Saturday, June 23, 2007

PEMBINAAN PARA SAHABAT

PEMBINAAN PARA SAHABAT


Islam adalah ideologi yang sempurna bagi umat manusia, karena datang dari Allah Swt., Sang Pencipta alam semesta. Islam diturunkan kepada dan untuk seluruh umat manusia. Karena itu, Islam harus disampaikan dengan cara yang mampu menggambarkan dan menjelaskan karakteristiknya yang ideologis itu, sehingga orang-orang bisa yakin bahwa Islam adalah ideologi yang benar bagi mereka.

Karena itu, setiap Muslim wajib mengemban dan menyampaikan ideologi Islam kepada setiap orang. Menyampaikan risalah Islam berarti mengajak orang lain kepada Islam, membina mereka dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukumnya, serta menghilangkan setiap hambatan fisik yang menghalangi penyampaian dan pelaksanaan risalah Islam itu, dengan kekuatan yang mampu menghilangkannya.

Islam memiliki pandangan hidup yang khas yang lahir dari konsep-konsepnya. Konsep-konsep itu berbicara tentang kehidupan secara keseluruhan dan sangat khas Islami. Konsep-konsep membentuk peradaban Islam, yang berbeda dengan peradaban-peradaban lain. Peradaban Islam itu sendiri memiliki tiga karakteristik. Pertama, berbasis Akidah Islam. Kedua, standar perbuatan dalam seluruh aspek kehidupan adalah perintah dan larangan Allah Swt., alias halal dan haram. Ketiga, makna kebahagiaan adalah memeroleh keridhaan Allah Swt.; artinya, kebahagiaan yang sejati hanya akan tercapai dengan pertama-tama mendapatkan ridha Allah Swt. Inilah pandangan hidup yang Islami.

Pandangan hidup seperti itu sangat dipahami oleh para sahabat r.a. Mereka tahu bahwa mereka mengemban tanggung jawab untuk menangani urusan-urusan duniawi. Allah Swt. memberi mereka peran yang agung untuk melindungi dunia secara global. Rasulullah saw. telah menciptakan kelompok yang khas, yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia sampai kapan pun, termasuk dalam sejarah umat Islam sendiri. Kelompok tersebut dibentuk dari masyarakat yang didominasi oleh pemikiran, nilai, hukum, dan kebiasaan yang sangat bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, ajaran-ajaran Islam bisa tertanam dengan jelas dan kuat di hati dan pikiran mereka.

Rasulullah saw. berkata,

Sahabat-sahabatku adalah orang-orang terpercaya di masyarakatku. (HR Muslim)

Satu dekade setelah wafatnya Rasulullah saw., para sahabat mampu membuat Islam menjadi kekuatan yang dominan dalam kancah dunia. Mereka taklukkan seluruh Jazirah Arab. Mereka taklukkan juga Kekaisaran Romawi dan Persia. Di atas puing-puing negara-negara itu mereka memperluas kekuasaan Negara Islam, dan terus menyebarluaskan risalah Islam dengan dakwah dan jihad sebagaimana yang telah Rasulullah saw. mulai dulu dari Madinah.

Kematian Rasulullah saw. tidak menyurutkan langkah mereka untuk menerapkan dan menyebarkan Islam. Hal itu menjadi bukti faktual kehebatan mentalitas para sahabat, hasil dari pembinaan yang dilakukan Rasulullah saw. terhadap mereka.

Kaum Muslim saat ini, seperti juga para sahabat dulu, juga menghadapi tantangan yang sama, yaitu mengembalikan Islam ke dalam arena kehidupan secara riil. Namun, pertanyaannya adalah: bagaimana cara Rasulullah saw. menciptakan kelompok yang begitu hebat? Bagaimana caranya memotivasi diri kita untuk dapat mengikuti jejak langkah Rasulullah saw?

Dalam dakwahnya, Rasulullah saw. mengajak orang-orang Makkah tanpa pandang bulu. Setiap orang yang menyambut ajakannya kemudian dikumpulkan, lalu dibina dan dibentuk sehingga menjadi sebuah kelompok atau partai. Salah satu tempat yang menjadi basis pembinaan dan pertemuan partai itu adalah rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Di sana, Rasulullah saw. membentuk pola pikir dan pola sikap mereka, membentuk kepribadian mereka, serta menyatukan mereka dalam keyakinan yang utuh dan kokoh terhadap Islam.

Kepribadian Islam yang khas itu dibentuk dengan cara mengajak mereka untuk berpikir tentang tujuan hidup mereka di dunia. Mereka pun diberi penjelasan tentang kebutuhan terhadap Pencipta dan keyakinan terhadap-Nya, termasuk di dalamnya keyakinan terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw. Konsep-konsep seperti itu membuat mereka membuang konsep-konsep yang sebelumnya mereka anut, karena Rasulullah saw. mampu menyampaikan konsep-konsep Islam itu dengan cara yang rasional sehingga memuaskan akal dan menentramkan hati. Ringkasnya, Rasulullah saw. telah menanamkan Akidah Islam ke dalam diri mereka. Dari akidah itulah memancar seluruh konsep-konsep dan pemikiran-pemikiran yang menjadi landasan seluruh perbuatan mereka.

Rasulullah saw. memastikan bahwa para sahabat menerima Islam secara rasional. Ini artinya mereka harus menggunakan akal mereka untuk sampai pada kesimpulan yang sahih dan kuat bahwa hanya ada satu dan hanya satu Pencipta, yaitu Allah Swt., serta bahwa untuk menjalin kelancaran komunikasi antara Allah Swt. dan umat manusia itu dibutuhkan kehadiran seorang Rasul. Dengan begitu, mereka sadar bahwa tidak ada yang berdaulat dan berkuasa kecuali Allah Swt., tidak ada ideologi yang benar selain Islam, dan tidak ada ibadah atau hukum lain selain yang Allah Swt. perintahkan. Tidak ada yang mampu mempengaruhi kehidupan mereka kecuali yang datangnya dari ideologi Islam. Mereka sanggup menaklukkan dan menghancurkan segala pemikiran, konsep, dan gagasan kufur, sekaligus dengan kekuatan pasukan militernya.

Ketika Akidah Islam telah terpatri di dalam pikiran dan hati para sahabat, mereka tidak pernah ragu untuk menaati aturan-aturan Islam. Mereka tidak membedakan antara hukum-hukum yang terkait masalah wudhu dan hukum-hukum yang berkenaan dengan cara-cara menjalankan kekuasaan berdasarkan hukum-hukum Allah Swt. Semua itu adalah perintah dari Allah Swt., Pencipta dan Pemelihara alam semesta.

Akidah Islam menghilangkan ketakutan terhadap sesama makhluk karena manusia harus takut hanya kepada Allah Swt. Dalam hal ini Allah Swt berfirman,

Janganlah kalian takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku, dan janganlah kalian jual ayat-ayat-Ku secara murahan! (QS al-Maa-idah [5]: 44)

Pemahaman seperti itu menghilangkan mentalitas minder dan apologetis, yang membuat orang mudah dikuasai oleh faktor-faktor luar.

Suatu ketika, Rasulullah saw. berkumpul bersama para sahabat. Ketika itu Rasulullah saw. mengatakan bahwa Quraisy belum pernah mendengar ayat-ayat al-Quran dibacakan kepada mereka. Beliau bertanya siapa di antara para sahabat yang mau melakukan itu. Ketika Abdullah bin Mas'ud r.a. menyatakan sanggup, para sahabat mengaku khawatir akan keselamatannya dan mereka ingin ada seorang laki-laki dari keluarga yang berpengaruh yang akan melindunginya dari kemungkinan serangan orang-orang Quraisy. Namun, Abdullah menjawab kekhawatiran itu dengan mengatakan, "Tidak usah, toh Allah Swt. akan melindungiku!" (Ibnu Hisyam)

Dalam kesempatan lain, Utsman bin Madz'un r.a. melihat penderitaan yang dijalani Rasulullah saw. dan para sahabat. Lantas Rasulullah saw., yang berada di bawah perlindungan pamannya, berkata, "Sungguh aku tidak bisa membayangkan betapa amannya diriku di bawah proteksi seorang penyembah berhala, sedangkan sahabat-sahabatku tersiksa dan menderita demi Allah Swt." Medengar hal itu, Utsman pergi menemui pamannya, al-Walid, dan menyatakan bahwa dia hanya ingin berada di bawah lindungan Allah Swt. Al-Walid memintanya melakukan itu di depan publik, maka Utsman pun tampil di hadapan orang banyak dan menyatakan dengan lantang, "Aku tidak ingin meminta perlindungan siapa pun kecuali Allah!"

Segera setelah itu, di tengah-tengah kerumunan orang-orang Quraisy itu menyeruak seorang penyair yang spontan membacakan larik syair, "Segala sesuatu selain Tuhan adalah sia-sia."

"Betul," timpal Utsman bin Madz'un.

"Dan segala sesuatu yang dicintai pasti akan sirna," balas si penyair itu.

Mendengar itu Utsman berkata, "Kau salah! Kenikmatan surga tidak akan pernah sirna."

Ucapan itu membuat orang-orang Quraisy marah dan salah seorang dari mereka memukul muka Utsman hingga matanya sembap. Saat itulah al-Walid berkata, "Hei keponakanku, matamu tidak akan seperti itu jika kauada dalam lindunganku."

Utsman menjawab, "Tidak, demi Allah, tidak masalah mataku seperti ini, karena ini kulakukan demi Allah, dan aku berada di bawah lindungan Zat yang jauh lebih kuat dan lebih hebat dibandingkan dirimu". (Ibnu Ishaq)

Ibnu Mas'ud r.a. mengisahkan bahwa ketika jumlah para sahabat semakin sedikit, tapi mereka teringat ayat surat al-Qalam yang telah turun dan mengingatkan mereka bahwa risalah Islam itu ditujukan kepada seluruh umat manusia.

Al-Quran itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam. (QS al-Qalam [68]: 52)

Tentu jika mereka ragu dengan keyakinan mereka, atau apabila keyakinan mereka itu didasarkan pada perasaan dan kecenderungan semata, atau jika keyakinan itu berupa keyakinan yang samar, maka keyakinan itu tidak akan mendorong mereka meraih apa yang menjadi tujuannya. Manakala kelompok Muslim itu menjadi kuat dan mampu terjun langsung menghadapi masyarakat, Rasulullah saw. memimpin mereka untuk menghadapi kaum Quraisy ketika Allah Swt. telah memerintahkannya:

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (Yaitu) orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah; maka mereka kelak akan mengetahui (akibatnya). (QS al-Hijr [15]: 94-96)

Rasulullah saw. segera menjalankan perintah Allah Swt. dalam ayat di atas. Beliau memperlihatkan kelompoknya ke seluruh Makkah. Rasulullah saw. muncul bersama para sahabat r.a. dalam cara yang sebelumnya belum pernah disaksikan oleh bangsa Arab, mereka berbaris rapi mengelilingi Ka'bah. Sejak saat itu, Rasulullah saw. berdakwah di Makkah secara terbuka dan terang-terangan.

Dengan pemahaman Islam yang mendarah daging dalam diri mereka, para sahabat menyampaikan Islam secara jernih dan jelas kepada masyarakat. Meskipun kelompok Rasulullah saw. dan para sahabat itu berjumlah kecil dan mendapat perlawanan dari masyarakat, mereka tetap mengkritik pemikiran, perasaan, dan sistem masyarakat Makkah yang tidak Islami. Rasulullah saw. dan para sahabatnya mulai terlibat dan berinteraksi langsung dengan masyarakat untuk menjelaskan segala bentuk kekeliruan yang terdapat di sana. Para sahabat mempertanyakan gagasan-gagasan yang diusung oleh masyarakat. Para sahabat, misalnya, mempertanyakan pemahaman masyarakat Makkah tentang tuhan-tuhan mereka, kebiasaan mereka berbuat curang dalam menakar timbangan, serta nilai-nilai dan norma-norma nenek moyang mereka.

Dengan dukungan dan bantuan partai politik--yang terdiri atas para sahabat sehingga disebut juga partai sahabat--itulah Rasulullah saw. berhasil mendirikan Negara Islam. Peran krusial yang dijalankan oleh para sahabat itu memiliki pengaruh jangka panjang terhadap umat. Umat menjadi terakulturasi dengan Islam dalam segala aspek kehidupannya. Umat mendapatkan pemahaman politik yang berdasarkan Islam. Mereka menjadi sadar akan hak-hak mereka. Mereka pun sadar pentingnya melakukan pengawasan terhadap praktik kekuasaan para penguasa, dan mereka berfungsi sebagai kekuatan penyeimbang (checks and balances) untuk memastikan bahwa kepentingan-kepentingan umat diurus dengan baik oleh Khalifah dan para pembantunya (Mu'awin).

Dalam rangka meraih tujuan yang Islam gariskan itu, para sahabat melakukan hal-hal penting berikut.

  1. Mereka mengemban dakwah sebagaimana digariskan oleh Rasulullah saw.

  2. Mereka berjuang bersama-sama Rasulullah saw. dengan membantu beliau memelihara urusan umat dan memperkuat Negara Islam yang baru berdiri.

  3. Mereka membantu umat melewati peristiwa-peristiwa kritis setelah wafatnya Rasulullah saw. dengan melakukan pemilihan Khalifah.

  4. Mereka berperan penting dalam menumpas pemberontakan sejumlah suku terhadap Negara Khilafah. Suku-suku itu termasuk mereka yang murtad. Para sahabat menangani masalah itu dan masalah-masalah lainnya dengan keteguhan dan ketegasan mereka untuk menjalankan aturan-aturan Allah Swt. Loyalitas Khalifah Abu Bakar dan para sahabat menyelamatkan umat dari keterpecahbelahan.

  5. Peran mereka dalam menangani masalah pembunuhan Khalifah Umar bin Khaththab r.a., yang menimbulkan keguncangan di tengah-tengah umat, berhasil memelihara keamanan internal dan eksternal umat dari marabahaya yang lebih besar.

Setelah wafatnya Rasulullah saw., kaum Muslim memilih Abu Bakar r.a. sebagai Khalifah. Salah satu masalah yang langsung beliau hadapi adalah masalah yang melibatkan Fatimah az-Zahra r.a., putri kesayangan Rasulullah saw. Masalah yang diperdebatkan adalah seputar hak waris Fatimah atas tanah yang dimiliki oleh Rasulullah saw. Maka itu, Abu Bakar mengutip sebuah hadis Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa, "Kami para nabi tidak meninggalkan sesuatu harta untuk diwariskan. Apa pun yang kami tinggalkan adalah untuk sedekah". (HR Bukhari)

Lalu, masalah pun selesai. Kemudian, Fatimah r.a. memberikan saran kepada Abu Bakar, "Bagaimana kalau kauserahkan harta benda ini berada di bawah pengawasanku dan aku akan mendistribusikannya sebagaimana Rasulullah saw. dulu?" Abu Bakar tegas menolak proposal itu dengan mengatakan, "Jika aku memberikanmu kewenangan seperti itu, lantas di mana peran Khalifah? Bukan hakmu untuk bertindak menangani urusan umat. Itu adalah tugasku."

Ketika para sahabat hendak pergi menuju wilayah yang baru ditaklukkan, Abu Bakar mengumpulkan mereka dan bertanya, "Kalian mau ke mana? Kenapa meninggalkanku? Jika kalian ingin aku menjadi Khalifah, kalian tidak bisa begitu saja meninggalkanku." Sejak itu para sahabat senantiasa berada bersama beliau.

Tatkala Umar menjadi Khalifah, beliau pun mempertahankan kelompok itu--yang ingin pergi pergi ke wilayah yang baru ditaklukkan--agar senantiasa di sisinya. Sesekali, beliau mengizinkan salah seorang sahabat pergi ke negeri yang baru dibebaskan itu, tapi dengan syarat bahwa dia akan kembali dalam jangka waktu yang disepakati sebelumnya. Ketika Utsman r.a. menjadi Khalifah, beliau mengizinkan para sahabat pergi. Ibnu Mas'ud pergi ke Kufah, sementara itu Ibnu Umar tetap tinggal di Madinah. Perginya tokoh-tokoh inti kelompok itu menimbulkan kekacauan dalam diri umat dan mereka berada dalam keadaan bahaya. Bahaya itu termanifestasi dalam wujud gerombolan-gerombolan nomad dan fitnah yang mereka buat, yang akhirnya memicu pembunuhan Khalifah Utsman dan Ali.

Di antara kelompok dan orang-orang yang masuk Islam, tidak ada yang lebih penting bagi keberhasilan misi Rasulullah saw. selain dari golongan Anshar. Dukungan dan baiat yang mereka berikan membuat tujuan Islam bisa terealisasi di Madinah. Dukungan penuh dan dedikasi yang tinggi terhadap Rasulullah saw. dan risalahnya menjadi benteng kokoh yang melindungi dakwah sejak Islam didakwahkan ke negara-negara lain. Di antara peristiwa yang menunjukkan dedikasi para sahabat terhadap dakwah ialah peristiwa yang terjadi setelah Perang Hunain.

Ketika itu Rasulullah saw. memutuskan untuk mendistribusikan harta anfal di antara orang-orang Quraisy (Muhajirin) dan kabilah-kabilah Arab, dan tidak mengalokasikan sedikit pun bagi orang-orang Anshar. Hal itu sempat menimbulkan pertanyaan apakah Rasulullah saw. lebih mementingkan orang-orang yang sesuku dengan beliau dalam pembagian kekayaan. Mendengar rumor seperti itu, Rasulullah saw. mengumpulkan orang-orang Anshar. Berikut adalah narasi Ibnu Ishaq mengenai peristiwa itu.

Rasulullah saw. bertanya, "Wahai kaum Anshar, apa maksud ucapan kalian yang sampai kepadaku? Apa maksud kecaman kalian kepadaku? Bukankah aku datang kepada kalian yang ketika itu tersesat kemudian Allah Swt. memberi petunjuk kepada kalian; kalian miskin kemudian Allah Swt. mengayakan kalian; kalian bermusuhan kemudian Allah Swt. menyatukan hati kalian?"

"Betul, Allah Swt. dan Rasul-Nya adalah yang lebih utama," jawab kaum Anshar.

"Mengapa kalian tidak menjawab pertanyaanku, wahai kaum Anshar?"

"Bagaimana kami harus menjawab pertanyaanmu, wahai Rasulullah saw? Karunia dan keutamaan hanyalah milik Allah Swt. dan Rasul-Nya."

Rasulullah saw. lantas berkata, "Jika kalian mau, kalian pasti berbicara, kalian berkata benar, dan dibenarkan. Kalian akan mengatakan, 'Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan kemudian kami membenarkanmu, Engkau telantar kemudian kami menolongmu, Engkau terusir kemudian kami melindungimu, dan Engkau miskin kemudian kami membantumu'. Wahai kaum Anshar, apakah kalian mempersoalkan secuil dunia yang dengannya aku ingin menundukkan hati salah satu kaum agar mereka masuk Islam, sedangkan aku mempercayakan kalian pada keislaman kalian? Wahai kaum Anshar, tidakkah kalian ridha sekiranya orang-orang pulang membawa kambing-kambing dan unta-unta, sedang kalian pulang membawa Rasulullah ke tempat kalian? Demi Zat yang menggenggam jiwa Muhammad, berkat peristiwa hijrah aku menjadi bagian dari kaum Anshar. Jika orang-orang melewati salah satu jalan dan kaum Anshar melewati jalan yang lain, aku pasti berjalan di jalan yang dilalui kaum Anshar. Allah Swt. memberkahi kaum Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan anak-cucu kaum Anshar."

Mendengar itu orang-orang Anshar bercucuran air mata hingga membasahi janggut mereka. Lalu, mereka berkata, "Kami ridha dengan Rasulullah sebagai bagian dan jatah kami".

Pada peristiwa Baiat Aqabah Kedua, sebelum dilakukan prosesi baiat, Abbas bin Ubadah sempat menyela,

Wahai orang-orang Khazraj (menurut tradisi Arab, yang dimaksud adalah Aus dan Khazraj), apakah kalian menyadari makna pemberian baiat kepada laki-laki ini? Sesungguhnya kalian memberikan baiat kepadanya untuk memerangi seluruh bangsa, baik itu yang berkulit putih maupun hitam. Jika kalian menganggap bahwa kalian akan kehilangan harta benda dan orang-orang terhormat di kalangan kalian akan terbunuh, lantas kalian akan meninggalkannya, maka tinggalkanlah dia sekarang juga, karena hal itu merupakan tindakan yang hina di dunia dan akhirat. Namun, jika kalian berpikir bahwa kalian akan setia dengan baiat kalian, meskipun kalian kehilangan harta benda dan meskipun orang-orang terhormat kalian terbunuh, maka ambillah dia, karena demi Allah hal itu akan membawa kebaikan dunia-akhirat bagi kalian!"

Orang-orang Anshar menyatakan siap menerima Rasulullah saw., tapi mereka bertanya apa yang akan mereka peroleh atas loyalitas mereka nantinya. Rasulullah saw. menjawab, "Surga."

Lantas, mereka berkata, "Ulurkan tanganmu!"

Ketika Rasulullah saw. mengulurkan tangannya, mereka membaiat beliau. (Ibnu Hisyam)

Di sini kita bisa melihat betapa tingginya dedikasi kaum Anshar. Mereka siap mengorbankan kekayaan dan orang-orang terhormat mereka tanpa imbalan apa pun di dunia, tapi demi surga di akhirat kelak. Berkat dedikasi seperti itu, Rasulullah saw. mampu memimpin Negara dengan lancar tanpa ada jarak antara Negara dan rakyatnya, dan melaksanakan kebijakan Negara secara efektif, dan bahkan dalam masa-masa genting, seperti Perang Hunain. Bahkan, setelah wafatnya Rasulullah saw., kaum Anshar kembali menunjukkan keridhaan mereka yang luar biasa dengan memberikan baiat kepada Abu Bakar r.a.

Ketika diingatkan oleh Abu Bakar tentang baiatnya itu, dan bahwa balasan bagi mereka adalah surga, kaum Muslim segera kembali ke jalan Rasulullah saw. dan meneruskan perjuangan mereka.

Para sahabat sangat memahami misi dakwah itu, bagaimana dengan kita? Jauh panggang dari api! Mengapa pendidikan yang dijalani tidak mampu membuat kita memiliki kepribadian seperti para sahabat? Kita mempunyai banyak sekolah dan universitas yang mengajarkan kita bagaimana cara menghapal al-Quran. Kita mempunyai banyak masjid yang rak-raknya penuh dengan al-Quran.

Sekarang, kita harus menggunakan cara-cara yang rasional untuk dan memahami bagaimana masuk Islam. Kaum Muslim tidak boleh ragu-ragu untuk mengemban dakwah di luar cara-cara teologis. Kita tidak boleh takut seperti halnya ketakutan orang-orang Nasrani dan Yahudi karena kebingungan mempresentasikan keyakinan mereka pada dunia yang ilmiah, terutama tantangan untuk memberikan bukti. Kaum Muslim harus memahami bahwa Islam tidak pernah mengalami kekalahan sebagaimana yang dialami Yahudi dan Nasrani pada masa awal pencerahan, ketika mereka mengakui bahwa keyakinan mereka irasional dan sekadar berlandaskan 'nasib'.

Akidah Islam sangat rasional dan harus dipahami dan diajarkan secara rasional pula. Kita harus membuang jauh-jauh argumentasi dan perdebatan teologis, dan lebih terlibat dalam diskusi-diskusi ideologis. Kita tidak perlu 'perbandingan agama', mempelajari 'kelebihan-kelebihan' Nasrani dan Yahudi dalam rangka menyingkapkan ketidakkonsistenan mereka. Kita harusnya mendiskusikan Islam dalam kerangka ideologi, tidak lagi Islam vs Nasrani, tapi menjadi Islam vs Kapitalisme, dan Islam vs Sosialisme. Inilah tantangan ideologis yang baru bagi umat Islam.

Itulah konsep-konsep kehidupan yang harus ditundukkan Akidah Islam. Kita telah dibius sebagaimana layaknya seekor singa dibius sebelum ditangkap oleh seorang pemburu. Bedanya adalah singa itu ditangkap oleh kurungan besi, sedangkan umat Islam secara mental dipenjara oleh pragmatisme dan realitas yang ditentukan oleh Barat. Umat Islam gagal melihat bahwa hal itu adalah racun dari peradaban Barat, pemikiran-pemikirannya, konsep-konsepnya, ide-idenya, dan nilai-nilainya, yang telah meracuni Akidah Islam.

Misalnya, saat ini muncul anggapan bahwa kita harus menunggu proses politik yang sedang berjalan sebelum kita bisa mengharapkan kondisi politik Timur Tengah stabil. Dari perspektif seperti itu, gagasan Khilafah dan kembalinya sistem Islam sebagai entitas politik dianggap mustahil dan utopis. Bahkan, banyak Muslim yang menganggap kembalinya Islam dan Khilafah dengan cara yang sangat bertentangan dengan cara pandang para sahabat terhadap misi Rasulullah saw. Sementara itu, dominasi dunia oleh orang-orang yang tadinya hanyalah gembala di padang pasir seharusnya secara logika lebih mustahil dibandingkan dominasi dunia oleh Negara Islam zaman sekarang.

Bahkan, orang-orang kafir pun melihat potensi ancaman ketika Rasulullah saw. hijrah ke Madinah. Dalam satu kesempatan, Quraisy menugaskan seorang tentara bayaran bernama Suraqah untuk membawa Rasulullah saw., yang sedang dalam perjalanan menuju Madinah, kembali ke Makkah. Suraqah mendatangi Rasulullah saw. dan Abu Bakar dan mengeluarkan pedangnya. Rasulullah saw. menatap Suraqah dan menawarinya Kalung Emas Kisra, Kaisar Persia, sebagai imbalan jika Suraqah mau kembali ke Makkah. Suraqah menerima tawaran itu dan setelah kaum Muslim menaklukkan Persia, Umar memberikan kalung itu kepadanya.

Sebaliknya, kini banyak Muslim yang menolak mendakwahkan Islam dan memperjuangkan kembali tegaknya Khilafah karena mereka menganggapnya sebagai sasaran yang tidak realistis atau karena hal itu mengganggu aktivitas dan tujuan mereka sendiri.

Mulai sekarang, kita harus menghilangkan mental defensif apologetis yang selama ini ditanamkan kepada kita. Kita harus mengidentifikasi dan membuang ide-ide dan konsep-konsep yang telah kaum kuffar tanamkan ke dalam benak kita.

Kita harus memutuskan rantai yang memisahkan negeri-negeri kaum Muslim, dan membebaskan kita semua dari dominasi kaum kuffar atas negeri-negeri kaum Muslim melalui penjajahan fisik dan ideologis oleh kaum kuffar beserta antek-anteknya. Kita tidak lagi dapat membiarkan orang lain mendikte kita tentang apa yang harus dan bisa diraih. Kita harus mengikuti metode Rasulullah saw. yang merupakan bagian tak terpisahkan dari keyakinan kita terhadap Islam.

Jika kita berjuang demi Allah Swt. sebagaimana dulu para sahabat mendukung Rasulullah saw., maka pasti kita akan meraih kemenangan yang dijanjikan, sebagaimana firman Allah Swt. dalam al-Quran:

Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad [47]: 7)


No comments: