Thursday, July 5, 2007

PENGARUH PERANG MISIONARIS

PENGARUH PERANG MISIONARIS


Perang misionaris adalah perang pembuka yang meratakan jalan bagi penjajahan Eropa. Tujuannya untuk menaklukkan dunia Islam melalui penaklukan politik setelah penaklukkan tsaqafah.
Setelah kaum muslimin mengemban qiyadah fikriah Islamiah (kepemimpinan pemikiran Islam) yang menguasai Barat ketika berhasil menaklukkan Istambul dan negara-negara Balkan serta memasukkan Islam ke daratan Eropa, maka Daulah Islam berbalik menjadi sasaran serangan Barat. Barat mulai mengemban qiyadah fikriahnya ke Negara Islam dan menjadikannya panggung kebudayaan dan pemahaman kehidupan bagi umat Islam, menebarkannya dengan macam-macam sarana di bawah nama ilmu, kemanusiaan, dan misionaris keagamaan. Barat tidak cukup dengan membawa hadharah dan pemahaman-pemahamannya, tetapi juga menikam (memfitnah) hadharah dan pemahaman Islam ketika membenturkan misinya melawan Islam. Serangan Barat ini membawa pengaruh, bahkan menguasai kelompok bertsaqafah, para politisi, bahkan juga para pengemban tsaqafah dan masyarakat Islam.
Terhadap kelompok bertsaqafah, Penjajah Barat memasuki sekolah-sekolah misionaris sebelum menduduki dan memasuki semua sekolah. Cara yang ditempuh dengan menciptakan metode-metode pengajaran dan tsaqafah atas dasar falsafah, hadharah, dan pemahaman khas kehidupan Barat. Proses ini terus berlangsung hingga menjadikan kepribadian Barat sebagai asas kehidupan Islam yang pada gilirannya akan mencabut tsaqafah Islam yang selama ini kita pakai. Barat juga menjadikan sejarah, ruh kebangkitan, dan lingkungannya sebagai sumber pokok nilai yang mengisi akal kita. Tidak cukup dengan itu saja, bahkan Barat juga memasukkan ruh ini ke dalam berbagai metode yang terperinci hingga tidak satupun tsaqafah Islam yang keluar dari bagian-bagian landasan pemikiran umum yang itu merupakan falfasah dan hadharahnya. Proses ini merata ke semua aspek tsaqafah Islam hingga merasuk ke dalam pelajaran agama dan sejarah Islam. Metode keduanya dibangun atas dasar Barat dan menurut pemahaman-pemahaman Barat. Agama Islam dipelajari di sekolah-sekolah Islam sebatas pada materi ruhani-etika saja sebagaimana pemahaman Barat tentang agama mereka. Agama dipelajari hanya pada satu aspek saja dan jauh dari kehidupan dan hakikat pemahaman tentang hidup. Kehidupan Rasul diajarkan pada anak-anak kita yang mata rantainya terputus dari kenabian dan risalah, bahkan didudukkan sebagaimana mempelajari kehidupan Napoleon atau Bismarks. Pemikiran atau perasaan apapun tidak ada pengaruhnya sedikit pun dalam jiwa mereka. Materi-materi ibadah dan akhlak yang sebenarnya sudah tercakup dalam minhaj agama diberikan hanya dari sisi kemanfaatan. Dengan demikian, pengajaran agama Islam juga menjadi sejalan sesuai dengan pemahaman-pemahaman Barat.
Sejarah Islam diajarkan hanya dengan menonjolkan sisi-sisi aibnya yang dibuat-buat. Dan, ini membuktikan buruknya tujuan dan pemahaman Barat. Hasil analisa rekayasa itu diletakkan dalam bingkai hitam di bawah nama kesucian sejarah dan bahasan ilmiah, kemudian ditambah dengan lumpur basah yang tumbuh dari para budayawan (bertsaqafah) muslim yang mempelajari sejarah dan menyusunnya atas dasar uslub dan manhaj misionaris. Seluruh rencana diletakkan atas dasar falsafah Barat dan disesuaikan dengan manhaj Barat. Dengan demikian, orang-orang yang bertsaqafah kebanyakan menjadi anak-anak dan murid-murid tsaqafah Barat. Mereka merasakan lezatnya tsaqafah ini dan selalu merindukannya serta mengarahkan kehidupan mereka sesuai dengan manhaj Barat, sehingga mayoritas mereka mengingkari tsaqafah Islam jika bertentangan dengan tsaqafah Barat. Mereka menjadi sekelompok orang yang bertsaqafah Barat dan menerapkan segala kebijaksanaan searah dengan pandangan Barat. Mereka memurnikannya untuk tsaqafah Barat dengan kemurnian yang sempurna yang membawa mereka pada penyucian unsur asing dan mengemban hadharahnya. Banyak dari mereka (kaum muslimin) yang terbentuk dengan pola Barat. Akhirnya, mereka menjadi orang yang membenci Islam dan tsaqafah Islam sebagaimana Barat membencinya. Mereka membawa permusuhan keji terhadap Islam dan tsaqafahnya sebagaimana yang dibawa Barat. Mereka menjadi pemeluk Islam yang meyakini Islam dan tsaqafahnya sebagai penyebab kemunduran kaum muslimin sebagaimana yang diwahyukan Barat kepada mereka supaya berkeyakinan demikian. Dengan demikian, misi para misionaris sukses. Kesuksesan mampu memutus kesetaraan ketika sekelompok kaum muslimin bertsaqafah bergabung dengan Barat dan masuk dalam barisan-barisannya yang memerangi Islam dan tsaqafahnya.
Sekarang ini orang-orang bertsaqafah di Eropa dan sekolah-sekolah asing telah melompat jauh hingga berhasil menembus barisan para pengemban tsaqafah Islam. Penjajah Barat yang menyerang mereka dengan menikam Islam telah menakutkan mereka. Mereka mencoba menangkis tikaman ini di tengah kondisi sudah memakai pada setiap apa yang berhubunan dengan tangan mereka, baik penolakan ini benar ataukah rusak, baik yang ditikam oleh asing adalah Islam yang dibanggakan ataukah yang didustakan atasnya. Dalam penolakan ini, mereka rela menjadikan Islam dalam keadaan membingungkan atau menakwili nash-nashnya sesuai dengan pemahaman-pemahaman Barat.
Seperti demikianlah penolakan orang-orang muslim yang bertsaqafah. Mereka menolak serangan-serangan Barat dengan penolakan yang menghebohkan. Penolakan ini justru akan lebih banyak membantu serangan misionaris daripada yang menolaknya. Yang lebih tragis dan menambah kehancuran Islam adalah hadharah Barat yang jelas-jelas bertentangan dengan hadharah Islam justru dijadikan bagian dari pemahaman-pemahaman mereka. Kebanyakan mereka mengatakan bahwa Barat mengambil hadharah dari Islam dan kaum muslimin. Karena itu, mereka menakwili hukum-hukum Islam sesuai dengan hadharah ini bersamaan masih adanya pertentangan secara mutlak antara Islam dan hadharah Barat. Dengan demikian, mereka menerima hadharah Barat dengan penerimaan yang sempurna dan penuh kerelaan ketika memperlihatkan bahwa aqidah dan hadharah mereka sesuai dengan hadharah Barat. Artinya, mereka menerima hadharah Barat dan membebaskannya dari hadharah mereka yang islami. Inilah yang menjadi sasaran penjajahan Barat ketika berhasil memusatkan menjadi satu antara misi para misionaris dan penjajahan.
Dengan adanya orang-orang yang bertsaqafah asing dan pemahaman yang jelek terhadap tsaqafah Islam, maka di samping kaum muslimin ditemukan pemahaman-pemahaman Barat tentang kehidupan, seperti dalam rumah-rumah mereka yang dipraktekkan hadharah Barat yang materialistik. Akibatnya, kehidupan dalam masyarakat menjadi tunduk pada hadharah dan pemahaman Barat. Kaum muslimin pada umumnya tidak mengetahui bahwa sistem demokrasi dalam pemerintahan dan sistem kapitalisme dalam ekonomi kedua-duanya dari sistem aturan kufur. Mereka tidak terpengaruh jika di antara mereka diputuskan suatu keputusan yang didasarkan pada selain yang diturunkan Allah. Mereka tidak tahu bahwa Allah telah berfirman: "Barangsiapa yang tidak memutuskan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir" (QS. Al-Maaidah: 44). Semua itu disebabkan oleh hadharah Barat yang dibangun di atas dasar pemisahan agama dari negara. Hadharah ini telah menguasai masyarakat mereka. Pemahaman-pemahaman Barat yang materialis juga menguasai angkasa mereka. Mereka terkadang merasa perlu melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan menjaga shalat jika meyakini Allah meski dalam mengatur urusan dunia, mereka menyesuaikan dengan pandangan dan keinginan mereka semata karena mereka terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman Barat yang mengatakan: "Apa yang untuk kaisar berikan kepada kaisar dan apa yang untuk Allah adalah untuk Allah." Mereka tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman Islam yang menjadikan kaisar dan apa-apa yang menjadi miliki kaisar adalah hanya milik Allah, menjadikan shalat, jual-beli, pengupahan, pemindahan hutang, pemerintahan, dan pendidikan semuanya berjalan sesuai dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Benar, mereka tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman ini meski mereka membaca firman Allah: "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah" (QS. Al-Maaidah: 49) dan ayat "Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya" (QS. Al-Baqarah: 282) dan ayat "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa berbuat kesesatan yang dilakukannya itu dan Kamu masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali" (QS. Al-Nisaa': 115) dan ayat "Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semuanya [ke medan perang]. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika telah kembali supaya mereka dapat menjaga diri" (QS. Al-Taubah: 122). Benar, mereka tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman ini dalam ayat-ayat Al-Qur'an meski mereka membacanya karena mereka tidak membacanya sebagai ayat-ayat Al-Qur'an sebagaimana kewajiban seorang muslim membaca ayat sebagai kehidupan yang mengalir (berdenyut) untuk dipraktekkan dalam kancah kehidupan. Mereka hanya membacanya dalam kondisi pemahaman-pemahaman Barat yang telah menguasai mereka, maka mereka hanya terpengaruh dengan ruh ayat-ayat ini dan meletakkan penghalang di antara benak dengan pemahaman dan madlul (makna yang ditunjukkan) ayat. Semua itu karena hadharah Barat bertindak sesuka hati pada mereka dan pemahaman-pemahaman Barat menguasai mereka. Ini kaitannya dengan masyarakat bangsa dan kaum bertsaqafah dengan tsaqafah Islam dan asing.
Adapun serangan Barat kaitannya dengan para politisi, bencana yang ditimbulkannya lebih umum dan musibahnya lebih besar. Pada awalnya para politisi dikumpulkan dan dibujuk oleh penjajah untuk menentang Daulah 'Utsmaniah. Kemudian komitmen mereka diuji dan setelah itu diberi janji-janji muluk ­­yang dijanjikan setan pada mereka tidak lain adalah penipuan. Semenjak itu, para tokoh ini berjalan di "kendaraan-kendaraan" orang asing dan mengikuti garis yang dirumuskan khusus untuk mereka. Di hari-hari akhir Daulah 'Utsmani, mereka mengekor asing (Barat) dan membantunya mengalahkan diri mereka. Ini adalah persoalan yang sebenarnya tidak dibolehkan Islam. Akan tetapi, mereka mengerjakannya dan menjadikannya pola perilaku yang dibanggakan, namun dalam tiap kesempatan mereka menyebut-nyebutnya sebagai ancaman. Aneh! Bahkan, setiap tahun mereka memeringatinya sebagai perayaan kemerdekaan. Terhadap pihak penguasa yang berjuang untuk memperbaiki daulah, mereka justru memeranginya, bahkan berjalan seiring dengan musuh yang kafir (Barat) dalam menentang daulah hingga mengantarkan pada akibat yang sangat tragis, yaitu keberhasilan kafir Barat menjajah negara kaum muslimin.
Tidak berapa lama berselang, para petualang politisi ini meminta bantuan pada kafir penjajah dengan alasan kebangsaan sebagai kompensasi bantuan mereka sebelumnya. Keputusan-keputusan ini mempengaruhi mereka hingga mengantarkan pada hilangnya limid akhir kepribadian mereka yang islami. Pemikiran mereka diracuni dengan ide-ide politik dan filsafat yang dapat merusak visi pandangan mereka tentang kehidupan dan jihad. Akibat selanjutnya akan merusak iklim Islam dan mengacaukan pemikiran-pemikiran yang gejalanya merata dalam berbagai sisi kehidupan.
Jihad yang merupakan ruh politik luar negeri Negara Islam diganti dengan perundingan. Bahkan, mereka juga mempercayai kaidah ambil dan carilah ­­yang dikatagorikan sebagai bentuk penjajahan yang paling menguntungkan penjajah daripada pasukan besar. Kafir penjajah dijadikan kiblat pandangan mereka dan tempat meminta bantuan. Mereka pasrah dan menyerah kepada kafir penjajah tanpa menyadari bahwa setiap permintaan tolong kepadanya dihitung dosa besar dan politik bunuh diri. Mereka puas bekerja hanya untuk wilayah yang sempit dan menjadikannya lapangan kiprah politik. Belum juga jelas bagi mereka bahwa wilayah inilah yang menjadikan aktifitas politik memberi hasil yang mustahil karena tidak adanya kemungkinan memantapkan kedudukan wilayah ­­meski itu adalah negara wilayah (distrik atau bagian)­­ dibangkitkan dengan beban-beban politik dan non-politik yang dituntut oleh kehidupan yang sehat (baik).
Para politisi ini tidak cukup dengan hasil usaha-usaha ini. Bahkan, pusat perhatian mereka yang individualis dijadikan sasaran perwujudan kepentingan mereka yang individualis, sementara pusat perhatian mereka yang umum diperuntukkan negara-negara asing. Dengan demikian, mereka kehilangan pusat perhatian yang alami ­­yaitu mabda' mereka yang islami. Dengan kehilangan pusat perhatian yang alami ini, maka mereka kehilangan kemungkinan memperoleh kesuksesan usaha, meski mereka telah berjuang ikhlas dan mencurahkan segala kemampuan juang. Karena itu, semua gerakan politik menjadi gerakan yang mandul dan semua kesadaran umat berubah ke arah gerakan huru-hara (kacau dan bingung) yang saling bertentangan. Gerakan ini menyerupai gerakan brutal yang berakhir dengan padam, putus asa, dan menyerah. Demikian itu dikarenakan komando gerakan politik mereka menjadikan mereka kehilangan pusat perhatian yang alami. Maka, umat yang kehilangan pusat perhatian yang alami ini menjadi sesuatu yang alami.
Seperti demikianlah fakta dari pemikiran para politisi yang diracuni dengan pikiran-pikiran yang salah sebagaimana juga diracuni dengan dasar-dasar asing. Fakta itu muncul bersamaan di Negara Islam tumbuh gerakan-gerakan dengan nama kebangsaan, sosialis, nasionalis, marxisme, agama ruhani, akhlak, pendidikan, dan pengarahan. Gerakan-gerakan ini berkembang menjadi kekacauan yang berpijak pada kesesatan dan problem baru dalam masyarakat yang bersandar pada problem-problem lain yang jatuh di bawah bebannya. Hasilnya adalah kegagalan dan kebingungan yang berputar-putar di seputar gerakan karena kiprahnya berjalan sesuai dengan pemahaman-pemahaman hadharah Barat, terpengaruh dengan perang misionaris, dan umat mengarah pada pemahaman-pemahaman kehidupan Barat dengan bingkainya. Tambahan lagi hal itu menahan gelora perasaan umat yang bernyala-nyala dan memenjarakannya dalam sesuatu yang tidak bermanfaat dan tidak mendatangkan kebaikan, di samping akan lebih mengosentrasikan kedudukan dan kekokohan penjajahan. Seperti demikianlah kesuksesan perang misionaris dengan keberhasilan yang tidak ada bandingnya.

No comments: