujuh, atau lebih sedikit, atupun lebih banyak. Namun, tidak mungkin hanya beranggotakan dua orang saja. Koperasi ini ada dua macam: Pertama, berbentuk perseroan yang mempunyai founders shares (saham pendirian), yang memungkinkan tiap orang untuk menjadi pesero (baca: anggota koperasi) karena ikut andil dalam founder shares tersebut. Kedua, berbentuk perseroan yang tidak mempunyai founder shares, dimana untuk menjadi anggotanya adalah dengan membayar iuran tahunan yang ditetapkan oleh koperasi secara umum, tiap satu tahun.
Adapun koperasi tersebut harus memenuhi lima syarat:
Pertama, kebebasan untuk bergabung dengan koperasi, sehingga pintu pendaftaran tetap terbuka, bagi siapa saja dengan syarat-syarat yang berlaku untuk anggota-anggota sebelumnya. Aturan-aturan (baca: AD/ART) koperasi serta ketentuan-ketentuan yang ada harus berlaku bagi siapa saja; baik ketentuan-ketentuan ini memuat tentang sifat kedaerahan, contoh penduduk satu desa, misalnya, atau memuat tentang sifat keprofesian, contoh tukang cukur.
Kedua, anggota koperasi mempunyai hak yang sama. Diantara hak yang paling penting adalah hak bersuara, sehingga tiap anggota diberi satu suara.
Ketiga, membatasi bagian tertentu untuk founder shares: Bebarapa koperasi biasanya memberikan bagian tertentu untuk para penanam saham tetap, apabila keuntungan koperasi tersebut tidak bisa diberikan.
Keempat, mengembalikan kelebihan laba produktif: Sisa hasil usaha (SHU) biasanya dibagikan kepada para anggota, berkaitan dengan aktivitas yang mereka "kontrakkan" kepada koperasi tersebut, baik dari pembelian, maupun dari pemanfaatan jasa atau peralatan koperasi.
Kelima, harus mengumpulkan kekayaan koperasi, dengan cara membuat cadangan.
Sedangkan yang memimpin pengelolaan perseroan --model koperasi-- tersebut, yaitu untuk memanage dan melangsungkan aktivitasnya adalah pengurus yang dipilih dari anggota koperasi yang terdiri dari para penanam saham, dengan ketentuan tiap penanam saham memiliki satu suara, tanpa memperhatikan jumlah sahamnya. Orang yang mempunyai seratus saham, dengan orang yang hanya mempunyai satu saham, sama-sama mempunyai satu suara dalam pemilihan pengurus.
Sedangkan koperasi-koperasi tersebut ada beberapa macam, diantaranya adalah koperasi simpan pinjam, koperasi konsumsi, koperasi pertanian dan koperasi produksi. Secara keseluruhan, koperasi tersebut adakalanya berupa koperasi konsumsi, dimana keuntungannya dibagi berdasarkan laba pembelian, atau adakalanya koperasi produksi, dimana keuntungannya dibagi berdasarkan laba produksinya.
Inilah koperasi. Koperasi ini merupakan organisasi yang batil dan bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Hal itu adalah karena sebab-sebab berikut ini:
1- Koperasi adalah perseroan. Oleh karena itu, syarat-syarat perseroan yang dinyatakan oleh syara' hingga perseroan tersebut sah menurut syara' harus dipenuhi. Perseroan di dalam Islam adalah transaksi antara dua orang atau lebih, yang sama-sama sepakat untuk melakukan kegiatan yang bersifat finansial, dengan tujuan mencari keuntungan. Oleh karena itu, di dalam perseroan tersebut harus ada suatu badan hingga para pesero --yang menjadi anggota koperasi-- tersebut bisa melaksanakan kegiatan. Dengan kata lain, dalam perseroan tersebut harus ada badan yang mempunyai andil, sehingga perseroan tersebut menurut syara' bisa disebut sebuah perseroan. Apabila di dalam perseroan tersebut tidak ada orang yang memiliki dan mengelola, maka kegiatan yang dilakukan sebagai tujuan diadakanya perseroan tersebut justru tidak pernah terwujud. Apabila hal ini kita aplikasikan ke dalam koperasi, maka kita akan menemukan bahwa justru dengan adanya koperasi tersebut perseroan menurut syara' tadi tidak pernah terwujud sama sekali. Sebab koperasi adalah perseroan yang didirikan berdasarkan modal saja, dimana di dalamnya tidak terdapat satu badan pesero (baca: anggota koperasi) pun. Sebaliknya, modallah yang telah melakukan perseroan. Sehingga di dalamnya juga tidak pernah terjadi kesepakatan untuk melakukan kegiatan sama sekali. Yang terjadi hanyalah kesepakatan untuk menyerahkan modal tertentu dengan tujuan agar mereka bisa membentuk kepengurusan yang membahas siapa yang harus melakukan kegiatan tersebut. Sedangkan orang-orang yang menanamkan sahamnya di dalam perseroan tersebut sebenarnya hanya menggabungkan modal-modal mereka saja. Sebab, dengan cara semacam itu, perseroan tersebut tidak ada unsur badannya. Oleh karena itu, koperasi tidak bisa mewujudkan perseroan yang sah menurut syara', karena koperasi tersebut tidak ada unsur badan. Sehingga koperasi tersebut, dari segi asasnya, tidak pernah dianggap ada. Karena perseroan adalah transaksi untuk mengelola modal, sementara pengelolaan tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan adanya badan. Apabila koperasi tersebut tidak ada unsur badannya, maka menurut syara' perseroan tersebut tidak dianggap sebagai suatu perseroan, sehingga tetap sebagai perseroan yang batil.
2- Pembagian laba menurut hasil pembelian atau produksi, bukan menurut modal, atau kerja adalah tidak diperbolehkan. Sebab perseroan tersebut terjadi pada modal, maka labanya harus mengikuti modal. Apabila perseroan tersebut terjadi pada suatu pekerjaan, maka labanya harus mengikuti pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, pembagian laba adakalanya mengikuti modal atau pekerjaaan, atau mengikuti kedua-duanya sekaligus. Sedangkan syarat pembagian laba menurut hasil penjualan atau produksi itu tentu tidak diperbolehkan. Sebab bertentangan dengan transaksi yang sah menurut syara'. Maka, tiap persyaratan yang bertentangan dengan keadaan transaksi, atau tidak termasuk kepentingan transaksi, juga tidak seiring dengan transaksi tersebut, maka persyaratan tersebut adalah persyaratan yang rusak. Pembagian laba menurut hasil pembelian dan produksi itu jelas bertentangan dengan kondisi transaksi tersebut. Sebab, transaksi tersebut terjadi pada modal atau pekerjaan, sehingga labanya harus mengikuti modal atau pekerjaannya. Apabila laba tersebut ditetapkan menurut hasil pembelian dan produksi, maka ketetapan (syarat) tersebut adalah fasid (rusak).
Friday, May 18, 2007
Koperasi
Posted by Harist al Jawi at 3:15 PM
Labels: Artikel Ekonomi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment