Monday, April 23, 2007

DUNIA MEKANIKA NEWTON

“Sangat sedikit orang yang pernah membaca karya Newton, padahal karyanya itu sangat penting dipelajari agar kita memahaminya. Walau begitu, banyak orang membicarakannya”. Voltaire

Perkembangan paling mengagumkan dalam kemajuan topik bahsan kita; ‘Hukum Alam’ dihasilkan oleh karya Isaac Newton (1642-1727). Kontribusinya pada apa yang sekarang kita kenal sebagai Alam adalah yang terhebat yang pernah dihasilkan oleh seorang individu, namun bukan semata-mata karena hal ini saja dia menjadi tokoh utama cerita kita. Tidak seperti para ahli sains yang hidup sebelum dia, karya Newton menghasilkan pengaruh yang dramatis pada seluruh kebudayaan. Kejeniusannya tidak disambut dengan hinaan dan hukuman seperti yang ditimpakan pada Galileo atas kejujuran dan keterusterangannya; hambatan hanya timbul dari argumen konstan personal -secara berurutan- mulai dari Hooke dan kemudian Leibniz. Karyanya menciptakan suatu filsafat alam yang menyeluruh, dan memulai populerisasi sains pada masyarakat umum yang berbahasa Inggris. Dikungkungi oleh Gereja, Ratu dan Pemerintahan, masa pra-kejayaan Newton menjadi pusat di mana masyarakat kerajaan mulai menata ulang keunggulan sains dan intelektualnya.
Newton datang pada saat yang tepat. Para pengikut Copernicus telah menempatkan sains di atas suatu wacana yang tidak lagi memandang manusia sebagai pusat dari segalanya. Galileo telah mengembangkan metode matematis pada perkembangan yang kemudian mengundang masalah di masa selanjutnya. Berbagai bentuk komunikasi dan lahirnya masyarakat-masyarakat sains telah mempercepat pertukaran ide dan informasi. Tingginya eksperimen aktif dibandingkan dengan observasi pasif, telah menarik ahli yang memiliki kemampuan tinggi pada kegiatan sains. Berbagai instrumen didisain dan diciptakan untuk tujuan tertentu dalam proses observasi dunia secara lebih luas dan detil. Apa yang diungkap oleh mikroskop dan teleskop memicu ketidakyakinan pada perhitungan.
Sementara Leonardo da Vinci –seorang praktisi genius di masa Renaissance menampilkan suatu perbedaan kepentingan yang mencolok dengan membuat katalog dan gambar untuk segala yang dia lihat, Newton melihat segalanya dengan suatu pemahaman terpadu yang mendalam. Dia -tanpa terkecuali- menemukan faktor umum yang esensial di balik fenomena yang pada permukaannya berbeda, dan sebagai hasilnya, dimulailah suatu penekanan kuat pada keteraturan matematis Alam daripada eksentrisitasnya. Kepercayaan dirinya memungkinkannya untuk mengisolasi suatu koleksi “Hukum Alam” yang amat besar yang hingga hari ini bertahan sebagai suatu taksiran yang tepat untuk pola pergerakan benda yang kecepatannya kurang dari cahaya. Begitu suksesnya ia sehingga di seluruh dunia teori Newton telah memunculkan realisme dengan kekuatan baru. Kini banyak yang percaya bahwa Newton telah menemukan hukum yang tepat atas Pencipta.
Newton melihat dengan jelas bahwa peninggalan Aristoteles yang telah didukung oleh cerewetnya kaum Skolastik adalah mandul. Ia mengemukakan suatu argumen tentang sifat bawaan dari berbagai benda yang memberikan alasan untuk berbagai sifat tersebut dalam daya intrinsik khusus dari benda itu sendiri. Newton tertarik untuk menemukan aturan-aturan umum yang menentukan bagaimana berbagai benda dapat tercipta[1]; ia tidak tertarik pada masalah yang tidak mungkin terpecahkan semacam mengapa benda-benda tercipta, karena dia yakin bahwa sangat memungkinkan untuk mengatakan ‘bagaimana’ tanpa adanya referensi dari isu ‘bagaimana’. Pada pengantar untuk Principia, dia menulis bahwa di masa lalu para filsuf bekerja untuk memberikan nama pada benda, dan bukan mencari tahu sesuatu tentang benda tersebut. Dia melanjutkan usahanya memunculkan suatu metode saintis yang bertujuan untuk meluruskan penyimpangan ini. Tentang metode ini, dia berpendapat:
“prinsip yang saya kemukakan ini bukan sebagai kualitas gaib, seperti pada hasil dari bentuk spesifik benda, namun sebagai ‘Hukum Alam’ umum, di mana benda-benda tersebut terbentuk.”
Metode Newton tidak sepenuhnya revolusioner, dan kita dapat meyakini bahwa dia mengkaji aksioma dasarnya jauh setelah dia selesai menyusunnya dengan kegunaan intuitif dalam memecahkan masalah. Metode tersebut juga tidak cukup untuk memiliki suatu filsafat sains yang pas guna membuat penemuan yang alami.
Sebagai suatu pendahuluan untuk mengkaji hukum gerak Newton, mari kita lihat sejumlah hukum yang sama yang dikemukakan oleh Rene Descartes (1596-1650 C.E), yang meninggal lima tahun setelah Newton lahir. Descartes menyatakan hukum-hukum ini sebagai ‘aturan alam’ pada 1644, namun setelah 1647 ia ikut mengadaptasi istilah “hukum alam’. Hukum-hukum itu terlihat matematis. Hukum-hukum itu dihasilkan dari suatu observasi. Hukum-hukum itu menyangkal setiap sistem dari akibat final. Walau demikian hukum-hukum itu tidak tepat. Bagaimanapun bagusnya metode ilmiah dari para ilmuwan, sangat penting sekali bagi seluruh dunia untuk mengkajinya kembali dengan tepat.
Istilah ‘hukum gerak’ telah menjadi sesuatu yang lazim ditemukan dalam tulisan-tulisan Descartes, Huygens, Wallis, dan Wren untuk benturan antar objek. Hukum yang dikemukakan oleh Descartes sangat menarik sebagai suatu contoh ketidaktepatan hukum gerak yang telah disempurnakan oleh Newton. Hukum Gerak Descartes terdiri atas dua bagian, dan memprediksi hasil dari benturan antar dua massa:
1. bila dua benda memiliki massa dan kecepatan yang sama sebelum terjadinya benturan, maka keduanya akan terpantul karena tumbukkan, dan akan mendapatkan kecepatan yang sama dengan sebelumnya.
2. bila dua benda memiliki massa yang sama, maka karena tumbukkan tersebut, benda yang memiliki massa yang lebih kecil akan terpantul dan menghasilkan kecepatan yang sama dengan yang memiliki massa yang lebih besar. Sementara, kecepatan dari benda yang bermassa lebih besar tidak akan berubah.
Descartes telah memunculkan hukum ini berdasarkan pada perhitungan simetris dan suatu gagasan bahwa sesuatu harus ditinjau dari proses tumbukkan. Sayangnya, gagasan Descartes memiliki kekurangan yang sama dengan gagasan Aristoteles: masalah diskontinuitas. Hal ini pertama kali digugat oleh Leibniz.
Newton mengamati dunia secara lebih mendalam dan hati-hati dibandingkan Descartes, dan juga memiliki keuntungan dari pandangan pribadi Descartes sebelumnya. Hukum gerak yang dikemukakan Newton dipublikasikan pada tahun 1687, sekalipun telah teruji jauh sebelumnya. Tidak seperti ilmuwan di masa kini, Newton tidak terburu-buru mempublikasikan atau dengan kata lain, mengumumkan penemuannya. Bagaimanapun, ini mungkin hanya suatu konsekuensi dari kawan-kawannya yang sangat mengenali kinerjanya.
Sekali waktu, sebagai seorang yang mungkin saja menghadapi kemungkinan tentangan publik dan pejabat yang beragam seperti yang dialami Copernicus atau Galileo, Newton, ‘dengan wajah prisma dan diamnya’, mungkin akan merahasiakan berbagai penemuannya. Namun dia tidak melakukannya. Tiga hukum gerak Newton yang terpenting dikemukakannya sebagai berikut.
1. Setiap benda tetap pada kondisi diam, atau membentuk gerak dalam lajur yang lurus, kecuali bila benda tersebut digerakkan agar berubah oleh kekuatan yang mendorongnya.
2. Perubahan gerak proporsional dengan motif kekuatan yang mendorongnya; dan dibuat sesuai dengan arah garis lurus yang dibentuk kekuatan tersebut.
3. untuk setiap aksi akan selalu menghasilkan aksi; atau, aksi mutual dari dua benda satu sama lain akan selalu sama, dan memiliki arah yang berlawanan.
Yang paling menarik dari pernyataan tersebut adalah hukum pertama. Biasanya, kita menjumpainya di sekolah dalam bahasa yang lebih familiar (Newton menulis aslinya dalam bahasa Latin), seperti pada ungkapan ‘benda beraksi dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan’. Dalam draft terbarunya, Newton menulis hukum pertama seperti ini:
Bila suatu kuantitas bergerak, [atau digerakkan], maka dia tidak akan berhenti kecuali bila dihentikan oleh sebab eksternal,
Dan kemudian:
Dengan kekuatannya sendiri, suatu benda akan selalu membentuk suatu garis lurus asal tidak ada sesuatu pun yang merintanginya,
Sebelum bagian akhir kalimat, diterjemahkan menjadi:
Dengan alasan dayanya sendiri setiap benda mempertahankan posisi diamnya atau pergerakannya dalam suatu lajur lurus kecuali bila kemudian diubah dengan kekuatan yang mempengaruhinya.
Pada kenyataannya, hukum ini berutang banyak pada Descartes, sebagai orang pertama yang menyampingkan ide bahwa pergerakan merupakan beberapa tipe proses dan dapat memaknai sifat dasar di mana sikap diam dan gerak lambat adalah sama. Pada 1644, dalam kamus Principia Philosophiae-nya yang terkenal, Newton memasukkan pendahuluan untuk hukum pertamanya:
Bila [suatu benda] dalam keadaan diam kita tidak dapat meyakini bahwa benda tersebut bergerak, kecuali bila didorong oleh penyebab eksternal. Juga mengapa kita harus berpikir bahwa benda bergerak atas keinginannya sendiri, tidak jika ada alasan lain bila benda tersebut bergerak, dan tidak ada benda lain yang merintanginya.
Deduksi Newton dibedakan dengan deduksi Descartes dalam caranya melalui sejumlah eksperimen dan observasi. Guna mendukung teorinya, Newton melakukan observasi atas proyektil, dedaunan dan planet. Perbedaan pun makin melebar karena Newton memandang bahwa saat gerakan tidak sama, suatu kekuatan beraksi. Dia juga memasukkan elemen universalitas dengan menulis pada paragraf pembuka, “setiap benda’. Kita dapat melihat adanya sesuatu yang kontras bila dibandingkan dengan Principia Philosophiae-nya Descartes saat Newton menyebut hasil kerjanya Philosophiae naturalis principia mathematica.
Hukum Newton yang pertama menyatakan bahwa bila tidak ada kekuatan yang mendorong maka tidak akan ada akselerasi. Bila anda melihat suatu benda bergerak dengan kecepatan yang berubah atau sejalan dengan suatu jalur yang bukan suatu garis lurus, maka ada suatu kekuatan jaringan yang bekerja atasnya. Bila anda mengingat kembali bagaimana hukum gerak Aristoteles berbeda; Aristoteles menyatakan bahwa kekuatan membuat gerakan bumi tidak teratur, dan dia juga menyatakan (namun hanya secara filosofis) bahwa gerakan benda-benda angkasa bersifat sirkular. Sirkular dibandingkan dengan gerakan pada garis lurus merupakan ungkapan natural dunia angkasa Aristotelian. Selebihnya, ketetapan alam atas gerakan objek dalam dunia terestrial. Newton mungkin ingin memberitahu Aristoteles bahwa kekuatan merupakan ‘penyebab efisien’ dari akselerasi.
Lantas, apa yang membuat pernyataan Newton yang mengagumkan menjadi menarik adalah bahwa baik Descartes maupun Newton juga orang lain tidak ada yang pernah melihat suatu benda bergerak tanpa didorong oleh suatu kekuatan. Semuanya dapat merasakan bahwa kekuatan gravitasi digerakkan oleh benda lain di alam semesta, dan dalam situasi tertentu suatu benda biasanya akan merasakan pemisahan dari kekuatan lain yang tak terhindarkan sebagaimana mestinya. Tidak diketahui adanya cara lain yang dapat mengisolasi benda dari kekuatan.
Kita tidak dapat memadamkan kekuatan alam begitu saja. Pada kenyataannya, beberapa dari kekuatan ini menyangga benda-benda solid secara bersamaan. Ini berarti bahwa Newton mencapai sesuatu yang jauh lebih memuaskan dari para pendahulunya; dia tidak lantas menulis begitu saja suatu deskripsi empiris dari apa yang terlihat pada alam, karena hukum pertamanya menggambarkan suatu situasi yang belum pernah terlihat, ataupun akan terlihat.
Penemuan ini tidak lantas begitu saja menunjukkan secara lugas tentang seperti apa dunia ini kelihatannya, karena tidak ada objek di dunia ini yang dapat memenuhi hukum tersebut; sekalipun Newton sendiri meyakini bahwa dia menggambarkan sesuatu yang berpijak pada realita, bukan ‘sekedar di permukaan saja’. Hal tersebut juga bukan sekedar pernyataan operasional: tidak mengatakan pada kita bagaimana mengukur kekuatan kecepatan. Hukum itu terlihat sebagai yang paling mendekati ide platonis. Newton mempertimbangkan suatu situasi ideal yang digambarkan oleh observasinya terhadap sejumlah situasi non ideal.
Para ahli fisika modern menyebutnya sebagai sebuah ‘model’. Dia memperhitungkan sejumlah keadaan pada keadaan di mana ada kekuatan yang beraksi atas suatu benda namun masing-masing saling tarik menarik, dan tidak menghasilkan suatu kekuatan jaringan aksi atas benda pada suatu penghitungan dalam derajat tinggi. Hukum pertamanya merupakan suatu kreasi pikiran dalam kondisi spektakuler. Hukum itu adalah sebuah abstraksi yang menangkap elemen-elemen esensial nyata. Hukum itu juga melibatkan suatu intuisi semacam pada macam apa kekuatan beraksi, dan memberikannya status yang sama.
Di kemudian hari, para ilmuwan mengikuti langkah ini untuk berbagai hal. Seni dalam memformulasikan ‘hukum alam’ yang baik menyatukan kemampuan untuk mengenali aspek mana saja dari suatu situasi yang tidak esensial. Tidak ada statement dari suatu ‘hukum alam’ yang dapat memperhitungkan seluruh faktor observasional yang terlibat dalam suatu fenomena alam tertentu.
Hal tersebut terlalu kompleks. Lebih jauh lagi, penandaan pada ilmuwan potensial adalah untuk melihat melalui tampilan dominan yang tidak esensial dan terkonsentrasi. Namun hukum yang dihasilkan harus dapat dipertahankan bila semua faktor yang tidak esensial yang menghindari tampilan sekunder dunia digambarkan dalam deskripsi kita. Salah satunya dengan tidak mengabaikan tampilan ini karena tampilan tersebut merupakan contoh yang aneh, namun karena tampilan tersebut tidak memperkenalkan poin prinsip baru. Bila inklusi mereka sekedar menghasilkan hukum yang salah, maka inklusi tersebut akan menjadi tidak esensial.
Saat ahli fisika Newtonian bermunculan, mereka memunculkan gagasan permukaan tanpa friksi, gas ideal, konduktor listrik sempurna, tumbukan inelastis, insulator sempurna, bidang sempurna, dan sebagainya.
Tidak ada satu pun dari entitas ini yang eksis di dunia, namun suatu hukum yang paling berguna diformulasikan dalam kondisi bagaimana jadinya sifat ‘ideal’ objek bila membatasi keadaan dari suatu rangkaian paralel pada penghitungan situasi yang semakin mendekati bentuk ideal. Kemudian, kita menggunakan fungsi prinsip kontinuitas yang disebut bertentangan dengan hukum gerak Descartes, guna menghadirkan aspek-aspek hukum fisik yang lebih general. Objek ideal dipandang sebagai batas dari suatu rangkaian yang dapat teramati, daripada sebagai sebuah cetak biru. Pendekatan ini menjaga ide fisik dan filosofis yang dibuat Descartes.
Newton tidak pernah terlibat dalam debat tentang ide-ide Platonis. Hukum jenis ini memungkinkan seseorang untuk mengetahui sifat benda-benda nyata dengan memperluas pembiasan dari sifat ideal.
Bila situasi yang kita harapkan untuk menggambarkan dengan jelas dan mendekati bentuk ideal sejalan dengan hukum yang kita percayai, kita mengharapkan sifat dari situasi nyata untuk semakin mendekati sifat yang disebutkan dalam hukum.
Pada prakteknya, sangat tidak mungkin bagi penghitungan dan observasi kita untuk dapat benat-benar akurat dan karenanya tidak ada cara lain bagi kita untuk mengetahui apakah suatu hukum benar atau tidak.
Newton khususnya tertarik pada bagaimana penciptaan benda-benda di alam, dengan tidak secara filosofis. Mengapa benda-benda tersebut diciptakan atau untuk tujuan apa mereka hadir bukanlah apa yang ingin dia ketahui. Walau begitu, dia tidak memandang bahwa berbagai isu semacam itu sebagai sesuatu yang tidak bermakna atau tidak relevan; bagaimanapun, dia melewatkan sebagian besar waktunya untuk memenuhi keingintahuan metafisik dan teologisnya1. Newton memandang berbagai masalah tersebut sebagai pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya tidak diperoleh melalui observasi yang teliti dan interogasi eksperimental terhadap alam. Berdasarkan berbagai tulisan alkemis dan religius yang dibuatnya, yang beberapa diantaranya benar-benar mengkaji berbagai hal tersebut secara ilmiah, jelas sekali bahwa dia percaya bahwa beberapa pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan metode lain.
Saat perjalanan kita mengarungi sejarah tiba di masa sekarang, kita akan menemukan bahwa beragam teori dan ide tentang semesta dan kehidupan di masa sekarang ini sama kisruhnya dengan masa lalu. Saat kita mulai mempelajari sudah sejauh mana para pemikir dan ahli di jaman sekarang mengkaji tentang semesta dan seisinya, saya sangat yakin, bahwa banyak di antara anda yang akan merasa terkejut dan kagum saat melihat bagaimana kita telah mempelajari rahasianya dan kemudian betapa sedikitnya hal yang telah kita ketahui.
Newton dianggap telah mempersempit tujuan dari para filusuf alami, tetapi dia melakukannya untuk sesuatu yang berarti, dimana ia untuk pertama kalinya dapat membatasi perhatian mereka ke dunia masalah yang dapat terpecahkan. Dengan mempersempit tujuannya, dia dapat membuat pengakuan luar biasa dimana yang ia istilahkan spekulasi yang tak pasti yang sangat dicintai oleh pendahulunya “hipotesis”, tidak diperlukan dalam kegiatannya. Ada bukti yang menggelikan mengenai cara mendapatkan ‘Hukum Alam’, atau teori ilmiah, yaitu dengan mengalaminya sendiri: penyelidikan percobaan. Metode ilmiah ini masih kita gunakan sampai saat ini. Terlihat jelas suatu cara yang dilakukan dimana sulit membayangkan orang lain dapat memikirkannya secara berbeda – tetapi kita bisa.
Tradisi Aristotelian telah mendorong untuk melakukan observasi tetapi bukan percobaan. Ketika lawan Galileo dihadapkan pada bukti observasi yang dibuat dengan teleskopnya, pada pertamanya mereka mempertahankan bahwa itu tidak dapat dipercaya karena distorsi kenyataan yang dibuat oleh lensa serta benda-benda observasi lainnya. Ide untuk memanipulasi kejadian untuk mendapatkan informasi tentang dunia adalah ide yang asing bagi para tetua.
Ide ini berkembang di Eropa yang dipengaruhi para pematung dan mekanik seperti juga yang dialami para filusuf alami. Metode Newton mengijinkannya untuk menyelidiki sifat dari sebuah fenomena melalui percobaan terkontrol untuk mencoba idenya secara sistematik. Banyak rekan seangkatan Newton yang masih ragu dalam menentukan sifat dari sesuatu berdasarkan data pengalaman praktis daripada beberapa prinsip yang menyangkut filosofi.
Keraguan mereka tidak seluruhnya tak berdasar. Mereka percaya, seperti semua ide klasik tentang tujuan dari sesuatu cenderung akan mendorong seseorang untuk percaya, bahwa tidak ada penafsiran unik dari observasi yang dilakukan seseorang. Hal ini mendorong timbulnya bermacam-macam spekulasi tanpa motivasi untuk menentukan penjelasan yang unik dan benar. Malah, Newton tidak menentang penafsiran atau spekulasi seperti itu, tetapi hanya untuk mereka yang akan menggunakan hipotesis semacam itu sebagai alasan untuk tidak melakukan percobaan nyata ketika hal tersebut memungkinkan. Ketidaksukaannya kepada ‘hipotesis’ merupakan reaksi normal seseorang yang sedang dirasuki sesuatu yang superior dalam membedakan yang benar dari yang salah.
Semenjak itu, pernyataan umum filosofis tidak lagi menerima status ‘Hukum Alam’. Hanya pernyataan yang telah melewati pemeriksaan percobaan dengan sejumlah fakta pengalaman, akan menerima penghargaan. Newton menyelesaikan pemisahan antara arti dan metode dari ilmu.
Perbedaan antara ilmu Newtonian dan ‘hipotesis’ digambarkan secara jelas dengan penemuan kedua Newton yang hebat: fungsi dari matematik. Ini adalah metode dimana kemungkinan baru akan dikembangkan untuk dites melalui percobaan. Fisika Newtonian adalah fisika matematika. Pada semua penyelidikannya, Newton terlihat menggambarkan ‘Hukum Alam’ dengan istilah matematika, sehingga mereka tidak akan tidak jelas.
Apabila matematika yang diperlukan tidak dapat ditemukan, dia membuatnya sendiri. Dengan cara ini, beberapa perangkat matematika yang penting yang ditemukan diperkenalkan ke ‘udang persenjataan’para ahli fisika. Salah satu alat terkuat ialah kalkulus, dimana perubahan yang terus menerus digambarkan melalui matematik. Setelah diberikan rancangan permulaan, masa depan bisa diramalkan atau dirancang ulang berdasarkan masa lalu. Langkah ini melengkapi perubahan perhatian sedikit demi sedikit pada pola piker ilmuwan tentang ‘alam’ sebenarnya dari dunia yang mereka pelajari.
Diantara banyak prestasi Newton, ada satu yang masih dalam tinjauan, yang merupakan penemuan terbesar untuk pemikiran di masa depan tentang ‘Hukum Alam’ ialah ‘Hukum Gravitasi’.
Pada penemuan ini, Newton menggunakan dengan baik penemuan penting sebelumnya tentang pergerakan angkasa yang dibuat oleh Kepler dan yang lainnya. Newton menyadari hukum semacam ini pada pertengahan 1660. Pada masa kreatif ini, ia menulis hampir satu abad kemudian bahwa,
“Saya menarik kesimpulan bahwa kekuatan yang menjaga planet-planet pada orbitnya pasti [harus] berbanding terbalik [sama] dengan luas dari jarak mereka dengan pusat dimana mereka berevolusi”.
Akan tetapi, versi tertulis pertama dari hukum gravitasi Newton yang ditemukan, dimuat di sebuah naskah tanpa judul dan tidak dipublikasikan yang sekarang diberi judul On Circular Motion yang mungkin ditulis pada tahun 1665 masehi. Naskah inilah yang disebutkan Newton dalam korespondensinya dengan Halley atas perhatiannya terhadap Hooke, dengan menghormati penemuan hukum luas-terbalik. Di sini, Newton yang berusia 23 tahun menarik kesimpulan ‘Hukum Luas-Terbalik’ dari ‘hukum’ ketiga Kepler tentang pergerakan planet. Newton juga menggunakan definisi dari kekuatan sentripetal yang diperlukan untuk menjaga gerakan berputar, dan menyimpulkan bahwa,
“Karena di planet utama berpangkat tiga dari jarak mereka dari Matahari berbanding terbalik dengan luas dari jumlah revolusi pada waktu yang ditentukan (hukum ketiga Kepler): usaha yang berkurang dari Matahari akan berbanding terbalik dengan luas dari jarak dengan Matahari”.
Dengan memperkenalkan elemen kesatuan nilai ini dalam sebuah formula matematika, Newton mengambil langkah maju yang dramatis. Dia mengklaim bahwa semua tubuh, baik mereka di angkasa atau di luar angkasa adalah subjek yang sama dari ‘Hukum Alam’. Mereka semua merasakan kekuatan intrinsik yang sama dari gaya gravitasi tanpa peduli massa atau golongannya.
Dengan menyatukan semua efek dari gravitasi, Newton bertanggungjawab dalam mengidentifikasi ‘G’ sebagai ‘Kesatuan Nilai Alam’ di semua ‘Hukum Alam’. Kesatuan nilai ini masih dapat dipercaya sampai saat ini. Walaupu teori Newton tentang gaya gravitasi telah tersirat dalam teori Einstein tentang relativitas umum pada tahun 1915, teori baru ini masih memakai ‘kesatuan nilai’ G Newton pada kapasitas yang sama.
Apa yang dimaksud ketika kita mengatakan bahwa mengukur adalah sebuah ‘Kesatuan Nilai Alam’? Ini berarti itu adalah identitas dari sebuah tubuh yang mandiri dimana massa adalah M dan m, mandirinya semua properti fisik mereka dan semua kondisi fisik – waktu dan tempat pengukuran, temperatu dari laboratorium, dan sbg. Pengidentifikasian pengukuran semacam itu dimaksudkan untuk menempatkan ilmu pengetahuan di jalan yang berhasil. Sekarang hal itu terpusat pada sebuah pandangan dimana sebagian besar bagian pandangan kita tentang struktur dari alam semesta terkandung pada nilai numerik sejumlah kecil ‘Kesatuan Nilai Alam’ yang pokok dimana G Newton masih termasuk di dalamnya. Sejumlah nilai tertentu dimana jumlah diteliti untuk diambil, yang memberikan Alam kita kualitas fisik khusus. Walaupun, kita tidak tahu mengapa kesatuan nilai Alam mengandung nilai numerik khusus yang ada.
Pengenalan Newton tentang kesatuan nilai universal gravitasi mengangkat poin penting lainnya. Ketergantungan yang sebanding terhadap massa dan pemisahan adalah hubungan yang ditentukan secara teori yang berdasarkan prinsip dasar yang lebih banyak lagi, tetapi nilai dari sebuah keseimbangan kesatuan nilai hanya bisa didapat melalui penelitian. Pemisahan ‘Hukum Alam’ menjadi ketergantungan fungsional antara jumlah (di antara gaya, massa, dan jarak) dan kesatuan nilai universal yang proporsional, adalah ciri-ciri berkelanjutan ilmu pengetahuan dimana kita akan kembali lagi.
Dikatakan cukup bahwa tujuan dari para ahli fisika adalah untuk mengurangi jumlah ‘Kesatuan Nilai’ sampai titik minimum, dimana nilai harus ditentukan melalui penelitian yang sistematis dengan teori mereka. Dorongan ekonomi ini mencari dengan menunjukan apa yang kita pikirkan sebelumnya sebagai ‘Kesatuan Nilai Alam’ yang mandiri, ternyata berhubungan satu sama lain, atau ke jumlah mendasar yang bermacam-macam. Bagi para leluhur, dunia adalah organisme hidup, tetapi bagi Newton dan pengikutnya itu adalah suatu kesatuan mekanis – seperti hiasan dari sebuqah jam raksasa. Pekerjaannya murni, tepat, mekanis, dan matematis. Sekali dibuat untuk bergerak oleh yang Membuat, mereka terus bekerja mengikuti jalan pemikiran sendiri yang tak bisa ditawar.
Diana Tuhan dari para Scholastics adalah Omega, sang akibat akhir; Tuhan dari Newto adalah Alpha, sebab awal dari semuanya. Kepercayaan yang sangat kuat ini yang menentukan karakter dunia berhutang banyak kepada pemikiran religius pada jaman itu. Pemikiran umum orang Kristen melihat hanya ada satu Tuhan yang menentukan ‘Hukum Alam’ dan menegakkannya dengan kekuatannya, yang memicu kepercayaan kuat yang rasional, konsisten, dan dapat ditebak oleh alam. Bagaimanapun juga, hal itu dapat dikenali oleh hukum ini telah dikejar dan ditemukan setidaknya sebagian karena kepercayaan yang ‘Memberi – Hukum” Deity nyata. Sebagian perseteruan panjang Newton dengan Leibniz dikarenakan ide ini, dimana Leibniz mempunyai pikiran yang menghina Tuhan karena mereka memberi Deity kesempatan untuk campur tangan di alam setelah kejadian pertama Penciptaan.
Gambaran universal Newton yang pertama tentang fenomena alami digembar-gemborkan oleh pendukung prinsipnya yang telah menyingkap hukum pokok alam.
Penyingkapan atas properti universal itulah yang memberikan dukungan ke pembela religius William Whiston, yang menentang memberikan kesaksian kepada persatuan dan Pencipta, tetapi kepada Pencipta yang unik. Hal itu terlalu luar biasa untuk dilihat dari setiap situasi selain para realis dan menjadi dorongan utama paradigma mekanis yang baru dari mesin jam dunia, yang berjalan untuk memastikan aturan matematis.
Setelah melihat fondasi dari pendekatan ke ilmu yang secara tersirat memiliki karakter para ahli ‘Berbicara – Inggris’ semenjak itu – perhatian diberikan untuk semua yang menggambarkan gambaran mekanis. Pendekatan kontinental secara tradisional menjadi lebih abstrak, tidak memerlukan sifat model mekanis dari fenomena yang rumit sebelum diklaim telah dimengerti. Sebuah gambaran matematika abstrak terkurangi. Hasrat Inggris untuk menggambarkan model adalah ciri-ciri psikologis yang terutama diwakili oleh Henri Poincar pada awal abad 20. Sebagai perwakilan yang berbeda dari hasrat Prancis untuk pemikiran yang abstrak, dia mengaku bahwa tidaklah perlu untuk mengurangi apapun untuk analogi mekanis yang sangat dicintai oleh para peneliti Inggris.
Kecintaan terhadap analogi mekanis sebagai alat untuk menjelaskan konsep fisik abstrak yang rumit , adalah kebaikan dan keburukan, yang masih mendominasi kepopuleran ilmu pengetahuan dalam bahasa Inggris. Ini, dalam berbagai cara mewarisi gaya Newtonian: pengurangan dari kebenaran besar tentang cara kerja Alam dengan menggunakan percobaan mekanis sederhana, dan percaya kepada paradigma bahwa Alam adalah mekanisme yang sangat hebat – dan dalam pandangan bahwa Tuhan, seperti Newton, adalah orang Inggris.
Pendekatan Newton pada penyelidikan Alam membawa kemajuan tunggal pada pengetahuan manusia akan cara kerja Alam semesta yang telah dipengaruhi oleh satu orang. Tetapi publikasi dari Philosophiae naturalis principia mathematica yang monunmental pada tahun 1687 dan Optiks (dalam bahasa Inggris) pada tahun 1704, telah membuat lebih dari sebuah revolusi pada pemikiran sientifik. Itu mengubah pemikiran yang non – ilmuwan sekalipun.
Principia menjadi buku ‘sekte’ ilmuwa yang pertama (ini adalah, buku yang membaca tentang, tetapi tidak membaca), dan menciptakan apa yang kami namakan ‘Newtonianism’. Hal ini memiliki banyak konsekuensi, yang paling menarik diantaranya adalah dimulainya pempopuleran ilmu pengetahuhan melalui publikasi penjelasan mendasar yang dirancang untuk orang awam. Sejumlah buku yang ditulis pada pertengahan pertama abad ke 18 untuk memuaskan ketertarikan public akan Newton dan temuannya. Pada permulaan tahun di abad itu, Newton telah membangun reputasi public yang tak tertandingi oleh semua ilmuwan Inggris sebelumnya.
Dimana intelektual masa lalu telah tiba pada kesimpulan pokok yang menyangkut masalah Alam semesta dengan pernyataan yang kompleks dan kurang jelas, penglihatan Newton sangat luar biasa dimana ia memakai objek yang sederhana dan biasa. Contohnya, hukum dari optic diambil dari prisma sederhana, hukum gerak ditemukan dengan menjatuhkan benda ke tanah (bahkan apel, mungkin).
Publik umum tidak mengerti penemuan ini (yang hanya disajikan untuk menambah mereka terpesona, sama seperti efek yang didapatkan oleh Einstein, tidak seperti kasus Darwin dimana public dapat mengerti dengan terlalu baik apa yang ia temukan), tetapi orang awam ingin mengetahui apa hal baru yang disebut ‘Newtonianism” itu.
Kami sudah mendiskusikan bagaimana ide Aristoteles tentang sebab akhir yang memicu perkembangan sebuah interprestasi teleogikal anthroposentris dari alam, dimana orang menginterprestasikan semua hal baik tentang dia sudah ditakdirkan untuk dia daripada semua hal terjadi secara kebetulan ang dia secara tidak sengaja melakukannya. Pekerjaan Newton memberikan dorongan baru ke Rencana Argumen tradisional dimana pekerjaan Alam sangat indah direncanakan untuk keuntungan kita yang mereka merupakan hasil dari semua penerimaan rencana Ketuhanan. Dimana Rencana Argumen awal dan kasar memperdebatkan bahwa fenomena alami adalah untuk digunakan manusia secara optimal, dan oleh karena tujuan Ketuhanan, Rencana Newtonian memperdebatkan yang berhubungan dengan ‘Hukum Alam’ universal dimana mereka sebagai bukti yang tak tergoyahkan yang menjemukan saksi rencana ‘Alam” dan untuk semua ‘Perencana ‘ di belakangnya.
Pandangan realis bahwa sistem hukum Newtonian menggambarkan dunia senyata mungkin – sabuah pandangan yang Newton sendiri tidak akan mempertahankannya – yang tidak hanya menyediakan gambaran yang berguna, dulunya pelengkap alami terhadap yang percaya ‘Hukum Alam’ adalah proklamasi dari Divine Lawgiver.
Argumen tersebut dikembalikan dengan semangat: dunia – yang dilihat memerlukan penonton. Rencana Argumen awal tentu saja berhubungan erat dengan tradisi Scholastic ‘sebab akhir’ yang telah menjadi terkutuk bagi sifat ortodok paska Reformasi Protestan pada jaman Newton. Newton bersama temannya Samuel Clarke kelihatannya telah menghibur pemercaya Unitarian yang berhubungan dengan Holy Trinity dan doktrin pokok Kristen.
Sebuah undang-undang Parlemen diputuskan pada tahun 1689 untuk menghalangi mereka yang memiliki pandangfan Arian[2] yang memiliki sejumlah kantor akademis dan publik.
Newton bisa tetap sebagai Lucasian Professor di Cambridge karena dispensasi khusus yang diberikan pada tahun 1675 yang mengijinkan pemilik kursi itu tetap sebagai Fellow di sekolahnya tanpa mengambil perintah suci di Anglican Church. Newton seperrtinya tidak melihat pendapat religius minoritas yang dilancarkan kepadanya sebagai kegagalan. Dia meneliti subjek tersebut dengan sabar, mencari dasar historis keyakinan melalui sejarah dari gereja dari masa awal, dan dianggap sesuatu dari sebuah otoritas dari masalah ini.
Volume tulisan Newton dalam mengkritik alkitab menunjukan bahwa itu adalah kritik liberal secara teks pertama. Dia berusaha menumbangkan peraturan untuk interprestasi alklitab yang merupakan kebalikan dari apa yang ia telah ajukan dalam Principia untuk alasan filosofis. Akan tetapi beberapa karyanya dianggap palsu bahkan termasuk karyanya yang kontemporer, dan tidak diselidiki sepenuhnya oleh para pelajar sampai abad ke 20.
Memperhatikan pandangan religius Newton, adalah catatan Conduit yang mengungkap fakta bahwa Nemton menolak sakramen gereja di ranjang kematiannya. Memang mengejutkan, fakta yang menyaksikan menjadi rahasia selama lima pulh tahun setelah kematiannya, dan tidak ada biografi yang mencatatnya. Sebaliknya, dalam catatan William Stukeley yang menceritakan kejadian ranjang kematian yang ditemukan oleh Conduitt dan isterinya, menceritakan tentang momen terakhir Newton sebagai ‘Kristen sejati’. Newton sendiri tidak aktif dalam merumuskan Rencana Argumen untuk ‘Hukum Alam’ tetapi dia sempat menyinggungnya, pada pembukaan Principianya dimana ketika ia sedang membuatnya ‘dia memperhatikan argunen’ untuk percaya pada Deity, dan ia mendorong orang lain menggunakan karyanya bagi yang ingin mendukung Rencana Argumen Newtonian.
Korespondensinya dengan Bentley yang mengandung banyak penampakan ilmiah yang luar biasa, akhirnya membuat Bentley dipilih untuk menyampaikan kuliah Boyle yang pertama. Ini terjadi atas keinginan Robert Boyle dengan tujuan menyediakan pandangan ilmiah yang meminta maaf tentang Kristen. Ketiga khotbah Bentley menyediakan pernyataan klasik tentang Rncana Argumen Newtonian berdasarkan keberadaan ‘Hukum Alam’ yang matematis dan universal, dan disiapkan dengan perbuatan Newton sebagai ‘kesadaran’ ilmiahnya.
Tujuan dari membuat contoh untuk penemuan cerm,at ‘Hukum Alam’ demi keuntungan manusia, dan keberadaan lingkungan yang dibuat untuk flora dan fauna yang menghidup[pinya menjadi industri utama yang hanya berhenti oleh catatan publikasi Darwin Origin of Species pada pertengahan adad ke 19. Pengakuan yang merusak dimana harmoni antara mahluk hidup dan lingkungannya hanya bisa dijelaskan dengan contoh, walaupun hal itu cukup berbeda dengan Rencana Argumen Newtonian untuk ‘Hukum Alam’.
Sebagai contoh pengaruh Newton terhadap pemikiran religius dan pengaruh dari ‘Hukum Alam’ terhadap ‘pola’ di alam yang mengacu pada buku paduan Gereja. Tetapi pandangan Newtonian tentang Alam bukannya tanpa kritik.. William Blake melihat pandangan dunia mekanis sebagai pabrik baku dan menyedihkan ‘lumbung hitam setan’.
Sebelum meninggalkan Newton kita harus memperhatikan pada isu terakhir mengenai konsep ‘Hukum Alam’ yang dibawa untuk difokuskan lebih cermat oleh kaum eksentrik dan pengikut filosofi Newtonian: pertanyaan tentang keajaiban.
Pada jaman Newton, masalah religius macam ini adalah masalah besar, dan oleh karena itu kita menemukan lebih banyak diskusi tentang kompatibilitas dunia Newtonian, dengan ‘Hukum Alam’ pemberian Tuhan, dengan kemungkinan adanya keajaiban. Benar, ini tepatnya mengapa David Hume memberikan tempat begitu banyak yang menggaris-bawahi kemungkinan keajaiban dalam Dialogues Concerning Natural Religion (1779). Beberapa mengambil pandangan bahwa ada dua macam fenomena: pertama ‘alami’ yang diatur dalam “hukum Alam’ Newtonian, dan ang lainnya ‘keajaiban’.
Denagn mengamati apa yang terjadi, mereka mengaku bahwa seseorang dapat melihat apakah seseorang itu telah menyaksikan keajaiban atau tidak. Pieter Van Musschenbroek menulis bahwa fenomena ajaib ‘terjadi berlawanan dengan ‘Hukum Alam’’.
Walaupun dia mempercayai bahwa pengetahuan kita tentang huukum Alam tidak lengkap, dia tidak mempermasalahkan dimana kelihatannya fenomena ajaib nantinya akan dianggap alami ketika hukum yang baru tidak lagi ditemukan. Penulis yang lain mengambil sisi dimana “Hukum Alam’ hanya menjadi sesuatu yang terjadi, dan walaupun mereka melihat beberapa trend kebiasaan, mereka tidak melarangnay. John Rowning merangkum pandangan kontemporernya menurut pemikirannya:
“Tanpa meragukan penulis, kebua masalah beserta mereka yang berprinsip bahwa itu bisa, sekarang tanpa prinsip tersebut, menyebabkan berbuat berbeda dengan apa yang bisa dilakukan sebagai konsekuensi untuk mereka sendiri, dan yang berarti, menghasilkan efek yang bertolak belakang dengan Jalur Alam biasa, kapanpun kiat berpikir pantas … Semuanya oleh karena itu, dengan menganggap bahwa Jalur Alam yang biasa tidak bisa menyimpang, adalah rentan dan tidak dijamin”.
Di era Newtonian akhir, kita menemukan istilah “Hukum Alam” yang secara eksplisit digunakan dalam teks, yang mengartikan tingkah laku awal para Newtonian termasuk permintaan maaf religius mereka. Walaubagaimanapun, sebuah hubungan tidak mudah antara permintaan tehadap hukum2x ini secara universal sebagai Hukum Tuhan. Ada masalah dan resiko yang mereka anggap sebagai Tuhan. Newton telah melihat dilema ini dan kita menemukan di pendahuluan Cote dalam buku edisi keduanya Principi. Berikut ini pernyataan tentang konflik antara kebutuhan Hukum Alam dan Hukum Tuhan tertentu:
“Tanpa keraguan, dunia ini dengan berbagai bentuk dan gerakan yang kita temui, dapat muncul ketiadaan tetapi bebas dari keinginan Tuhan untuk mengarahkan dan memimpin segalanya. Dari struktur ini bahwa hukum2x itu yang kita sebut Hukum Alam telah mengalir dimana disana muncul penemuan2x yang paling bijaksana, tetapi tidak di bawah bayang2x kebutuhan…Dia yang dianggap cukup untuk berpikir bahwa dia dapat menemukan prinsip fisika dan hukum benda2x alami yang benar dengan dorongan dari pikirannya dan alasannya sendiri, harus menganggap bahwa dunia ada karena kebutuhan dan dengan kebutuhan yang sama mengikuti hukum2x yang direncanakan. Atau jika susunan alam berkembang oleh keinginan Tuhan, bahwa dia sendiri adalah reptil yang buruk, dapat mengatakan hal-hal yang paling cocok untuk dilakukan. Semua pendapat dan filosofi ditemukan berdasarkan kemunculan benda2x…Manusia boleh menyebut mereka sebagai mukzijat, tetapi hal2x yang merugikan akan menjadi kerugian bagi mer4ka sendiri, kecuali manusia pada akhirnya akan mengatakan bahwa semua filosofi ditemukan pada masa manusia tidak memiliki agama.”

[1] Di sini, ada perbedaan dengan pandangan tradisional Aristotelian bahwa benda dikendalikan oleh tendensi bawaan, bukan hukum yang diterapkan dari luar. Pada 1693 Newton secara eksplisit menuliskan hal ini kepada Richard Bentley “Bahwa gravitasi harus bersifat bawaan, inheren, dan esensial terhadap benda… bagi saya adalah suatu absurditas, bahwa saya percaya tidak ada manusia dalam masalah filsafat memiliki kemampuan berpikir yang mumpuni, yang dapat terjerumus ke dalam masalah itu.” Newton melihat hukum-hukum eksternal itu diterapkan secara langsung dan utuh oleh Tuhan sebagaimana masyarakat menerapkan hukum-hukum atas warganya. Hal ini menimbulkan konflik dengan Leibniz yang mengulangi pandangan Aristotelian bahwa benda memiliki tendensi bawaan dan menggirim kepada klaim Samuel Clark terkait dengan Leibniz bahwa dalam gambaran Newtonian “Tidak ada kekuasaan alam yang independen dari Tuhan”. Kita sudah familiar dengan konsep hukum yang dipaksakan (terlepas dari setuju tidaknya kita dengan pendapat bahwa Tuhan sebagai pembuat hukum) sehingga mudah saja mengabaikan hal-hal yang menghadang gagasan ini. Ketika gagasan-gagasan vitalis memisahkan dunia hidup dan dunia tak hidup dan pikiran manusia menempatkannya di atas segala sesuatu di Alam, siapapun harus menerima bahwa hukum-hukum Tuhan dapat dipahami dan direspon oleh objek-objek tak hidup dari analogi respon manusia terhadap hukum-hukum moral dan sosial.
[2] Arius adalah ahli teologi Libyan abad ke-4 yang menolak doktrin Trinity, yang arsitek utamanya Athanasius. Catatan pribadi Newton mengungkap bahwa dia mempertanyakan hampir semua ajaran doktrinal Gereja dan kukuh mempertahankan naskah asli yang dikorupsi untuk membebaskan arti dari kalimat pada abad keempat dan kelima, yang ditambahkan secara perlahan untuk memperkuat doktrin yang ditemukan tentang Trinity. Newton mempertahankan versi dari Arius daripada Athanassius dan tulisan Newton yang berjudul Notable Corruptions of Scripture teori yang mencatat korupsi ini pada awal Gereja. Newton kelihatannya menjadi pembuat kembali ide Arian yang tetap lestari selama berabad-abad, yang diikuti bangkitnya Dewan doktrinal pada awal Gereja Kristen. Ini akan diselidiki lebih jauh pada buku lain.

No comments: