Monday, May 14, 2007

KEDUDUKAN SUNNAH

Seiring umat terus menempuh jalan menuju kebangkitan, sejumlah kaum Muslim mulai menyadari bahwa setelah beberapa dekade meraba-raba metode yang dijejalkan oleh orang-orang kafir, Islam tetap menjadi satu-satunya solusi bagi masalah mereka. Akan tetapi, banyak konsep yang keliru dan fakta yang dipelintir yang masih merusak mentalitas dan sentimen keislaman pada diri umat. Mungkin ada penghalang antara kaum Muslim dan realisasi Islam yang total, yaitu beberapa konsep yang terdistorsi.
Kaum Muslim harus melakukan pertarungan pemikiran melawan pemikiran-pemikiran yang salah dan itu harus dipandang sebagai sesuatu yang vital demi kebangkitan umat. Mereka harus mengoreksi pemikiran-pemikiran yang rusak itu dan menggantinya dengan konsep-konsep yang jelas dan bersih.
Gagasan bahwa al-Quran adalah satu-satunya sumber hukum dan Sunnah sekadar pelengkapnya, masih menjadi kesalahan konsepsi yang lazim di kalangan umat Islam. Sunnah dianggap suplemen dari keseluruhan risalah. Padahal, Sunnah juga berfungsi sebagai sumber utama, sebagaimana halnya al-Quran. Dalam banyak ayat, al-Quran berulang kali menyandingkan ketaatan kepada Nabi Muhammad saw. dengan ketaatan kepada Allah Swt.
Tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak (pula) bagi perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memberikan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka, dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat sesesat-sesatnya. (QS al-Ahzab [33]: 36)
Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS Ali ‘Imran [3]: 32)
Taatilah Allah dan Rasul-Nya agar kamu diberi rahmat. (QS Ali ‘Imran [3]: 132)
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, … .(QS an-Nisaa’ [4]: 59)
Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, dan mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS an-Nisaa’ [4]: 13)
Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS an-Nisaa’ [4]: 69)
Konsekuensinya, kaum Muslim harus menolak setiap pemikiran atau gagasan yang berupaya menurunkan, memarginalkan kedudukan Sunnah, atau mengategorikannya sebagai suplemen, bukan sebagai bagian integral dari risalah Islam. Untuk menekankan kedudukan Sunnah, al-Quran menyebutkan ketidaktaatan terhadap Nabi saw. sebagai ketidaktaatan terhadap Allah Swt.
Barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka dan dia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS an-Nisaa’ [4]: 14)
Barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (QS al-Jin [72]: 23)
Barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan dia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS an-Nisaa’ [4]: 115)
Tidaklah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasanya barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, mereka kekal di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar. (QS at-Taubah [9]: 63)
Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan suatu kejadian pun. (QS an-Nisaa’ [4]: 42)
Mencermati ayat-ayat di atas, seorang Muslim tidak selayaknya memandang kedudukan Sunnah di bawah kedudukan al-Quran, karena Allah Swt. menyatakan dengan jelas bahwa kedudukan Rasulullah saw. adalah bagian dari wahyu itu sendiri. Tidak ada satu ayat pun dalam al-Quran yang menunjukkan bahwa Allah Swt. memosisikan Sunnah di bawah al-Quran, meskipun hanya sedikit.
Bahkan, orang-orang yang sudah memandang kedudukan Sunnah dalam Islam secara benar, masih juga gagal menempatkannya dalam konteks yang tepat. Berbeda dengan keyakinan yang umum berkembang di kalangan kaum Muslim, Sunnah tidak dapat dipandang secara umum dan ambigu. Untuk merepresentasikan Sunnah dalam kehidupan umat setepat dan seakurat mungkin, kaum Muslim harus memandang Sunnah dalam kerangka yang terstruktur dan terkategori untuk memahami aspek-aspek dari Sunnah yang relevan dengan kehidupan mereka, serta untuk menghindari kesalahan penerapan Sunnah dan keambiguan dalam mendefinisikan Sunnah.
Dengan kata lain, kita perlu membedakan antara perbuatan-perbuatan Rasulullah saw. yang ditujukan kepada umat dan perbuatan-perbuatan Rasulullah saw. yang memang khusus bagi beliau.

Macam-macam Sunnah
A. Qawli (perkataan), yaitu ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw. dalam setiap permasalahan. Misalnya, “Barang siapa yang berlaku curang tidaklah termasuk golongan kami.”
B. Faili (perbuatan), yaitu segala sesuatu yang dilakukan dan dipraktikkan Nabi Muhammad saw., seperti cara beliau shalat atau melaksanakan haji.
C. Taqriri (persetujuan), yaitu persetujuan Nabi Muhammad saw. atas suatu perkara. Jika ada suatu perbuatan yang dilakukan di hadapan Rasulullah saw. dan beliau tidak melarangnya, maka hal itu dianggap sebagai persetujuannya. Misalnya, Nabi saw. menyetujui barisan shalat wanita di masjid yang terpisah dari laki-laki, tapi di ruangan yang sama.
Perbuatan Nabi saw. dapat dikategorikan lagi ke dalam beberapa subkategori.
1. Perbuatan yang menjadi bagian dari sifat kemanusiaannya
Yang termasuk perbuatan jenis pertama ini misalnya cara Nabi Muhammad saw berdiri, duduk, makan, atau minum. Misalnya diriwayatkan bahwa ketika Nabi Muhammad saw. berjalan dan ingin melihat ke arah yang lain, beliau memutar seluruh badannya ke arah yang ingin dilihatnya. Perbuatan semacam ini tidak mengandung tuntutan, sehingga berimplikasi hukum mubah, kecuali dalam beberapa kasus yang Rasulullah saw. sendiri merekomendasikan umatnya agar melakukan perbuatan tertentu. Dengan begitu, perbuatan yang dianjurkan itu akan dianggap mandub. Sebagai contoh, ada hadis yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. menyuruh seorang Sahabat makan dengan tangan kanan. Ini artinya perbuatan (makan) yang tadinya mubah berubah menjadi mandub. Sunnah juga tidak mencakup pengetahuan yang bersifat khusus dan teknis, seperti medis, teknik, agroindustri, atau komputer, karena keahlian-keahlian semacam itu tidak menjadi bagian dari fungsi kenabian.

2. Perbuatan yang khusus diperuntukkan bagi Nabi Muhammad saw.
Allah Swt. telah mengutus Nabi Muhammad saw. dengan hukum-hukum yang spesifik diperuntukkan bagi beliau. Misalnya, Rasulullah saw. diperintahkan untuk melakukan shalat tahajud dan isyraq sebagai perkara yang fardhu; beliau diizinkan untuk melanjutkan puasanya hingga malam hari; akad nikah beliau tidak perlu ada mahar; mantan istri beliau tidak boleh dinikahi orang lain; dan beliau dibolehkan menikahi lebih dari empat wanita pada satu masa.
Perbuatan-perbuatan tersebut adalah khusus bagi Nabi Muhammad saw. Siapa pun yang melakukan perbuatan itu dianggap berdosa karena melakukan perbuatan yang menjadi hak eksklusif Nabi Muhammad saw.

3. Perbuatan Nabi Muhammad saw. yang mengandung tuntutan
Ada tiga jenis perbuatan Rasulullah saw yang termasuk ke dalam kategori ini.

3.1. Perbuatan Rasulullah saw. yang menjelaskan suatu ayat
Jika perbuatan Rasulullah saw. merupakan penjelasan bagi hukum atau ayat yang wajib, maka penjelasannya itu sendiri menjadi wajib. Jika menjelaskan hukum yang mandub, maka penjelasannya juga menjadi mandub. Secara umum, status hukum penjelasan mengikuti status hukum yang dijelaskan.
Sebagai contoh, al-Quran mewajibkan shalat. Setiap penjelasan tentang tata cara shalat yang dilakukan oleh Rasulullah saw. berarti menjadi wajib. Misalnya, Nabi Muhammad saw. membaca al-Fatihah ketika berdiri, dan selalu membacanya pada tiap rakaat. Kecuali bagi orang-orang yang mengalami hambatan fisik untuk berdiri, membaca surat al-Fatihah harus dilakukan sambil berdiri dalam shalat fardhu.
Contoh lain, Allah Swt. memerintahkan Rasulullah saw. untuk mengatur masyarakat dengan apa yang telah Allah swt turunkan. Dengan demikian, cara Rasulullah saw mengatur masyarakat, yaitu dengan hukum Islam, adalah kewajiban. Sebagian orang berpendapat bahwa Rasulullah saw. tidak memberikan perincian hukum menyangkut fungsi pemerintahan. Menurut mereka, Nabi Muhammad saw. hanya memberikan prinsip-prinsip umum sehingga memberikan kesempatan pada akal kita untuk mencari dan menggunakan bentuk-bentuk pemerintahan yang baru. Banyak kaum Muslim yang percaya akan hal ini dan menggunakan demokrasi dengan sistem parlementer atau presidensial untuk memerintah kaum Muslim.
Akan tetapi, karena setiap perintah yang ditujukan kepada Rasulullah saw. juga berarti ditujukan kepada seluruh kaum Muslim, maka perintah untuk memerintah berdasarkan wahyu Allah Swt. juga berlaku bagi seluruh kaum Muslim. Al-Quran memperingatkan kita bahwa siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan Islam akan dianggap zalim, fasik, atau kafir. Sirah Rasulullah saw. menunjukkan banyak sekali perincian fakta yang berkaitan dengan pemerintahan berdasarkan Islam. Misalnya, dalam Sirah, Rasulullah saw. bersabda:
Sejak dulu Bani Israil selalu dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, maka segera diganti oleh nabi penerusnya. Kelak tak akan ada lagi nabi setelahku. Namun, akan ada para khalifah dalam jumlah yang banyak. Para sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab, “Penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama saja. Berikan kepada mereka hak-haknya. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka perihal perkara yang telah Allah kuasakan kepada mereka. (HR Muslim)
Nabi Muhammad saw. mengatakan bahwa khalifah itu harus satu:
Apabila baiat diberikan kepada dua khalifah, bunuhlah yang terakhir di antara keduanya. (HR Muslim)
Rasulullah saw. juga mengatakan kepada kaum Muslim bahwa Allah Swt. akan murka kepada orang yang menarik baiatnya, yang berarti berlepas diri dari ketaatan. Sirah juga menggambarkan struktur sistem pemerintahan Islam yang terdiri atas Khalifah selaku kepala negara, Mu’awin Tafwidh (pembantu Khalifah di bidang pemerintahan), Mu’awin Tanfidz (pembantu Khalifah di bidang administrasi), Wali (semacam gubernur provinsi), Amirul Jihad, Qadhi (hakim), Mashalih Daulah (departemen negara), dan Majelis Umat (lembaga wakil rakyat).
Karena perincian struktur negara itu merupakan penjelasan atas perintah untuk mengatur berdasarkan Islam, maka penjelasan ini memiliki status yang sama dengan perintah tersebut sehingga kaum Muslim wajib menerapkannya. Penjelasan ini seharusnya cukup untuk membantah klaim orang-orang yang mengatakan bahwa menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, baik itu yang parlementer, republik, monarki, maupun diktator masih dalam cakupan Islam.
Selain itu, Allah Swt. memerintahkan Rasulullah saw. untuk mengemban dakwah Islam. Allah Swt. berfirman:
Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan tidaklah aku termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS Yusuf [12]: 108)
Allah Swt. juga berfirman:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS an-Nahl [16]: 125)
Dua ayat di atas mewajibkan kaum Muslim untuk mengemban dakwah Islam sesuai dengan cara yang ditempuh Rasulullah saw. Rasulullah saw. melakukan dakwah secara berjamaah, kelompok, atau partai. Beliau tidak melakukan kompromi sedikit pun dalam masalah aturan-aturan Islam. Beliau tidak pernah mengadopsi prinsip: “Jika kau dapat mempengaruhi mereka, bergabunglah dengan mereka.”
Rasulullah saw. dan para sahabat melakukan konfrontasi terhadap masyarakat Makkah, menyerang akidah, hukum, penguasa, dan konsep mereka, serta selalu menawarkan Islam sebagai satu-satunya alternatif.
Kelompok dakwah Rasul itu tidak terlibat dalam perjuangan fisik, seperti melakukan tindak terorisme, aksi-aksi militer, ataupun latihan-latihan olahraga. Perjuangan mereka melibatkan perjuangan politik melawan para pemimpin masyarakat Makkah, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan Walid bin al-Mughirah. Selain itu, Rasulullah saw. dan para sahabat juga terlibat dalam perjuangan ideologis (pertarungan pemikiran) dengan menyerang praktik-praktik kecurangan dalam timbangan, kebiasaan mengubur bayi perempuan hidup-hidup, menyembah berhala-berhala, dan lain-lain. Dengan demikian, dakwah Islam saat ini pun harus dilakukan dengan cara yang sama.
Namun sayangnya, banyak gerakan yang kini berusaha untuk masuk dan memperbaiki sistem kufur yang menguasai mereka. Ada juga gerakan yang bergabung dengan kabinet rezim kufur itu, atau berpartisipasi dalam sistem kufur. Mereka menganggap hal itu perlu dilakukan karena sistem kufur itu bisa diubah dengan cara mempelajarinya dari dalam sistem itu sendiri. Perbuatan yang naif dan haram itu jelas keliru karena perbuatan Rasulullah saw. dalam melakukan dakwah adalah perbuatan yang mengikat seluruh kaum Muslim. Ini sesuai dengan kaidah bahwa jika perintah untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Islam itu wajib, maka penjelasan tentang cara-cara menjalankan pemerintahannya itu sendiri menjadi wajib.

3.2. Perbuatan Rasulullah saw. yang berkatagori mandub atau nafilah
Contoh perbuatan yang termasuk katagori ini ialah berpuasa enam hari selama bulan Syawal, berdzikir, dan melaksanakan shalat sunnah.

3.3. Perbuatan Rasulullah saw. yang berstatus hukum mubah
Karena perbuatan-perbuatan ini mubah, diperbolehkan, maka perbuatan-perbuatan itu bisa jadi mendatangkan ridha Allah Swt. atau tidak.
Contohnya adalah penetapan sepuluh tahun sebagai jangka waktu berlakunya perjanjian Hudaibiyah. Penentuan periode tersebut tidak bersifat tetap, juga bukan batas waktu untuk setiap perjanjian yang ditandatangani oleh khalifah. Oleh karena itu, khalifah dibolehkan menandatangani suatu perjanjian dengan masa berlaku lima atau lima belas tahun, atau berapa pun sesuai dengan pertimbangannya. Contoh lain, tentang penggalian parit pada Perang Khandaq. Taktik tersebut digunakan untuk mempertahankan Madinah dari serangan musuh. Sekarang, taktik menggali parit bisa diganti dengan taktik lain yang lebih sesuai.

Uswah (Teladan)
Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagi kalian. (QS al-Ahzab [33]: 21)
Meneladani Rasulullah saw. berarti melakukan perbuatan persis sebagaimana Rasulullah saw. melakukannya. Jika Nabi Muhammad saw. melakukan suatu perbuatan sebagai hal yang mandub, maka kaum Muslim harus mengikuti beliau dengan melakukan perbuatan tersebut sebagai hal yang mandub pula. Apabila perbuatan yang dilakukan Rasulullah saw. itu sesuatu yang fardhu, maka perbuatan itu dilakukan kaum Muslim sebagai fardhu pula. Misalnya, tidak ada seorang pun yang boleh menganggap bahwa puasa enam hari di bulan Syawal itu fardhu karena hukumnya memang sunnah (nafilah). Tidak ada seorang pun yang bisa mengubahnya jadi fardhu.
Demikian pula, tidak ada seorang pun yang dapat membolak-balikkan hukum suatu perbuatan dan mengatakan bahwa Rasulullah saw. melakukan suatu perbuatan sebagai fardhu dan mengubahnya menjadi sunnah, atau sebaliknya. Akan tetapi, memang ada sebagian orang yang merasa bahwa perbuatan-perbuatan yang sunnah itu menjadi fardhu. Namun, munculnya pendapat tersebut tidak didasarkan pada kajian yang mendalam dan komprehensif terhadap bukti-bukti dan dalil-dalil yang ada.

No comments: