Monday, May 14, 2007

KEPRIBADIAN RASULULLAH SAW.

KEPRIBADIAN RASULULLAH SAW.

Bersama dengan lunturnya citra sejati Muhammad saw. yang merayapi benak kaum Muslim, ada hal lain yang juga tidak kalah membahayakan. Sayangnya, karena kurangnya usaha umat untuk memelihara tsaqafahnya, orang-orang kafir beserta agen-agennya berhasil menutup-nutupi beberapa bagian penting dari kepribadian Muhammad saw.
Jika kita melihat kitab Sirah, hadis, ataupun tafsir, dan sumber tsaqafah Islam lainnya, akan kita temukan banyak peristiwa yang menerangkan makna bagaimana menjadikan Muhammad saw. sebagai pemimpin kita, sebagai teladan bagi kita, dan sebagai cahaya yang membimbing kita untuk menjalani gelapnya kehidupan.
Di sini kami paparkan sebagian peristiwa itu agar kaum Muslim mampu melihat dengan jelas potret kehidupan yang utuh dari Muhammad Rasulullah saw.
Ibnu Katsir meriwayatkan dari Musnad Imam Ahmad bahwa Nabi Muhammad saw., ketika di Madinah, pernah mengunjungi seorang anak laki-laki Yahudi yang sedang sakit. Saat itu, Muhammad saw., sebagai seorang penguasa, didampingi Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., memasuki rumah anak itu dan ayah sang anak berada di samping ranjang sedang membacakan Taurat untuk menenangkan jiwa sang anak. Melihat kehadiran Muhammad saw., pria itu menutup Tauratnya. Muhammad saw. bertanya kepadanya, “Demi Zat yang telah menurunkan Taurat, apakah kautemukan di dalamnya kabar tentang diriku dan kabar perihal kedatanganku?” Pria Yahudi itu menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Tidak.”
Mendengar hal itu, sang anak yang sedang sekarat itu buka mulut, “Aku bersumpah demi Zat yang menurunkan Taurat bahwa dalam kitab itu kami temukan kabar tentang ciri-cirimu dan kedatanganmu, dan aku bersaksi bahwa kau adalah Rasulullah.”
Setelah berkata seperti itu, sang anak meninggal. Nabi Muhammad saw. berkata, “Dia seorang Muslim, bawa dia dari sini.” Lalu, Rasulullah saw. mempersiapkan pemakaman dan melakukan shalat jenazah bagi anak itu sebagai kewajiban seorang Muslim atas saudaranya sesama Muslim yang meninggal.
Melihat cara Rasulullah saw. menyampaikan dakwah Islam kepada setiap orang di setiap kesempatan, bahkan di kala mereka sedang sekarat di ranjang kematian, seharusnya membuat kita sadar betapa seriusnya kewajiban dakwah itu dan tentang prioritas yang Rasulullah saw. berikan. Nabi Muhammad saw. tidak ragu-ragu menantang keyakinan orang Yahudi itu, meskipun pada saat itu dia sedang mengalami saat-saat yang memilukan menjelang kematian anggota keluarganya. Kita harus menyadari betapa seriusnya aktivitas dakwah itu karena orang yang mati dalam keadaan tidak mengemban Islam akan bermasalah di hadapan kaum Muslim kelak di Hari Kiamat. Seperti yang kita lihat dalam catatan peristiwa di atas, Muhammad saw. menyelamatkan dirinya sendiri dengan cara pertama-tama menyampaikan Islam kepada orang lain dan berikutnya beliau menyelamatkan anak (yang tadinya) Yahudi itu dari jilatan api neraka.
Selain mengandung pelajaran ihwal pentingnya melakukan dakwah, dari peristiwa di atas kita juga dapat menarik pelajaran perihal hubungan antara seorang Muslim dan Muslim yang lain. Ketika anak itu meninggal, Muhammad saw. memenuhi kewajibannya terhadap Muslim yang lain (yaitu anak itu) dengan memastikan bahwa anak itu akan mendapat penghormatan berupa pemakaman dengan cara-cara Islam terlepas dari situasi kritis dan suasana dukacita yang menyelimuti keluarga itu.
Sayangnya, saat ini kebanyakan dari kita tidak mengikuti perbuatan semacam itu. Kita lebih memilih diam dan tidak bersimpati terhadap seseorang yang sedang ditimpa musibah. Karena itu, kita harus bertanya kepada diri sendiri, jawaban apa yang kelak akan kita berikan pada Hari Kiamat tatkala orang-orang non-Muslim datang kepada kita di hadapan Allah Swt. dan menanyakan sikap diam kita? Sebuah pertanyaan yang tidak ada jawaban, selain kepengecutan kita. Semoga Allah Swt. melindungi kita dari sikap sedemikian. Selain itu, bukti apa yang akan kita berikan kepada Allah Swt. ketika saudara-saudari kita mati kelaparan? Apakah kita telah memenuhi kewajiban terhadap saudara-saudari kita sebagaimana Muhammad saw. memenuhi kewajiban itu?
Masih mengenai sosok Muhammad saw., Imam Muslim meriwayatkan, “Rasulullah saw. melihat seorang wanita yang membuat beliau terpesona (saking cantiknya wanita itu). Segera saja beliau pergi ke Saudah r.a. (istri beliau) yang saat itu sedang membuat wewangian dengan ditemani sejumlah wanita. Para wanita meninggalkan tempat itu, dan setelah memenuhi hasratnya, beliau bersabda, ‘Apabila seorang laki-laki melihat seorang wanita yang menarik perhatiannya, dia harus menemui istrinya, karena istrinya memiliki apa yang dimiliki oleh wanita yang ditemuinya itu”. (HR ad-Darimi)
Peristiwa itu adalah contoh nyata tentang sifat manusiawi seorang Muhammad saw. dan ketaatannya pada Allah Swt. dalam menangani masalah itu agar sesuai dengan tuntunan Islam. Muhammad saw., seperti halnya manusia lain, memiliki naluri yang memerlukan pemenuhan, dan beliau menunjukkan kepada kita bagaimana cara memenuhi kebutuhan naluri itu dengan cara yang baik, yakni cara yang sesuai dengan Islam. Aisyah r.a. meriwayatkan, “Ada tiga perkara keduniawian yang memberikan kesenangan kepada Rasulullah saw., yaitu makanan, wanita, dan wewangian. Beliau mendapatkan yang dua, tapi yang satu luput. Beliau memperoleh wanita dan wewangian, tapi tidak mendapatkan makanan”. (Musnad Ahmad)
Sisi lain dari kehidupan Muhammad saw. yang jarang dibicarakan orang adalah kecintaan beliau terhadap jihad (berperang di jalan Allah Swt.).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir diriwayatkan bahwa setelah kekalahan di Perang Badar, orang-orang Quraisy segera mempersiapkan pasukan untuk melakukan serangan ke Madinah. Untuk itu, mereka mengumpulkan pasukan yang terdiri atas 3.000 personel yang dipersenjatai lengkap dan segera bertolak ke Madinah.
Muhammad saw. tahu akan adanya serangan Quraisy itu, dan setelah shalat Jumat dan shalat jenazah untuk Malik bin Amru, beliau mengumpulkan kaum Muslim. Mereka bermusyawarah mencari cara efektif untuk melawan serangan Quraisy. Abdullah bin Ubay menyarankan agar mereka tetap di Madinah, sedangkan sebagian sahabat r.a. mengusulkan agar mereka pergi ke luar Madinah, seperti halnya ketika Perang Badar dan secara terbuka memerangi orang-orang kafir.
Lalu, Nabi Muhammad saw. pergi ke rumahnya dan keluar lagi dengan membawa senjata. Sebagian sahabat mengira bahwa mereka telah memaksakan pendapatnya terhadap Muhammad saw. Karena itu, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, jika Engkau ingin kita tetap di sini dan berperang di sini, kami siap melakukan itu. Kami tidak ingin memaksakan pendapat kami kepadamu.”
Menjawab hal itu, Muhammad saw. berkata, “Tidaklah pantas bagi seorang Nabi Allah ketika dia telah mengangkat senjata, lantas menurunkannya kembali. Aku tidak akan mundur hingga datangnya ketetapan Allah.”
Dalam salah satu pertempurannya melawan musuh, Rasulullah saw. menunggu hingga mentari tenggelam, lalu beliau berdiri di hadapan pasukannya dan berteriak lantang, “Wahai manusia, jangan pernah berharap bertemu musuh, dan mintalah keselamatan kepada Allah. Namun, ketika kalian berhadapan dengan musuh, berjuanglah, dan ingatlah bahwa Surga Allah berada di balik ayunan pedang”. (HR Bukhari)
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Mukmin tidak akan terperosok dua kali ke lubang sama.” Maksudnya, seorang Muslim tidak boleh dibodohi orang sampai dua kali. Mari kita lihat situasi yang melatarbelakangi munculnya hadis Nabi Muhammad saw. di atas.
Abu Azza Syair adalah salah seorang penyair Makkah yang rajin menulis satire yang mengkritik kaum Muslim. Setelah Perang Badar, yang dimenangi kaum Muslim, kaum Muslim mengambil sebagian tawanan perang. Di antara para tawanan perang itu terdapat orang-orang elit-kaya Makkah, yang memberikan tebusan untuk membebaskan diri mereka. Kepada para tawanan yang miskin tapi bisa baca-tulis, Nabi Muhammad saw. meminta mereka untuk mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh anak Muslim Madinah. Abu Azza seorang yang terdidik, tapi dia memohon kepada Nabi Muhammad saw. minta dibebaskan. Abu Azza mengaku sebagai orang miskin dengan banyak anak. Muhammad saw. meminta Abu Azza berjanji untuk tidak lagi menulis satire dan tidak lagi memerangi kaum Muslim. Abu Azza menyepakati syarat-syarat itu.
Setahun kemudian, dalam Perang Uhud, Abu Azza kembali ditangkap sebagai tawanan perang. Kali ini pun, Abu Azza memohon untuk kembali dibebaskan dengan alasan, lagi-lagi, bahwa dia miskin dan punya banyak anak. Nabi Muhammad saw. menjawab, “Aku tidak akan membiarkanmu pergi ke sukumu dan berkoar-koar kepada mereka bahwa kauberhasil menipu Muhammad saw. dua kali!” Nabi Muhammad saw. melanjutkan, “Seorang Mukmin tidak akan terperosok dua kali ke lubang yang sama.” Setelah itu, Rasulullah saw. memerintahkan agar Abu Azza dibunuh. (Nahagul Islam)
Sungguh memalukan kaum Muslim sekarang, tidak bisa melihat visi Muhammad saw. Suatu visi yang jika diadopsi oleh seluruh kaum Muslim, niscaya akan menimbulkan kedinamisan, semangat, dan keberanian untuk meneladani Muhammad saw. dalam seluruh aspek kehidupan kita, dan akan kembali memosisikan diri kita sebagai saksi atas umat manusia tentang kebenaran risalah Islam. Inilah yang kami serukan kepada umat Muhammad saw. dan kami berdoa kepada Allah Swt. semoga Dia mengembalikan kita semua pada kebenaran Islam.
Abdullah bin Umar meriwayatkan, “Aku mendengar Rasulullah saw. berkata, ‘Jika kalian melakukan transaksi ‘ainah (menjual barang kepada seseorang dengan harga tertentu lalu membeli kembali barang itu dengan harga yang jauh lebih rendah, alias bertransaksi riba), memelihara hewan-hewan peliharaan, senang bertani, dan berhenti melakukan jihad, Allah akan menghilangkan kemenangan dan tidak akan pernah memberikannya sebelum kalian kembali kepada agama kalian”. (HR Abu Dawud)

No comments:

Post a Comment