MENGENAL SEKILAS
HIZBUT TAHRIR
SEBUAH GERAKAN ISLAM DI TIMUR TENGAH
1. Hizbut Tahrir didirikan pada tahun 1372 H/1953 M oleh pendirinya Asy Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani --rahimahullah--, seorang Qadli (hakim) pada Mahkamah Syar'iyah di Al Quds (Yerussalem), Yordania. Beliau menjadikan kota Al Quds tersebut sebagai markas bagi Hizb.
2. Asy Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani telah menyusun struktur kepengurusan Hizb pada tanggal 13 Maret 1953 dan kemudian mengajukan permohonan resmi agar Hizb tercatat sebagai organisasi di Al Quds. Akan tetapi, Departemen Dalam Negeri pemerintah Yordania telah menolak untuk memberikan izin apa pun bagi aktivitas Hizb. Dan Hizb kemudian dilarang untuk melakukan kegiatan politik dalam bentuk apa pun.
3. Hizbut Tahrir telah memperluas wilayah geraknya ke negeri-negeri Arab lainnya (Libanon, Suriah, Irak, Mesir, Sudan, Kuwait, dan lain-lain), termasuk juga Turki. Namun demikian, seluruh penguasa di Timur Tengah itu tidak pernah memberikan izin bagi Hizb untuk melakukan aktivitasnya. Hizbut Tahrir tak henti-hentinya --selama 40 tahun lebih-- senantiasa dimata-matai dan hendak ditumpas oleh seluruh penguasa tersebut.
4. Hizbut Tahrir mendefinisikan dirinya sendiri --seperti yang tercantum dalam Qanun Asasi-nya, kitab-kitab dan nasyrah-nasyrahnya-- sebagai partai politik yang berideologi Islam. Jadi, politik adalah aktivitasnya, dan Islam adalah ideologinya.
Secara gamblang, Hizb telah menjelaskan jati dirinya sebagai kelompok politik, bukan sebagai kelompok kerohanian ritual (seperti kelompok tarekat), bukan sebagai kelompok ilmiah (yang hanya melakukan kajian-kajian ilmiah), bukan sebagai kelompok ta'lim (yang hanya menyampaikan ajaran Islam) dan bukan pula sebagai organisasi sosial kemasyarakatan (yang bergerak di bidang pendidikan, ekonomi, dan sebagainya). Hizbut Tahrir adalah partai politik Islam, yang bergerak di bidang politik atas dasar Islam. Hizbut Tahrir tidak bergerak di bidang apapun selain di bidang politik, yang memang untuk aktivitas itulah Hizbut Tahrir berdiri.
5. Hizbut Tahrir adalah partai Islam yang berbeda dengan jamaah, partai, dan kelompok Islam lainnya. Dia bukanlah pengajar, sekolah, atau lembaga akademis yang mengajarkan Islam kepada manusia hanya untuk sekedar dikaji dan diketahui tanpa disertai pengamalannya. Dia bukan pula mufti yang mengeluarkan fatwa sehingga dia dicari-cari orang hanya untuk dimintai fatwa atau ditanyai suatu hukum syara'. Dia bukan pula seorang penasehat yang hanya menyampaikan nasehat serta mengingatkan manusia akan akhirat, azab Allah, surga, dan hisab. Dia bukan juga da'i yang hanya mengajak manusia kepada Islam tetapi berpura-pura tidak tahu terhadap apa yang diperbuat oleh para penguasa dan tindakan-tindakan kriminal serta dosa-dosa yang telah mereka kerjakan. Begitu pula dia bukan seorang alim yang hanya menguasai ilmu-ilmu dan pengetahuan Islam dalam kitab-kitab dan menulis berbagai tulisan tentang Islam.
Hizbut Tahrir tidak lain adalah partai politik, yang berkehendak untuk memimpin umat dalam pertarungan melawan berbagai bangsa dan umat. Hizb berkehendak pula untuk membangkitkan umat secara benar dengan pemikiran Islam yang cemerlang. Hizb merupakan partai politik yang berupaya untuk mengambil alih kekuasaan dan memegang serta memelihara urusan umat.
6. Hizbut Tahrir --sejak hari pertama gerakan ini berdiri-- telah menetapkan tujuannya, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam di seluruh negeri-negeri Islam, dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Melanjutkan kembali kehidupan Islam, maksudnya ialah mengembalikan kaum muslimin untuk hidup secara Islami dalam Daarul Islam dan dalam masyarakat Islami di mana seluruh urusan kehidupannya dijalankan sesuai hukum-hukum syara', dan pandangan hidup yang dianutnya adalah halal dan haram, dalam naungan negara Islam (Daulah Islamiyah), yaitu negara Khilafah Islamiyah, di mana kaum muslimin di dalamnya akan mengangkat seorang khalifah dan membaiatnya untuk didengar dan ditaati, agar khalifah tersebut memerintah mereka atas dasar Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dengan jalan dakwah dan jihad.
7. Hizbut Tahrir berpendapat bahwa problematika utama seluruh kaum muslimin di dunia, adalah memberlakukan kembali hukum yang diturunkan Allah, dengan jalan mendirikan Khilafah, dan mengangkat seorang khalifah bagi seluruh kaum muslimin di dunia.
8. Hizbut Tahrir telah memahami sepenuhnya realitas negeri-negeri Islam, bahwa di sana telah diterapkan peraturan-peraturan kufur, kecuali sebagian hukum-hukum Islam, seperti hukum-hukum perkawinan, talak, nafkah, waris, serta pengaturan hak dan kewajiban bapak dan anak. Hukum-hukum ini telah diterapkan secara terpisah dalam mahkamah-mahkamah khusus yang diberi nama mahkamah syar'iyah (peradilan agama). Dikecualikan pula dalam hal ini sebagian hukum-hukum syara' lainnya yang diterapkan di mahkamah-mahkamah yang ada di sebagian negeri-negeri Islam, seperti di Arab Saudi dan Iran.
9. Hizbut Tahrir menganggap bahwa negeri-negeri (Ad Daar) yang saat ini menjadi tempat hidup kaum muslimin di seluruh dunia, tergolong ke dalam Daarul Kufur, bukan Daarul Islam. Sebab, Daarul Islam menurut istilah syar'i adalah negeri yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam, dan keamanannya adalah dengan keamanan Islam, yakni dengan kekuasaan dan keamanan kaum muslimin baik di dalam maupun di luar negeri, meskipun mayoritas penduduknya adalah orang-orang non muslim. Sedang _Daarul Kufur_ menurut istilah syar'i, adalah negeri yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur, dan keamananya adalah dengan keamanan selain Islam, yakni tidak dengan kekuasaan dan keamanan kaum muslimin, meskipun mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin.
10. Hizbut Tahrir berpandangan bahwa masyarakat di negeri-negeri Islam adalah masyarakat yang tidak Islami. Sebab, kaum muslimin di dalamnya telah didominasi oleh campuran pemikiran dan perasaan yang tidak Islami, yang sangat aneh dan mengherankan.
Mereka telah mempropagandakan ide-ide Barat seperti demokrasi, kedaulatan rakyat, kebebasan, sosialisme, dan sekularisme. Namun pada saat yang sama mereka masih dikuasai oleh perasaan-perasaan Islami walau pun hanya bersifat ritual semata. Mereka lebih tergerak oleh seruan ide nasionalisme dan patriotisme, daripada seruan mengembalikan Khilafah.
Pada saat mereka ingin kembali kepada Islam, kita dapati mereka merasa puas dipimpin oleh penguasa yang kafir, sebagaimana mereka pun hanya berdiam diri terhadap peraturan-peraturan kufur yang diterapkan atas mereka. Ketika mereka bersemangat untuk kembali kepada Islam, Anda dapati mereka tetap berpegang teguh pada ide-ide nasionalisme dan fanatisme madzhab yang sempit. Pada saat mereka menganggap Amerika, Inggris, dan Rusia sebagai musuh, Anda jumpai mereka telah meminta tolong kepada negara-negara tersebut, bersikap loyal kepada mereka, bahkan meminta negara-negara tersebut untuk memecahkan permasalahan dan problematika mereka.
Yang lebih mengherankan, bahwasanya sistem pemerintahan, ekonomi, pendidikan, politik luar negeri, dan perundang-undangan sipil yang diterapkan atas mereka di seluruh negeri-negeri Islam tidak lain adalah peraturan-peraturan dan perundang-undangan kufur.
11. Sebelum Hizbut Tahrir berdiri, ide Khilafah dan kewajiban mendirikannya belum pernah disodorkan kepada kaum muslimin, baik oleh para ulama, maupun oleh para tokoh gerakan Islam. Begitu pula ide bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang mencakup sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem politik dan sistem sosial, belum pernah disodorkan secara jelas, jernih, dan komprehensif di tengah-tengah kaum muslimin, baik oleh para ulama maupun oleh para tokoh gerakan Islam.
Pada saat itu belum ada satu pun gerakan Islam dan lembaga kajian ilmiah yang mempunyai gambaran jelas mengenai bentuk Daulah Islamiyah, strukturnya, konstitusinya, berikut peraturan perundang-undangan yang diterapkan di dalamnya. Mereka juga tidak mempunyai gambaran yang jelas mengenai metode untuk mendirikan Khilafah dan menerapkan hukum yang diturunkan Allah di dalamnya. Yang mereka miliki hanyalah sebatas ide-ide global bahwa Islam adalah sistem politik bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Namun ide-ide tersebut masih bersifat umum, tidak jelas, tidak jernih, dan tidak definitif.
Mereka hanya menyesuaikan diri dengan realitas buruk yang ada, dengan menginterpretasikan Islam dan melakukan takwil atasnya dengan interpretasi yang tidak sesuai dengan kandungan nash-nash syara', sehingga interpretasi itu akhirnya malah disesuaikan dengan realitas dan menjadi bagian dari realitas itu sendiri. Padahal, mereka telah memahami bahwa Islam sesungguhnya bertentangan secara total dengan realitas buruk yang ada.
Walhasil, Hizbut Tahrir adalah kelompok Islam pertama yang sangat unik dalam jenisnya yang belum pernah ada semenjak berabad-abad lamanya, bahkan dapat dikatakan semenjak masa para shahabat, ridlwanullahi 'alaihim.
12. Sesungguhnya Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik, yang ingin memimpin umat Islam seluruhnya untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Metodenya adalah metode yang dibawa Al Qur'an dan yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah saw.
Pengertian bahwa Hizbut Tahrir adalah partai politik, ialah bahwa Hizb akan memelihara urusan umat, dan akan memimpin umat dalam segala hal yang berkaitan dengan pemeliharaan urusan mereka, berdasarkan Aqidah Islamiyah, hukum-hukum syara', dan opini-opini politik, yang disampaikan dengan menggunakan pembicaraan yang berpengaruh dan menyentuh, serta diungkapkan dalam bahasa yang jujur, terang-terangan namun penuh amanah, disertai pandangan yang jernih.
13. Hizbut Tahrir semenjak berdirinya telah berkomitmen untuk memikul tanggung jawab membangkitkan umat secara benar dengan ideologi Islam, menjaga umat dari kemerosotan setelah tercapainya kebangkitan, serta terus mendorongnya untuk semakin maju.
Hizbut Tahrir mempunyai satu metode untuk mewujudkan kebangkitan, yaitu metode Rasulullah saw yang merupakan metode satu-satunya bagi Hizb, yakni mengemban dakwah Islam. Tak ada seorang pun yang akan dapat menyimpangkan dan memalingkannya dari metode tersebut.
Dengan demikian, kepentingan Hizb satu-satunya adalah mengemban dakwah Islam kepada kaum muslimin di seluruh dunia, kendatipun aktivitasnya untuk mengembalikan Khilafah memang dipusatkan di negeri-negeri Arab, tidak di negeri-negeri Islam lainnya.
14. Sesungguhnya, realitas masyarakat di negeri-negeri Islam --termasuk negeri-negeri Arab-- dan realitas situasi politik yang menimpa dunia Islam, telah mengharuskan Hizb untuk menghadapi berbagai problematika dan memberikan pemecahan Islami terhadap problematika-problematika tersebut. Dengan kata lain, kedua realitas di atas telah mengharuskan Hizb agar dirinya mempunyai kekayaan ide yang melimpah. Terlebih lagi Hizb memang bercita-cita untuk membangkitkan umat, mendirikan negara, membangun masyarakat, dan mengemban risalah. Maka dari itu, Hizbut Tahrir telah mempersiapkan Tsaqafah Hizbiyah (berbagai ide dan pendapat Islami yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Hizb) yang secara terperinci mengandung berbagai ide dan pendapat yang dibutuhkan untuk memecahkan problematika-problematika manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Atau dengan kata lain, Hizbut Tahrir telah mempersiapkan Tsaqafah Hizbiyah dengan kadar yang cukup, yang merupakan keharusan untuk mewujudkan Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Seluruh tsaqafah tersebut merupakan Tsaqafah Islamiyah semata, bukan yang lain. Di dalamnya tak ada satu pun ide yang tidak Islami.
15. Hizbut Tahrir berpandangan bahwa membawa umat kepada risalah yang diemban oleh Hizb, merupakan syarat asasi agar Hizb dapat mewujudkan kepentingannya. Hizb juga berpandangan bahwa adanya kesadaran umum pada umat terhadap Islam dan politik, yang darinya akan lahir opini umum, adalah suatu hal yang sangat penting. Sebab dengan semua itulah Hizb akan dapat meraih kekuasaan, menegakkan Khilafah, melindunginya, menjaganya, dan melestarikannya, serta mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad. Maka dari itu, Hizb melakukan pembinaan terhadap umat dengan Tsaqafah Islamiyah, yang di antaranya aspek politiklah yang paling menonjol.
Hizbut Tahrir menolak apa yang telah diperbuat oleh para penjajah dan agen-agennya, yaitu mencegah para pelajar, mahasiswa, dan pegawai negeri --juga rakyat pada umumnya-- untuk mengetahui masalah politik. Bahkan Hizb berpendapat bahwa rakyat harus mengetahui masalah politik dan diberi pendidikan politik.
16. Aktivitas Hizbut Tahrir yang terpenting adalah membina umat (Tsaqafah Jama'iyah). Oleh karena itu, Hizb telah melakukan pembinaan terhadap jutaan, bahkan ratusan juta kaum muslimin, baik dengan mengadakan kajian kitab-kitab dan nasyrah-nasyrah yang dikeluarkannya, maupun dengan menyelenggarakan diskusi-diskusi, seminar-seminar, kajian-kajian di masjid-masjid, dan sebagainya.
Demikian pula Hizb telah melakukan pembinaan intensif kepada para syababnya dalam halaqah-halaqah mingguan (Halaqah Usbu'iyah), pertemuan-pertemuan bulanan (Jalsah Syahriyah), halaqah-halaqah bulanan (Halaqah Syahriyah) bagi para anggotanya, dan sebagainya.
Halaqah-halaqah tersebut dipusatkan untuk kegiatan pembentukan kepribadian (Takwinusy Syakhshiyah) para syababnya, agar terwujud pribadi-pribadi Islam (Syakhshiyah Islamiyah) yang istimewa, mampu mengemban dakwah Islam, serta tangguh dalam mengarungi aktivitas pertarungan pemikiran (Ash Shira'ul Fikri) dan perjuangan politik (Al Kifahus Siyasi).
17. Hizbut Tahrir melakukan aktivitas pertarungan pemikiran (Ash Shiraul Fikri) untuk melawan aqidah-aqidah, peraturan-peraturan, dan ide-ide kufur, seperti Demokrasi, Sosialisme, Komunisme, ide perdamaian dunia, ide dialog antar agama, dan ide tolong menolong antar agama. Juga untuk melawan aqidah-aqidah yang rusak, ide-ide keliru, dan pemahaman-pemahaman yang rancu, seperti Free Masonry, Sekularisme, Patriotisme, Nasionalisme, dan fanatisme madzhab.
Aktivitas ini dilakukan dengan cara menjelaskan penyimpangan dan kekeliruan ide-ide tersebut, serta menjelaskan pertentangannya dengan Islam, agar umat terbebas darinya dan dari pengaruh-pengaruhnya.
18. Aktivitas Hizbut Tahrir dalam perjuangan politik (Al Kifahus Siyasi), nampak dalam penentangannya terhadap negara-negara kafir penjajah yang mempunyai dominasi dan pengaruh atas negeri-negeri Islam, penentangannya terhadap penjajahan dalam segala bentuknya baik dalam bentuk ide, politik, ekonomi, maupun militer; dengan cara membongkar strategi politiknya, membongkar persekongkolan-persekongkolannya, sehingga umat terbebas dari dominasinya dan segala bentuk pengaruhnya.
Aktivitasnya itu nampak pula dalam penentangannya terhadap para penguasa negeri-negeri Islam, baik di negeri-negeri Arab maupun di negeri-negeri Islam lainnya; dengan cara membongkar rencana jahat mereka, mengoreksi mereka, dan mengubah mereka tatkala mereka merampas hak-hak umat, melalaikan salah satu kewajiban mereka atau salah satu urusan umat, atau tatkala mereka menyalahi hukum-hukum Islam.
Termasuk dalam aktivitas perjuangan politik yang dilakukan Hizb, adalah memilih dan menetapkan kemaslahatan umat (Tabanni Mashalihil Umat), dan memelihara urusan mereka menurut hukum-hukum syara'.
Semua aktivitas itu dilakukan Hizb karena mensuri tauladani Rasulullah saw dalam aktivitasnya untuk menegakkan Daulah Islamiyah dan mengubah Daarul Kufur menjadi Daarul Islam.
19. Dalam aktivitas dakwahnya, Hizbut Tahrir membatasi dirinya dengan hanya melakukan aktivitas-aktivitas politik, dan tidak melampaui batasan itu dengan menggunakan kekuatan fisik (senjata) untuk menentang penguasa atau orang-orang yang menghalangi dakwahnya, atau pun siapa saja yang telah mengganggu aktivitas Hizb.
Hal itu dilakukannya karena dia mensuri tauladani Rasulullah saw pada saat beliau ada di Makkah, yang telah membatasi aktivitasnya hanya pada dakwah dan tidak menggunakan kekuatan fisik apa pun, hingga beliau berhijrah ke Madinah.
Fakta bahwa Hizb tidak menggunakan kekuatan fisik untuk membela dirinya, atau menentang penguasa, tidaklah berhubungan dengan masalah jihad. Sebab, jihad tetap berlangsung sampai Hari Kiamat. Dengan demikian, apabila musuh kafir menyerang suatu negeri Islam, maka kaum muslimin yang menjadi penduduk negeri tersebut wajib mengusir mereka. Dan syabab Hizbut Tahrir yang tinggal di negeri tersebut adalah bagian dari kaum muslimin, sehingga mereka memikul kewajiban yang sama dengan kaum muslimin lainnya untuk memerangi dan mengusir musuh, dalam kedudukannya sebagai kaum muslimin.
20. Hizbut Tahrir melakukan aktivitas Thalabun Nushrah (Mencari Pertolongan dan Dukungan) dengan mencari pertolongan dari kalangan para penguasa, politikus, pimpinan militer, kepala suku, pimpinan partai-partai politik, dan orang-orang yang berpengaruh di tengah-tengah masyarakat.
Aktivitas ini mempunyai dua tujuan :
Pertama, Mencari perlindungan, sehingga Hizb dapat menjalankan aktivitas dakwahnya dengan aman.
Kedua, Mengambil alih kekuasaan untuk mendirikan Khilafah dan memberlakukan kembali hukum yang diturunkan Allah dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Para Ahlun Nushrah dari kalangan pimpinan militer telah berusaha beberapa kali untuk mengambil alih kekuasaan di banyak negeri-negeri Arab, seperti di Yordania pada tahun 1969, Mesir pada tahun 1973, Irak pada tahun 1972. Di samping itu terdapat pula beberapa upaya pengambil-alihan kekuasaan yang dilakukan di Tunisia, Aljazair, dan Sudan.
21. Sebenarnya, tujuan Hizbut Tahrir bukanlah meraih kekuasaan. Tujuan Hizbut Tahrir adalah melanjutkan kembali kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia, melalui jalan pengambil-alihan kekuasaan, untuk mewujudkan sistem Khilafah. Oleh karenanya, berdirinya Khilafah sesungguhnya bukanlah puncak cita-cita atau tujuan Hizb, namun sekedar jalan (thariqah) untuk menerapkan Islam, sehingga umat manusia dapat melangsungkan kehidupan Islami, mengecap kembali cita rasa peradaban Islam, dan mengemban kembali risalah Islam sebagai petunjuk dan cahaya bagi seluruh umat manusia.
22. Dalam hal pengambil-alihan kekuasaan, Hizbut Tahrir berbeda dengan partai-partai politik lainnya. Bila partai-partai politik yang berideologi Kapitalisme berhasil mengambil alih kekuasaan, maka para anggota partai-partai tersebut akan menguasai posisi-posisi dalam peme-rintahan, departemen-departemen, pemerintahan di daerah-daerah (bila ada), dan bahkan para duta besar. Menggunakan orang dari luar partai adalah sesuatu yang janggal dan tidak pernah terjadi, kecuali dalam keadaan mendesak dan darurat.
Sementara itu bila partai politik berideologi Komunisme berhasil mengambil alih kekuasaan, maka dia akan menjadikan dirinya sebagai rakyat. Partai politik ini tidak akan mentolerir siapa pun dari kalangan luar partai untuk menduduki posisi-posisi baik dalam Dewan Perwakilan Rakyat maupun pemerintahan. Sementara itu pemilihan-pemilihan umum yang bersifat demokratis hanya berlangsung di dalam tubuh partai.
Adapun Hizbut Tahrir, tidak akan menjadikan dirinya sebagai rakyat/umat. Para anggotanya hanya berkedudukan sebagai bagian dari umat. Khalifah pun tidak akan dipilih oleh Hizb, tapi hanya dicalonkan. Umatlah yang akan memilih dan membaiatnya.
Kemudian, Hizb tidak membeda-bedakan antara anggotanya dengan individu lainnya dari kalangan umat. Yang menjadi tolok ukur adalah kecakapan dan kemampuan, bukan keanggotan dalam Hizbut Tahrir. Maka siapa saja yang cakap dan mampu, akan diangkat, dan siapa saja yang tidak cakap dan tidak mampu, tidak akan diangkat. Sementara itu, faktor keanggotaan partai --pada partai selain Hizbut Tahrir-- merupakan faktor yang dominan/menentukan dalam masalah pemerintahan. Padahal umatlah --dalam pandangan Hizb-- yang merupakan pihak yang harus diperhatikan pendapatnya dan kepentingannya dalam masalah pemerintahan.
Jadi, terdapat perbedaan yang besar antara Hizbut Tahrir dengan partai-partai politik lainnya.
23. Adalah merupakan karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada kami dan kaum muslimin, bahwa Islam telah menjadi opini umum dan menjadi harapan umat agar terlepas dari kondisi buruk yang ada saat ini. Ide Khilafah telah menjadi bahan pembicaraan setiap orang, setelah sebelumnya tidak ada dan tidak dikenal. Demikian juga berdirinya Khilafah dan kembalinya hukum yang diturunkan Allah, telah menjadi cita-cita seluruh kaum muslimin.
Ya, semua itu telah terwujud, sekali pun Hizbut Tahrir harus menghadapi berbagai siksaan yang pedih, boikot dan larangan atas aktivitasnya yang fardlu, segala tipu daya dan propaganda bohong terhadap Hizb yang digembar gemborkan para penguasa, kelakuan sebagian tokoh gerakan-gerakan Islam yang memusuhi Hizb secara terang-terangan, serta tak ketinggalan tingkah polah para penguasa yang telah memata-matai para syabab Hizb, menyiksa mereka secara sangat kejam dan brutal, dan menghalang-halangi mereka dari sumber mata pencahariannya.
Hanya kepada Allah Azza Wa Jalla kami berdoa agar Allah meluruskan kekeliruan-kekeliruan kami, memperkokoh kami dengan pertolongan dari sisi-Nya, memperteguh kami dengan para malaikat-Nya dan orang-orang mukmin yang ikhlas, mengaruniakan kepada kami kesanggupan untuk menegakkan Khilafah dan mengangkat seorang khalifah bagi kaum muslimin, serta mempersatukan kaum muslimin di mana pun mereka berada di bawah panji Laa ilaaha illa'llah Muhammadur Rasulullah. Semua ini tidaklah sulit bagi Allah.[]
Tuesday, April 24, 2007
MENGENAL SEKILAS HIZBUT TAHRIR SEBUAH GERAKAN ISLAM DI TIMUR TENGAH
Posted by Harist al Jawi at 9:28 PM
Labels: Artikel Politik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Pencerahan Aqidah Hizb
Bismillah,
Sesungguhnya sebagian aqidah ummat Islam diambil dari hadits ahad yang shohih, aqidah tersebut antara lain :
- Keyakinan adanya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir didalam kubur.
- Keyakinan bahwa para pelaku dosa besar yang bertauhid tidak kekal di dalam neraka.
- Keyakinan akan turunnya Isa di akhir zaman.
- Keyakinan akan fitnah Dajjal di akhir zaman.
- Keyakinan atas syafa’at Nabi yang terbesar di padang Mahsyar.
- Keyakinan atas syafa’at Nabi untuk para pelaku dosa besar dari ummatnya.
- Keyakinan terhadap 10 orang shahabat yang dijamin masuk surga.
- Keyakinan akan masuknya tujuh puluh ribu dari Ummat Islam ke Surga tanpa Hisab. dsb
Memang aqidah diatas tidak tersurat dalam rukun iman yang enam, namun kesemuanya masuk kedalam butir rukun iman terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa salam, karena semua keyakinan diatas adalah diajarkan dan diyakini oleh Rasulullah.
Misalnya keyakinan kita adanya alam barzakh, ini juga tidak tersurat pada rukun iman yang enam, begitu pula keyakinan adanya surga dan neraka juga tidak tersurat dalam rukun iman yang enam, namun termasuk dalam butir rukun iman terhadap hari akhir.
Maka barangsiapa menolak mengimani aqidah- aqidah diatas jelas telah merusak pondasi keimanan yang terdapat dalam rukun iman.
Selama ini banyak sekali kalangan yang menolak mengimani aqidah- aqidah diatas dengan berbagai alasan yang canggih.
Berawal dari sosok Ibrahim bin Ismail bin Ulayyah (193 H) manusia di zaman tabi’in yang pertama kali mengajarkan pada pengikutnya untuk menolak seluruh hadits ahad sebagai sumber hukum Islam, sehingga ia menuai kecaman keras dari Imam Asy Syafi’ie, bahkan Imam Asy Syafi’ie sampai berkata tentang Ibrahim bin Ulayyah : “Dia orang yang sesat. Duduk dipintu As-Suwal untuk menyesatkan manusia”. (Lihat Lisaanul Mizan Ibnu Hajar I/34 (64) dan Lihat juga Mausu’ah Ahlis Sunnah I/513).
Saat ini beberapa kelompok cendekiawan muslim juga menyatakan penolakannya terhadap hadits ahad meskipun sedikit berbeda dengan Ibnu Ulayyah yang menolak total kandungan hadits ahad, mereka para cendekiawan muslim saat ini hanya menolak sebatas pada kandungan aqidahnya saja.
Hizbut Tahrir sebagai kelompok yang memiliki cita- cita mulia menegakkan syari’at Islam amat disayangkan ternyata menyimpan dan menyebarluaskan penyimpangan aqidah yaitu meragukan keyakinan yang terdapat dalam hadits ahad meskipun hadits tersebut shohih.
Bahkan pendiri Hizbut Tahrir (Taqiyyuddin An Nabhani) mengharamkan mengambil aqidah kecuali pada riwayat yang mutawatir saja. Hal ini karena Taqiyyuddin menganggap hadits ahad meskipun shohih, hanya membuahkan DHON dan semua DHON tidak bisa diimani.
Berikut ini sedikit ulasan tentang sejauh mana penyimpangan aqidah tersebut melekat pada Hizbut Tahrir. Semoga yang sedikit ini bisa memberi pencerahan baik bagi para syabab Hizbut Tahrir maupun untuk kaum muslimin yang saya cintai dimanapun berada :
Pertama :
Ayat ayat al Qur'an yang dijadikan dalil oleh Hizbut Tahrir, yaitu : Qs. an-Nisa’ : 157; Qs. al-An’am : 116, 148; Qs. Yunus : 36, 66; dan Qs. an-Najm : 23, 28,
Ayat-ayat ini tidak bisa dijadikan hujjah haramnya semua DHON karena yang diharamkan dalam ayat ayat ini hanyalah DHON kaum kafir, seperti :
persangkaan bahwa Isa alaihis salam mati dibunuh (an Nisa’ 157), persangkaan bahwa Allah memiliki anak (al An’am 116, 148), persangkaan bahwa Allah tidak melarang kesyirikan (al An’am 148), persangkaan bahwa ada sekutu Rabb selain Allah (Yunus 36, 66 dan an Najm 23,28).
Adapun kaidah Ushul “Al Ibratu bi Umuumil lafdhi la bi khushuushis Sabab” menyebabkan ayat- ayat diatas yang asbabun nuzulnya hanya mencela kaum kafir saja menjadi mencela juga kaum muslimin yang mengikuti DHON kaum kafir diatas.
Jadi kaidah tersebut tidak lantas mengubah makna ayat menjadi semua jenis DHON adalah haram diimani, sebagaimana kesimpulan penafsiran Hizbut Tahrir selama ini.
Dalam hal ini Hizbut Tahrir telah menafsirkan ayat secara aneh dengan memelintirkan kaidah “Al Ibratu bi Umuumil lafdhi la bi khushuushis Sabab” secara keliru sehingga sangat berbahaya bagi ummat Islam yang awwam dalam memahami kaidah ini.
Untuk jelasnya dalam memahami kaidah mulia ini mari kita lihat QS al Baqarah : 170,
Allah berfirman yang artinya :
“Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang kafir) : "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS al Baqarah : 170).
Ayat ini berdasarkan kaidah “Al Ibratu bi Umuumil lafdhi la bi khushuushis Sabab” berarti tidak hanya ditujukan pada orang kafir sebagaimana asbabun nuzulnya, akan tetapi juga ditujukan pada kaum muslimin yang mengikuti perbuatan maksiat nenek moyangnya.
Namun tidak lantas ditafsirkan bahwa semua perbuatan nenek moyang adalah haram diikuti, karena yang dimaksud perbuatan nenek moyang dalam ayat ini adalah yang maksiat saja khususnya kesyirikannya. Adapun perbuatan nenek moyang yang sholih (misalnya perbuatan Ibrahim yang berkorban hewan ternak, menunaikan haji, serta mengkhitan anaknya), maka justru wajib diikuti.
Demikian pula tafsir ayat al Qur’an yaitu : Qs. an-Nisa’ : 157; Qs. al-An’am : 116, 148; Qs. Yunus : 36, 66; dan Qs. an-Najm : 23, 28, yang oleh Hizbut Tahrir disimpulkan kandungan ayat-ayat ini adalah “semua jenis DHON haram diimani”, ini adalah kesalahan fatal mengingat maksud DHON dalam ayat-ayat ini adalah terbatas pada DHON kufur saja, seperti misalnya; DHON bahwa Isa alaihis salam mati dibunuh (an Nisa’ 157), DHON bahwa Allah memiliki anak (al An’am 116, 148), DHON bahwa Allah tidak melarang kesyirikan (al An’am 148), DHON bahwa ada sekutu Rabb selain Allah (Yunus 36, 66 dan an Najm 23,28).
DHON seperti inilah yang dilarang untuk diimani, dan bukan berarti semua jenis DHON adalah dilarang untuk diimani.
Bahkan al Qur’an secara jelas menyatakan bahwa DHON yang berasal dari aqidah tauhid ummat Islam WAJIB diimani, berdasarkan ayat ayat al Qur'an berikut :
QS al Baqarah 45-46, QS. at Taubah : 118, QS. al Haaqqah : 21-20 , dan QS. al Baqarah : 249.
Untuk jelasnya simak arti ayat-ayat al Qur'an berikut :
“ Sesungguhnya aku memiliki DHON, bahwa Sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai”. (QS. al Haaqqah : 20-21)
“……. orang-orang yang memiliki DHON bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. al Baqarah : 249).
Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, dan mereka memiliki DHON bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. at Taubah : 118)
"......orang yang khusyu' adalah orang-orang yang memiliki DHON bahwa mereka akan bertemu dengan Rabb mereka .....". (QS al Baqarah 45-46)
Semua ayat diatas menunjukkan bahwa orang orang yang beriman memiliki DHON yang rajih yang sesuai dengan ajaran Islam.
Adalah hal yang mengada-ada jika kemudian para syabab Hizbut Tahrir mengatakan bahwa ayat- ayat diatas tidak bisa dijadikan landasan hukum, padahal semua kalimat diatas dari sisi Allah datangnya. Dan secara jelas Allah mencantumkan kalimat “DHON” pada ayat-ayat tersebut. Bahkan para ulama ahli tafsir memaknai kalimat “DHON” dalam ayat- ayat diatas sebagai keyakinan.
Penyimpangan tafsir yang terjadi pada Hizbut Tahrir seperti diatas kemungkinan muncul karena adanya pendapat Taqiyyuddin An Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir), yang tentu saja akan didukung secara membabi buta oleh pengikutnya mengingat pendapat tersebut tercantum dalam kitab mutabanat Hizbut Tahrir, yaitu kitab-kitab yang isinya merupakan harga mati bagi pengikut Hizbut Tahrir.
Taqiyyuddin mengharamkan meyakini aqidah selain dari riwayat yang mutawatir saja meskipun riwayat tersebut shohih (lihat Peraturan Hidup dalam Islam, Penulis: Taqiyyuddin an Nabhani, Judul asli: Nidzomul Islam, Penerjemah: Abu Amin dkk, Penerbit: Pustaka Thariqul ‘Izzah Indonesia, Cetakan II (revisi), April 1993, halaman 12, paragraf ke-4 , baris ke-7 dari atas).
Taqiyyuddin juga berpendapat bahwa semua DHON tidak bisa dijadikan aqidah (lihat As-Syakhshiyah al-Islamiyah, Taqiyyudin An-Nabhani, Beirut : Al-Quds, 1953, cet. ke-2, Jilid 1 h.129).
Kedua :
Hadits Nabi yang Mutawatir hanya berjumlah 324 buah saja, sementara hadits yang shohih mencapai kurang lebih 13.000 buah (Bukhari+Muslim).
Jadi 98 % hadits Nabi yang shohih (Bukhori+Muslim) adalah hadits AHAD.
Maka ini menunjukkan bahwa Nabi sendiri telah mewajibkan hadits Ahad sebagai hujjah bagi ummat Islam karena sebagian besar hadits aqidah adalah ahad kedudukannya.
Sungguh aneh jika para syabab meyakini bahwa Nabi tidak mungkin meriwayatkan hadits aqidah pada beberapa gelintir orang saja, darimana keyakinan ini diperoleh ?.
Faktanya Nabi bahkan pernah mengajarkan aqidah kepada Muadz bin Jabal ketika berboncengan berdua saja diatas kendaraan. (Riwayat shahih ini ada di Shahihain).
Jika alasannya karena Nabi tidak akan menyembunyikan ilmu pada beberapa orang saja maka bukankah Nabi telah bersabda “Sampaikan dariku walaupun satu ayat”, dengan adanya perintah ini maka Nabi tidak bersalah jika hanya meriwayatkan hadits aqidah kepada beberapa gelintir shahabat saja mengingat mereka punya kewajiban menyebarluaskannya.
Maka sunnah Nabi mengatakan bahwa mengimani hadits ahad yang shohih adalah wajib hukumnya.
Ketiga :
Para shahabat dalam riwayat yang shohih juga me-WAJIB-kan mengimani hadits ahad meskipun tentang aqidah,
Simak riwayat berikut :
Abdullah bin Umar bertanya pada ayahnya, yaitu Umar bin Khathab tentang hadits bertemakan ‘aqidah ru’yatullah yang disampaikan Sa’ad bin Abi Waqqash kepadanya, maka Umar berkata padanya : “Jika Sa’ad meriwayatkan sesuatu kepadamu dari Nabi, maka jangan engkau bertanya lagi kepada selainnya tentang sesuatu itu”(maksudnya ambilah riwayat itu). (Atsar shahih riwayat Bukhari, No.202)
Keempat :
Para Ulama dalam hal ini diwakili para Imam Empat Madzab juga mewajibkan mengimani hadits ahad yang shohih, bahkan Imam An Nawawi secara terang terangan menyatakan bahwa hadits ahad yang shohih adalah rujukan Ushuludin (aqidah), selengkapnya sebagai berikut :
1. Imam Asy syafi’i (150 – 204 H)
a. Imam Syafi’i berkata : “ Saya belum pernah menemukan ulama kaum muslimin yang berbeda pendapat atas bisa diterimanya khabar ahad “.(Lihat Ar Risalah , 457)
b. Imam Syafi'i mengatakan : "Apabila saya meriwayatkan hadits shahih dari Rasulullah, lalu saya tidak mengambilnya, maka saya akan meminta kamu agar menjadi saksi bahwa akal saya telah hilang." (Lihat kitab Mukhtashar Ash Shawwa'iq Al Mursalah ala Al Jahmiyah wa Al Mu'aththilah 2/350)
c. Imam Syafi'i mengatakan : " Hadis Ahad bernilai Qoth'i (pasti) ketika umat sepakati atas (keshahihan) nya ". (Lihat kitab Al-Muqadama Fil Ulumil hadits)
d. Imam Syafi'i pernah ditanya oleh Said bin Asad tentang hadits bertemakan aqidah ru’yatullah, lalu beliau mengatakan : “ Wahai Ibnu Asad, putuskanlah atasku, sewaktu aku hidup atau aku telah mati, bahwa seluruh hadits yang shahih dari Rasulullah , maka aku berkata dengannya, walaupun hadits itu tidak sampai kepadaku “ (Lihat kitab Al Manaqib, I/421, karya Imam Baihaqi)
2. Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H)
a. "Imam Ahmad berkata bahwa Hadis Ahad adalah dalil yang Qoth'i (pasti) bilamana Umat telah menyepakati keshahihannya". Diriwayatkan dari Ahmad Ibn Abd Rahman Ibn Muhammad Ibn Qudamah Al-Maqdisi (pengarang kitab Al-Mughni) dari Abu Khatab. (lihat kitab Al-Mughni- Bab Khobar Ahad)
b. Imam Ahmad berkata : " Jika saya melihat hadis shohih, saya akan berbuat berdasarkan hadis itu, tapi saya tidak bersumpah bahwa Nabi mengatakan demikian" Diriwayatkan oleh Ahmad Ibn Al-Muthanna Al-Tamimi Al-Qodi Abu Ya'la Al-Mausuli, beliau meriwayatkan dalam (Al-Iddah) bahwa dia melihat dalam kitab (Manin Al-Hadis) dari Abi Bakar Al-Athram (murid dari Imam Ahmad) pernyataan dari Imam Ahmad (maksud beliau ini bukanlah hadits Nabi melainkan fatwa / perkataan beliau sendiri).
3. Imam Abu Hanifah (80-150 H)
a. Imam Abu Hanifah berkata : “ Hadits (ahad) tentang mi’raj adalah benar (qoth’i) barang siapa mengingkarinya, maka ia sesat dan berbuat bid’ah ”. (Lihat kitab beliau al Fiqhul Akbar , 92)
b. Imam Abu Hanifah mengamalkan hadis ahad baik dalam masalah aqidah maupun ahkam selama hadits tersebut shahih seperti halnya hadits mi’raj, pendirian Imam Abu Hanifah terhadap hadits ahad yang shahih maka dapat dilihat pada kitab-kitab beliau "Al Fiqhu Akbar" dan "Al Fiqhu Al Absath" oleh beliau dimana Imam Abu Hanifah menerima hadits ahad apabila shahih baik dalam perkara aqidah maupun ahkam. (Lihat kitab al Fiqhu Akbar dan al Fiqfu al Abshat Imam Abu Hanifah)
4. Imam Malik (93-179 H)
Imam Malik berkata : “ Hadits ahad menghasilkan faidah ilmu “. (Lihat kitab Ashl I’tiqod : 26, syaikh Umar Sulaiman Al Asyqar)
5. Imam An Nawawi (wafat tahun 676 H)
Dalam masalah hadits ahad Imam an Nawawi berpendapat bahwa hadits ahad membuahkan dhon, hal itu terlihat pada pernyataan beliau yang tidak sependapat dengan Ibnu sholah yang berpendapat bahwa hadits ahad adalah qoth'i,
Namun Imam an Nawawi juga berpendapat bahwa hadits ahad yang notabene membuahkan dhon tetap wajib diimani apabila dia shahih karena dhon tersebut adalah dhon yang rajih.
Buktinya silahkan lihat perkataan beliau pada syarah Muslim (1/171, 227) dalam mengomentari hadits ahad yang diriwayatkan Dhamam bin Tsa'labah yang memuat aqidah, diantara pernyataan beliau sebagai berikut :
"Dan hadits ini posisinya sangat agung, Termasuk hadits yang memuat aqidah karena didalamnya Rasulullah mengumpulkan segala sesuatu yang keluar dari seluruh agama kafir dengan keragaman aqidah mereka".
Pernyataan pengagungan beliau atas kandungan aqidah hadits ini adalah bukti bahwa meskipun beliau menganggap hadits ahad mengandung dhon namun maksud beliau adalah dhon yang shahih dan apabila shahih maka WAJIB diimani oleh kaum muslimin.
Kemudian pernyataan beliau yang Lebih Jelas lagi sebagai berikut :
Ketika mengomentari hadits Qudsi yang shahih yang diriwayatkan secara ahad dari Abu Dzar al Ghifari yang berbunyi :
"Hai hamba Ku sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri Ku ... " ,
Imam an Nawawi berkata :
"Hadits ini merangkum beberapa faidah..." (Kemudian beliau menyebutkan beberapa diantaranya), kemudian berkata : "Diantaranya adalah perkara yang menyangkut penjelasan kaidah yang sangat agung dalam ushuluddin (aqidah)" . (al Adzkaar, 368).
Dapat kita lihat bahwa beliau sendiri menyatakan bahwa Hadits ahad diatas memberikan faidah yang salah satunya adalah Kaidah Ushuludin (aqidah).
Kelima :
Hizbut Tahrir berdalih dengan kemutawatiran ayat ayat dalam mushaf Utsmani dan fakta bahwa para shahabat menolak masuknya riwayat ahad ke dalam pembukuan al Qur’an.
Maka ini adalah pembodohan terhadap ummat Islam tanpa menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.
Para shahabat menolak masuknya riwayat ahad ke dalam mushaf Utsmani adalah karena :
1. Nabi tidak pernah meriwayatkan wahyu tanpa mengumpulkan shahabat.
2. Nabi selalu menyuruh juru tulis al Qur’an dan para shahabat untuk menulis wahyu yang turun tersebut.
3. Nabi selalu mengulang-ulang ayat-ayat al Qur’an didepan majelis shahabat dan ketika beliau menjadi imam Sholat.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan periwayatan hadits, baik masalah aqidah maupun hukum Islam lainnya, karena ketika meriwayatkan sebuah hadits :
1. Nabi tidak selalu mengumpulkan shahabat bahkan terkadang hanya berdua saja dengan seorang shahabat.
2. Nabi melarang menulis hadits akan tetapi mewajibkan menyebarluaskannya.
3. Nabi tidak mengulang hadits secara persis lafadz haditsnya akan tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Sehingga jelas bahwa kemutawatiran al Qur’an tidak bisa dijadikan dalil mengharamkan meyakini hadits ahad yang shohih.
Karena al Qur’an pada asalnya memang mutawatir dan tidak mungkin ahad sedangkan hadits pada asalnya lazim secara ahad.
Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, kebenaran tidak selalu ada pada diri saya, namun dalil yang saya utarakan kiranya cukup kuat untuk membuktikan kekeliruan aqidah Taqiyyuddin dan jumhur syabab Hizbut Tahrir.
Hidayah kembali kepada Allah subhanahu wata'ala, semoga Allah memudahkan kita menggapainya.
Dhuha, 15 Muharram 1429 H
Penulis
(extralive@yahoo.co.id)
Post a Comment